Dua Jempol untuk Afrika Selatan: Kalah-Menang adalah Biasa


Untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebuah tim tuan rumah tersingkir di babak penyisihan grup. Memalukan memang, mengecewakan bobotohnya memang, menyakitkan memang. Itulah yang sekarang ini menimpa Afrika Selatan. Bertindak sebagai tuan rumah, para bafana-bafana tidak mampu membawa timnasnya lolos ke babak perdelapan final ( babak 16 besar).

Mereka puas bermain imbang dengan meksiko dan secara menyakitkan harus kalah dari 0-3 dari Uruguay. Point 4 yang mereka dapatkan tidak menjamin lolos ke putaran selanjutnya, karena terpaut selisih gol dengan Korea Selatan. Sungguh hal yang menyakitkan, perih, pedih dan kekecewaan yang mendalam.

Namun ada pelajaran besar yang wajib diambil dari sikap sabarnya para pemain dan rakyat Afrika Selatan. Mereka dengan sadar mengaku kalah, legowo, tidak protes, tidak melakukan tindakan anarkis, tidak berbuat curang, tidak menyuap wasit, dan bermain sangat fair play alias jujur. Sikap jujur dan legowo inilah yang perlu dicontoh oleh bangsa ini.


Afrika Selatan sadar bahwa kemampuan para bafana-bafana memang begitu adanya. Mereka masih kalah kelas dengan tim-tim yang lain, seperti Uruguay dan Meksiko. Namun mereka bangga mampu mengalahkan France (Prancis) di laga terakhir babak penyisihan. Inilah yang membuat mereka mampu tegar berdiri tegak walaupun tidak mampu lolos ke babak 16 besar.

Afrika Selatan sadar bahwa untuk menang tidak perlu memakai jasa dukun lepus, paranormal, paraji, klenik, menyan dan jampe-jampe lainnya. Mereka sadar untuk menang tidak perlu bantuan wasit, menyogok para pemain lawan, menyuap panitia dan lain-lain.
Mereka sadar bahwa untuk mencapai kemenangan yang dibutuhkan adalah kerja keras, latihan intensif, doa dan dukungan rakyatnya. Saya mengacungkan 2 jempol untuk bafana-bafana dan rakyat Afrika Selatan. Emana, Ninina, Akina, Incuna lan sadayana masyarakat di seluruh dunia menangis bahagia karena sikap jujur dan legowo mereka.

Silakan baca artikel berikut ini:

Untuk Akhir dan Awal Sebuah Amanah
(Tentang Kemenangan dan Kekalahan)

…adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.

[QS. Ar Ra'd:17]

Begitu cemerlangnya kemenangan yang dipersembahkan Khalid bin Walid untuk kejayaan Islam hingga membuat panglima musuh dan pasukannya terkagum-kagum. Maka ketika berhadapan dengannya dalam sebuah jeda pertempuran, Georgius, seorang panglima Romawi, bertanya, “Mengapa Anda dinamai Pedang Allah?”

Bagaimanakah awal dari serangkaian prestasi gemilang Khalid?

Semua bermula dari peperangan yang berkecamuk dengan dahsyatnya di tanah Syiria bertahun-tahun silam. Ketika panglima pasukan Muslim yang ketiga telah meraih syahidnya, Tsabit bin Arqam segera menyambut bendera kaum Muslimin, mengangkatnya tinggi-tinggi sambil menderapkan kudanya menuju Khalid bin Walid. “Peganglah panji ini, wahai Abu Sulaiman!” Khalid yang baru memeluk Islam menolak, merasa dirinya tak layak. “Ambillah,” kata Tsabit, “sebab Anda lebih tahu seni berperang dari aku. Dan demi Allah, aku tak mengambilnya kecuali untuk diserahkan kepada Anda.” Lalu pasukan menyatakan kesediaannya dipimpin oleh Khalid. Maka majulah Khalid sebagai panglima pasukan Muslim untuk pertama kalinya. Dalam perang Mu’tah ini pasukan muslim terkepung dan berada dalam kondisi amat kritis. Dalam kondisi seperti itu tak ada strategi perang yang akan mampu membalikkan keadaan. Satu-satunya yang dapat dilakukan adalah membuka jalur untuk pasukan Muslim agar dapat keluar dari kepungan. Pasukan Muslim yang pertama kali dipimpin oleh Khalid terpaksa pulang dengan kekalahan. Tak dapat disangkal bila pada waktu itu orang-orang menganggapnya sebagai sebuah kegagalan. Tetapi kehendak Allah jualah yang berlaku. Kekalahan Khalid adalah awal dari serangkaian kemenangan-kemenangan Islam yang menyejarah.

Allah telah berfirman dalam surat Ali ‘Imran ayat 140, bahwa kemenangan dan kekalahan adalah piala yang dipergilirkan oleh sejarah di antara semua umat. Maka, tidak ada umat yang dapat memenangkan semua babak pertarungan, juga tidak ada umat yang ditakdirkan untuk kalah selama-lamanya. Kemenangan dan kekalahan sesungguhnya hanyalah variabel yang menjalankan sebuah fungsi: seleksi.

Andaikan kaum Muslimin menang terus, kata Ibnu Qayyim, maka akan banyak orang yang bergabung dengan kaum Muslimin meskipun mereka tidak benar-benar beriman; dan andaikan kaum Muslimin kalah terus, maka misi kenabian tentulah tidak akan tercapai. Dalam putaran kemenangan dan kekalahan, Allah Swt menyeleksi orang-orang beriman dari orang-orang munafik. Dalam putaran kemenangan dan kekalahan, Allah Swt menyingkap tabir pikiran dan jiwa setiap orang. Maka, semua yang terekam dalam pikiran dan tersimpan dalam jiwa akan tampak nyata di depan mata manakala peristiwa-peristiwa kehidupan memaksanya keluar menjadi tindakan.

Maka, kemenangan dan kekalahan bukanlah ukuran supremasi dan keunggulan; Kemenangan dan kekalahan hanyalah sebuah variabel yang dengannya Allah Swt menguji kita tentang apakah kita tetap bisa beriman dalam kedua situasi itu. Ketika amanah tertunai dan prestasi terukir, bukan semata karena superioritas pengembannya. Tetapi semua itu hanyalah karena hidayah dan rahmat Allah, Pemilik Kejayaan dan Kemuliaan.

“Sesungguhnya Allah telah mengutus Rasul-Nya kepada kami. Sebagian dari kami ada yang membenarkannya dan sebagian pula mendustakannya. Aku dulunya termasuk orang yang mendustakan hingga akhirnya Allah menjadikan hati kami menerima Islam dan memberi petunjuk kepada kami melalui Rasul-Nya, lalu kami berjanji setia kepadanya. Kemudian Rasul mendoakanku, dan beliau berkata kepadaku, ‘Engkau adalah pedang Allah diantara sekian banyak pedang-pedang-Nya.’ Maka aku diberi nama Pedang Allah.” Demikianlah Khalid menjawab pertanyaan Georgius.

Kemenangan dan kekalahan sesungguhnya merupakan fenomena yang diatur oleh sebuah kaidah. Setiap umat mempunyai hak untuk menang jika mereka memenuhi syarat-syarat kemenangan. Semakin banyak faktor-faktor kemenangan dalam diri umat, maka semakin kuatlah mereka. Aktivis yang mempunyai kekuatan yang besar dalam dirinya akan mampu memikul beban amanah yang besar pula sesuai dengan kekuatan yang ia miliki. Kekuatan ini sesungguhnya berbanding lurus dengan keimanan yang dimiliki. Dan pada hakikatnya, amanah itu datangnya dari Allah. Maka untuk menumbuhkan kekuatan dalam menunaikan amanah, kedekatan kepada Allah-lah yang harus dibangun.

Sebaliknya, tiap umat pasti kalah jika sebab-sebab kekalahan itu ada dalam diri mereka. Dibutuhkan keberanian untuk melihat ke dalam lebih banyak, bukan menengok keluar dan melaknat musuh. Juga dibutuhkan kerendahan hati untuk mengakui kesalahan, kesediaan dan tekad yang kuat untuk memperbaiki diri serta memenuhi syarat-syarat kemenangan.

Belajar dari Perang Uhud, jumlah pasukan pemanah tidak mencapai 4% dari jumlah total pasukan kaum Muslimin ketika itu. Akan tetapi tindakan indisipliner sebagian dari pemanah tersebut menjadi sebab kekalahan pasukan Muslim. Tujuh puluh sahabat terbunuh dan Rasulullah terluka.

Pada awal peperangan Hunain kaum Muslimin kalah karena sebagian dari mereka terlalu bangga dengan jumlah pasukan dan senjata. Seorang dari mereka berkata, “Hari ini kita tidak kalah oleh pasukan yang jumlah tentaranya sedikit.” Lupa bahwa kemenangan datang dari Allah. Orang-orang yang bangga dengan jumlah pasukan dan senjata ketika itu orang-orang yang baru masuk Islam.

Karena itulah gerakan dakwah yang ingin menegakkan Islam di atas bumi ini harus lebih serius memberantas kemungkaran di internal mereka sebelum kemungkaran di eksternal mereka. Sebab, jika sukses memperbaiki kondisi internal, mereka pun akan sukses membenahi kondisi eksternal. Mereka tidak akan sukses memperbaiki kondisi eksternal sebelum mereka sukses membenahi kondisi internal. Hendaklah gerakan dakwah mewaspadai seluruh kemaksiatan, bukan hanya kemaksiatan yang terlihat, tapi mencakup kemaksiatan-kemaksiatan batin yang tidak terlihat. Kadang kemaksiatan batin –misalnya riya’, ujub, dengki, ambisi, dan takabur– lebih membahayakan, daripada kemaksiatan-kemaksiatan yang terlihat. Sebab, sesuatu yang tidak terlihat itu menyebar secara cepat di tubuh dan menghancurkannya tanpa sakit dan tanda-tanda yang bisa dirasakan.

Menangis dan tertawalah bersama Salman Al Farisi. “Aku menangis karena tiga hal: pertama saat berpisah dengan Muhammad dan tentaranya, kedua saat menjelang kematian, ketiga saat aku berada di hadapan Allah Rabbul’alamin sementara aku tak tahu akan ke neraka atau ke surga. Dan aku ‘tertawa’ karena: pertama orang yang mengharap dunia padahal kematian mengintainya, kedua orang yang lalai dan tak merasakan kelalaiannya, ketiga orang yang tertawa terbahak-bahak sementara ia tak tahu Allah murka atau ridho kepadanya.”

Jangan biarkan karunia hidayah dan rahmat kemenangan itu dicabut oleh Pemiliknya karena dosa-dosa kita. Dosa-dosa yang menghalangi tertunainya amanah. Dosa-dosa yang malalaikan kita dari misi. Dosa-dosa yang menjauhkan kita dari Allah.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad)

dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanah yang dipercayakan kepadamu,

sedang kamu mengetahui.[QS. Al Anfaal:27]

Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. [QS. Ar Ruum:47]



Anda mendapat 1 Pesan

Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap
@ Kumpulan Dongeng Anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.