Hikmah



Pemuda adalah harapan bangsa dan penerus kepemimpinan negeri ini. Di pundak para pemudalah letak kemajuan dan kelangsungan negeri ini. Bila geNerasi mudanya sekarang ini sudah doyan dan hobi korupsi maka alamat bangkrutlah negeri ini. Begitu pun bila generasi mudanya sudah gemar dan doyan maksiat, maka nantinya negeri ini akan menjadi negeri prostitusi.

Namun sebaliknya bila generasi mudanya adalah pemuda dan pemudi yang berani, cerdas, amanah, dan jujur serta penuh tanggung jawab maka negeri ini Insya Allah akan aman, tentram, maju dan berkembang pesat.



Pemuda adalah aset penting dari sebuah bangsa, begitulah menurut saya. Jika pemuda – pemuda dalam suatu bangsa baik, maka bukan tidak mungkin negara yang berada dalam kondisi terpuruk akan bangkit kembali.

Lalu pertanyaannya adalah bagaimana dengan pemuda – pemuda Indonesia saat ini?

Ada sebuah kisah tentang pemuda luar biasa dan inspiratif yang akan saya bagi kepada Anda, kisah ini saya dapat ketika saya mengikuti sebuah pelatihan. Kisah ini terjadi pada jaman kekhalifahan Umar bin Khatab.

Berikut kisah pemuda – pemuda luar biasa itu:

gambar ini diambil dari http://www.glowimages.com/

Di tengah padang pasir yang gersang, ada seorang pemuda yang tengah menempuh perjalanan cukup jauh. Dalam perjalanannya, pemuda ini hanya ditemani oleh seekor unta (unta inilah harta satu – satunya yang dimiliki untuk menemani perjalanannya). Di tengah perjalanan yang melelahkan ini, sang pemuda menemukan oase (mata air di tengah gurun). Bagaikan menemukan sesuatu yang luar biasa, pemuda ini tidak menyia – nyiakan kesempatan untuk beristirahat melepas lelah sembari meminum air dari dalam oase tersebut (mungkin bagi kita yang berada di Indonesia, menemukan air bukanlah hal yang sulit, namun tentu berbeda dengan kondisi yang dialami oleh pemuda tersebut). Unta sang pemuda pun melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan tuannya. Karena kelelahan yang luar biasa, setelah mengikat untanya ke sebuah pohon yang berada di tepian oase , sang pemuda pun tertidur dengan lelapnya.

Karena rasa lelah yang melandanya, pemuda tersebut tidak menyadari bahwa ikatan tali untanya tidak terlalu kuat. Sehingga untanya dengan mudah lepas dan berjalan meninggalkan tuannya yang sedang tertidur lelap. Di tengah perjalanan, sang unta menemukan sebuah perkebunan dengan tanaman yang menggiurkan. Karena lapar, si unta pun memasuki kebun tersebut dan langsung memakan apa yang ada di dalamnya.

Tidak lama kemudian, munculah pemilik perkebunan. Pemiliknya adalah seorang kakek – kakek tua renta. Dengan tenaga yang dimilikinya, sang kakek berusaha mengusir si unta agar keluar dari kebunnya. Namun mengingat usianya yang sudah renta, sang kakek tidak mampu mengusir unta tersebut. Berungkali sang kakek mencoba menghalau si unta dari kebunnya, namun tak kunjung berhasil. Sang unta justru semakin lahap memakan tanaman yang berada di bagian dalam kebun.
Melihat hal tersebut, sang kakek memutuskan membunuh unta itu untuk menyelamatkan kebunnya. Setelah membunuh unta tersebut, sang kakek menunggu kalau – kalau ada seseorang yang mencari untanya yang hilang.

Sementara itu di tepian oase, sang pemuda yang sedang asyik tertidur akhirnya terbangun. Alangkah kagetnya ia, ketika melihat untanya hilang. Ia pun mencari unta kesayangannya. Ketika sampai di kebun sang kakek, ia menemukan untanya dalam keadaan tak bernyawa. Ia sangat sedih sekaligus marah, sambil mengatakan “ Siapa yang membunuh untaku?”

Melihat sang pemuda, si kakek datang menghampiri seraya berkata, “Maaf anak muda apakah ini untamu?”. Sang pemuda berkata, “benar, dan siapakah gerangan yang membunuhnya?”. Sang kakek menjawab dengan pelan, “Aku minta maaf, akulah yang membunuh untamu karena untamu telah merusak kebunku dan aku tak kuasa untuk menghalaunya keluar. Jadi kubunuh ia, maafkan aku.” Mendengar jawaban sang kakek, sang pemuda tidak bisa menerima dan marah besar meskipun sang kakek sudah meminta maaf dan menyampaikan alasannya. Dengan kemarahan yang sangat, maka ia pun lepas kontrol dan dibunuhnya sang kakek yang sudah renta itu.

Anak dari sang kakek yang baru pulang dan melihat ayahnya meninggal di tangan sang pemuda tidak bisa menerima perbuatan pemuda tersebut terhadap ayahnya, maka iapun menuntut keadilan dan membawa kasus ini kepada khalifah Umar bin Khatab. Anak dari sang kakek berkata kepada khalifah Umar, “Ya Amirul Mukminin, saya tidak bisa menerima perlakuan pemuda tersebut terhadap ayah saya. Maka saya meminta keadilan kepadamu dan menuntut hukuman qisas (mati) atasnya.”

Mendengar laporan tersebut, dengan beberapa pertimbangan, maka diputuskan bahwa hukuman qisas dijatuhkan kepada sang pemuda. Sang pemuda pun berkata, “Saya menerima hukuman qisas atas diri saya, namun ijinkan saya pulang terlebih dahulu dalam waktu 3 hari saja untuk melunasi hutang – hutang saya dan berpamitan dengan keluarga saya.” Semua orang yang berada di tempat tersebut berpikir bahwa pemuda ini pasti mengada – ada untuk melarikan diri dari hukuman qisas. Namun tidak demikian dengan khalifah Umar bin Khatab, beliau berkata,” Baiklah kuijinkan kau pulang dalam waktu 3 hari untuk menyelesaikan tanggunganmu, namun aku minta seseorang yang bisa menjadi jaminanmu.” Sang pemuda bingung harus menjaminkan siapa? Karena dia hanyalah seorang musafir yang berkelana seorang diri. Dan orang – orang yang berada di tempat itu juga pasti enggan untuk menjaminkan dirinya.

Dan diluar dugaan semua orang yang ada di situ, majulah sahabat Rasulullah, Abu Dzar Al-Ghifari dengan tenang seraya berkata, “ Aku yang menjadi jaminan atas pemuda ini.” Sontak semua sahabat dan orang yang berada di situ terkaget – kaget dan sangat menyayangkan tindakan Abu Dzar Al-Ghifari seorang sahabat kesayangan Rasulullah yang dengan berani menjaminkan dirinya untuk seorang pemuda yang tidak dikenalnya.

Dengan jaminan dari Abu Dzar Al-Ghifari, maka diijinkanlah pemuda itu untuk pulang ke kampung halamannya selama 3 hari. Bahkan untuk mempermudah perjalanannya, sang pemuda dipinjami seekor kuda. Sang pemuda pun tidak menyia – nyiakan kesempatan yang diberikan, ia memacu kudanya dengan kencang meninggalkan orang – orang disekitarnya.

Satu hari ditunggu, sang pemuda tak kunjung kembali. Hari kedua pun tak nampak tanda – tanda kedatangan sang pemuda. Sampai detik – detik menjelang dijatuhkannya hukuman qisas, sang pemuda yang ditunggu tak kunjung datang. Semua orang mulai khawatir, karena kalau pemuda itu tak datang maka nyawa Abu Dzar Al-Ghifari taruhannya. Detik demi detik berlalu, Abu Dzar Al-Ghifari mulai maju ke tempat dimana hukuman qisas akan dilangsungkan dengan senyum tersungging di wajahnya(di wajahnya tak tampak sedikit pun ketegangan), siap menggantikan sang pemuda untuk diqisas.
Ketika hukuman qisas akan dilangsungkan, dari kejauhan tampak debu bergulung disertai derap langkah kuda yang dipacu dengan kecepatan penuh. Semua orang memandang ke arah gulungan debu tersebut, dan perlahan – lahan mulai terlihatlah sang pemuda yang ditungu – tunggu, dengan sekuat tenaga memacu kudanya agar tidak terlambat sampai di tempat dimana hukuman qisas dijatuhkan atas dirinya. Semua orang bernafas lega, karena Abu Dzar Al-Ghifari tidak jadi diqisas.

Pemuda tersebut dengan terengah – engah, turun dari kudanya sambil berkata, “sekarang saya sudah siap untuk diqisas ya amirul mukminin.” Khalifah Umar bin Khatab terheran – heran sekaligus takjub terhadap sikap sang pemuda, sebelum meng-qisas pemuda tersebut beliau bertanya, “Hai anak muda, apa yang membuatmu kembali kesini untuk menyerahkan nyawamu? Padahal kalau mau, kau bisa saja tidak kembali dan otomatis dirimu akan terbebas dari hukuman qisas ini.” Sang pemuda pun menjawab,”Ya amirul mukminin saya hanya tidak ingin orang – orang mengatakan bahwa tidak ada lagi dari umat Muhammad saw yang menepati janjinya dan saya juga tidak ingin orang – orang mengatakan bahwa tidak ada lagi pemuda dari umat Muhammad saw yang kesatria dan berani mempertanggungjawabkan perbuatannya.” Mendengar jawaban tersebut semua orang yang semula meragukan sang pemuda menjadi kagum terhadapnya. Abu Dzar Al-Ghifari pun tersenyum mendengar jawaban sang pemuda.

Kemudian Khalifah Umar bertanya kepada Abu Dzar, “Ya abu Dzar apa yang menyebabkan dirimu begitu yakin menjaminkan dirimu untuk pemuda ini?” maka Abu Dzar Al-Ghifari menjawab,” Aku hanya tidak ingin orang – orang mengatakan bahwa tidak ada lagi dari umat Muhammad saw yang bersedia berkorban untuk saudaranya yang seiman.” Semakin kagumlah orang – orang yang berada di tempat itu.

Mendengar jawaban sang pemuda dan Abu Dzar Al-Ghifari, anak dari sang kakek yang juga seorang pemuda berkata kepada khalifah Umar bin Khatab, “Ya amirul mukminin saya mencabut tuntutan hukuman qisas terhadap pemuda itu.” Umar bin Khatab pun semakin heran seraya bertanya, “Mengapa engkau mencabut tuntutanmu?”, anak sang kakek menjawab,”Karena saya tidak ingin orang – orang mengatakan bahwa tidak ada lagi dari umat Muhammad saw yang mau memaafkan saudaranya yang seiman.”

Sungguh kisah pemuda – pemuda yang luar biasa, hati saya selalu bergetar setiap mendengar kisah ini diceritakan.

Bagaimana dengan kita, sebagai pemuda/ pemudi apakah kita sudah menjadi seperti mereka? atau bagi para orang tua apakah sudah mempersiapkan putra – putrinya untuk menjadi pemuda/ pemudi sejati harapan bangsa?

Anda mendapat 1 Pesan

Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini

Penting!! Perlu Anda Baca:@ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan@ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap@ Kumpulan Dongeng Anak@ Bukan Berita Biasa@ Trik dan rumus matematika@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah@ Tips dan Trik belajar yang efektif@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus@ Pasang Iklan gratis@ Kumpulan widget gratis@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku@ Seputar Resensi Buku@ Kumpulan tutorial Blog

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.