Aneka Perlengkapan Sholat

Izzah Store menjual aneka Perlengkapan Sholat, seperti Mukena, Sajadah, Sarung, Peci, dll tersedia untuk anak dan dewasa

Aneka Parfum Alrehab

Izzah Store menjual parfum Alrehab original Jeddah Arab Saudi dengan berbagai varian aroma, seperti Soft, Lovely, Dalal, Fruit, Kholiji, Blanc, Sabaya, Aseel, Tooty Musk, dll

Aneka Pelengkapan Sholat untuk Anak

Izzah Store menjual aneka Perlengkapan Sholat, seperti Mukena, Sajadah, Sarung, Peci, dll tersedia untuk anak dan dewasa

Mari Membaca Alquran

Mari kita membaca Alquran, karena di Hari Kiamat nanti Alquran akan memberi syafaat kepada siapa saja yang gemar membacanya apalagi menghafalnya. Bacalah secara tartil dan perlahan-lahan. Jangan lewatkan hari-hari anda tanpa membaca Alquran..

Kumpulan Dongeng Anak

Anda hobi membaca dongeng-dongeng anak, di sini anda akan menemukannya. Mulai dari dongeng si kancil, si belalang, si kerbau, si kambing dan sebagainya. Cobalah dongengkan kepada buah hati anda menjelang tidur agar anak menjadi cerdas dan pandai bertutur.

Kumpulan Cerita Pendek

Anda penggemar Cerita Pendek atau Cerita panjang, di sini disajikan beberapa cerita islami yang sarat dengan pelajaran kehidupan. Cerita yang kadang memberi inspirasi kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Kisah Humor para Sufi

Anda kenal tokoh-tokoh sufi zaman dulu, di sini kami sajikan banyak sekali kisah-kisah lucu dan cerdik tokoh sufi dari Zaman dulu itu. Kisah kocak yang kadang menyindir diri kita yang membacanya.

Kisah Abu Nawas

Anda kenal Abunawas atau Nasrudin Hoja, di sini kami sajikan banyak sekali kisah-kisah lucu dan cerdik tokoh dari Zaman dulu itu. Kisah kocak yang kadang menyindir diri kita yang membacanya.

Cintailah Allah Melebihi Segalanya

Seberapa besar cinta kita kepada Allah, silakan tanya pada diri sendiri. Kita kadang lebih menghargai atasan kita daripada mendahulukan Allah. Sholat kadang ditunda ketika kita diundang oleh boss kita. Sholat kadang ditinggalkan karena asyik nonton Final Sepak Bola di televisi.

Aneka Sirwal dan baju gamis

Izzah Store Menjual aneka Sirwal dan gamis serta Jubah seperti Atasan Pakistan, Jubah Arab, Gamis Yaman, dll Juga Menyediakan baju Koko

Aneka Accessories

Izzah Store Menjual aneka Acessories seperti Sabuk Bonceng Anak, Sepatu Boots, Sorban, Siwak, dll

Aneka Gamis Pakistan dan Jubah Arab

Izzah Store Menjual aneka gamis dan Jubah seperti Atasan Pakistan, Jubah Arab, Gamis Yaman, dll Juga Menyediakan baju Koko

Aneka Sirwal, Celana Pangsi dan Cingkrang

Izzah Store Menjual aneka celana sirwal dan baju pangsi khas Sunda. Ada Sirwal biasa, Sirwal Loreng, Sirwal Boxer, Sirwal 3/4, dll

Keranda Kendaraan Masa Depan

Inilah yang namanya KERANDA yaitu kendaraan istimewa tanpa bensin (karena harganya selalu naik) yang. akan membawa kita ke tempat peristirahatan terakhir. Kendaraan sederhana tanpa AC, tanpa Pemutar Musik, dan akan berjalan dengan digotong kerabat kita.

Mari Mengingat Kematian

Berapapun lamanya kita hidup di dunia suatu saat nanti pasti akan berakhir. Dan akhir dari kehidupan dunia adalah datangnya kematian. Suka atau tidak suka kita akan tetap menemuinya. Oleh karena itu ingatlah selalu akan pemutus kenikmatan dunia yaitu MATI.

Mengenal Bahaya Takabbur

Imam As-Suyuthi mengeluarkan sebuah hadits dengan sanad yang shahih, Allah SWT ber¬firman, "Kesombongan adalah pakaian kebesaran-Ku. Barang siapa mengambil pakaian kebesaran itu dari¬Ku, niscaya Aku binasakan." Apakah engkau melihat ada satu bahaya yang lebih besar dari ini? Seseorang yang menempatkan diri¬nya di atas kesombongan dan berdiam diri serta menganggap perkara ini se¬suatu yang sepele, sesungguhnya ba¬haya yang pertama baginya adalah bah¬wa ia telah mempertunjukkan dirinya un¬tuk melakukan perang terhadap Allah SWT. Apa sebab ia dikatakan telah me¬nabuh genderang peperangan terhadap Allah SWT? Karena perbuatan tersebut merupakan puncak dari permusuhan yang sesungguhnya. Mengapa dikatakan permusuhan? Karena engkau menyatakan sesuatu yang bukan milikmu. Engkau merebut hak Allah SWT di dalam sifat-sifat-Nya, karena hanya milik-Nya-lah segala ben¬tuk kesombongan dan kebesaran. Kata al-kibriya' diambil dari kata akbar, sesuatu yang paling besar. Dia¬lah Yang Mahabesar. Ini beraiti engkau menantang Yang Mahabesar SWT. Di dalam shalat engkau ucapkan, "Allah Mahabesar." Lalu bagaimana mungkin engkau merasa besar dan menyom¬bongkan diri? Sungguh ini sosuatu yang sangat berbahaya. Para ulama mengatakan, sesung¬guhnya Allah SWT memiliki sifat Jala¬liyah (Keagungan), Kamaliyah (Kesem¬purnaan), dan sifat Jamaliyah (Keindah¬an). Dan ibadah kita kepada Allah SWT adalah bahwa di hadapan sifat keagung¬an-Nya kita harus berbuat dengan apa¬apa yang menjadi lawanannya. Allah memiliki sifat kesombongan, apa yang semestinya kita miliki? Yang mesti kita miliki adalah kerendahan hati (at-tawadhu’). Allah memiliki sifat ketinggian dan kemuliaan, apa yang seharusnya kita mi¬liki? Kita semestinya memiliki sifat me¬rendahkan diri dan merasa hina. Allah memiliki sifat Mahakaya, kita semestinya memiliki sifat faqir dan ter¬amat bergantung. Bagi Allah kemaha¬kuasaan, bagi kita adalah kelemahan. Bila Allah SWT memadang kepada¬mu sedangkan engkau berakhlaq de¬ngan akhlaq yang patut dan semestinya untukmu, yakni berakhlaq dengan akh¬laq yang menjadi kebalikan dari sifat-sifat keagungan dan akhlaq-akhlaq ketuhan¬an, niscaya Allah pun akan ridha ke¬padamu. Adapun sifat-sifat kemahaindahan ketuhanan Allah SWT, kita mengikutinya dan berakhlaq dengan sifat-sifat ke¬mahaindahan-Nya tersebut. Allah bersi¬fat Maha Pengasih, jadilah engkau se¬orang pengasih. Allah Maha Dermawan, jadilah engkau seorang dermawan. Allah Mahabijaksana, jadilah engkau seorang yang bijaksana. Sifat-sifat ini keseluruh¬annya adalah sifat-sifat yang disukai Allah untuk ditiru dan diikuti. Di sana terdapat sifat-sifat kesem¬purnaan Allah SWT. Apabila engkau te¬lah dapat mewujudkan kebalikan dari si¬fat-sifat keagungan-Nya, kesombongan dengan kerendahan hati, kebesaran dan kemuliaan dengan kerendahan diri, ke¬mahakayaan dengan kefaqiran dan ter¬amat butuh terhadap Allah SWT, dan engkau pun telah pula mewujudkan sifat¬sifat keindahan Allah SWT dalam dirimu, Allah bersifat Maha Pengasih, engkau menjadi seorang pengasih, Allah Maha Dermawan, engkau menjadi seorang dermawan, Allah Mahabijaksana, eng¬kau menjadi seorang yang bijak... Allah SWT akan bertajalli terhadap dirimu dengan sifat-sifat kemahasempurnaan¬Nya. Engkau lemah, Allah akan memberi¬kan kekuatan kepada-Mu dari kekuatan¬Nya, Allah akan memberikan ketegaran dari kekuatan-Nya. Engkau bodoh, Allah akan memberikan pengetahuan dan hik¬mah dari ilmu dan hikmah-Nya. "Dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." - QS AI-Kahfi (18): 65. Allah SWT memberikan ilmu kepadamu, karena engkau telah melakukan muama¬lah yang baik dengan asma-asma Allah SWT dan sifat-sifat-Nya. Hamba yang sombong adalah sebab dari kerusakan yang terjadi di atas muka bumi ini. Bagaimana mungkin engkau berjalan menuju Allah SWT sedangkan engkau berbuat kerusakan di atas muka bumi, yang Allah amanahkan kepadamu agar engkau menjadi khalifah Allah di atasnya? "Sesungguhnya Aku hendak men¬jadikan khalifah di muka bumi." - QS Al-Baqarah (2): 30. Peliharalah bumi ini, dan jangan me¬rusaknya. Apa maknanya? Sesungguhnya sebagian besar dari segala kesulitan yang ada di muka bumi ini sumbernya adalah dari kesombongan (al-kibr). Segala apa yang engkau lihat dan saksikan dari berbagai pertumpahan darah, perampasan hak orang lain, dan tindakan anarkis, penipuan, suap-me¬nyuap, pencurian, pemutusan silatura¬him, kebencian dan tidak saling menya¬pa, dan sebagainya, awalnya tidak lain adalah tunduknya jiwa terhadap kesom-bongan. Dalam hal ini berarti kita sedang ber¬bicara tentang sesuatu yang berkaitan dengan bagaimana menyelesaikan ber¬bagai masalah yang melingkupi kita di dunia ini. Akan tetapi dari manakah dimulainya jalan keluar dari berbagai masalah yang ada di dunia ini? Jalan keluar dari semua masalah itu sesungguhnya tidaklah dapat dimulai dengan seseorang di antara kita mem¬busungkan dadanya, menghentakkan napasnya, dan memandang bahwa hanya dirinyalah orang shalih yang akan membenahi bumi ini dari kerusakan, se¬kalipun itu dengan nama Islam. Melain¬kan hal itu dimulai dengan kembalinya setiap manusia'kepada hatinya untuk membersihkannya dari segala penyakit yang ada di dalamnya. Mengobati Penyakit Takabbur Ada dua cara mengobati penyakit takabur, yaitu ilmu dan amal. Pertama, ilmu. Yakni hendaklah eng¬kau mengetahui siapa dirimu? Coba ingatlah, renungkanlah, baca, pelajari, dan cari tahu siapa dirimu sesungguh¬nya? Awalmu adalah setetes air mani dan akhirmu adalah bangkai yang kotor dan di antara keduanya itu engkau mem¬bawa kotoran. Apa sesungguhnya dirimu? Dari apa engkau diciptakan? Dan apa kelak akhir dari dirimu? Engkau adalah si lemah yang teramat rapuh hanya oleh lapar dan letih yang menderamu! Imam Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, "Sungguh aku heran terhadap orang yang berlaku sombong padahal ia hanyalah si lemah yang bau tak sedap karena keringatnya, dapat terbunuh bila mencuri, dan tak dapat tidur hanya ka¬rena kuman kecil yang menggerogoti tu¬buhnya." Hakikatnya memang engkau adalah makhluk yang lemah, yang tiada ber¬daya. Akan tetapi kekuatan akan datang kepadamu dengan penyandaranmu ke¬pada Allah SWT. Bila engkau telah memahami per¬kara ini dan kemudian ilmu ini telah ber¬ubah menjadi sesuatu yang mengkristal di dalam dirimu, ia membutuhkan se¬suatu yang lain di sampingnya, yakni obat yang kedua bagi takabur, yaitu amal perbuatan. Maka, cara mengobati penyakit ta¬kabur yang kedua adalah amal perbuat¬an. Dalam hal ini ada dua perkara yang hendaknya dilakukan. Pertama, hauslah akan perbuatan¬perbuatan yang dapat menumbuhkan sifat tawadhu', sifat rendah hati. Untuk berbuat lebih dulu dalam perbuatan-per¬ buatan itu. Setiap kali engkau berjumpa dengan siapa pun, lakukanlah lebih da¬hulu untuk menyapa mereka. Ucapkan¬lah salam kepadanya, dan jabatlah ta¬ngannya, siapa pun orangnya, kecil ataupun begar, teman, atau bahkan musuh. Engkau yang harus terlebih dahulu memulainya. Jangan biarkan bisikan¬hisikan nafsumu mendiktemu. Wahai murid pencari ridha Allah, hati-hatilah! Jangan sampai nafsumu menertawakanmu dan berkata kepada¬mu, "Lakukanlah sesuatu dari sifat ke¬sombongan, karena kesombongan ada¬lah keutamaan!" Tinggalkan bisikan itu. Mulailah terlebih dahulu untuk meng¬ucapkan salam dan berjabat tangan kepada siapo pun yang engkau jumpai. Kedua, bersegeralah untuk melaku¬kan perbuatan-perbuatan yang memiliki keutamaan dan dapat mengalahkan nafsu. Engkau masuk ke dalam masjid, mi¬salnya, dan engkau dapati ada sesuatu yang kotor di dalamnya, ambil dan ber¬sihkanlah. Syaikh Muhammad Mutawalli Asy-Sya'rawi adalah salah seorang pembesar ulama ahli hati. Di waktu-wak¬tu tertentu beliau tidak terlihat di kediam¬annya. Murid-murid beliau pun mencari¬nya ke sana-kemari dan tidak menemu¬kannya. Ternyata beliau sedang berada di dalam WC masjid. Beliau menutup pintu WC dan membersihkan kotoran¬kotorang yang ada di kloset dan sekitar¬nya. Ketika orang-orang dekatnya berta¬nya kepada beliau tentang hal itu, beliau menjawab, "Aku takut terhadap takabur atas diriku... aku takut kalau-kalau aku merasa ujub atas diriku... di saat orang¬-orang memanggilku, `Syaikh Sya’rawi... Syaikh Sya'rawi... ', insan televisi, men¬teri, para pembantu, sanak keluargaku, dan semua kepercayaan orang terha¬dapku. Aku takut semua itu menjadi ru¬sak. Karenanya aku bermaksud meng¬ingatkan diriku dengan sesuatu dari pe¬kerjaanku ini." Itulah sebabnya, engkau akan men¬dapati bahwa, bagi orang yang hatinya telah takluk oleh sifat takabur, sulit bagi¬nya untuk menerima hal semacam ini. Jika engkau katakan kepadanya "Bang¬kitlah dan bersihkan kotoran itu", ia akan berkata, "Apa urusanku dengan kotoran ini? Engkau ingin aku membersihkan¬nya?" Mari kita mengingat riwayat tentang Uwis Al-Qarni - semoga Allah merah-matinya. Suatu hari ia mengumpulkan sisa-sisa makanan dari tempat-tempat sampah, mengaisnya dan membersih¬kannya. Setelah itu makanan-makanan itu ia bagi-bagikan kepada para faqir miskin yang sangat membutuhkan, yang tidak menemukan makanan di hari itu. Dan dalam munajatnya, ia selalu ber¬kata, "Ya Allah, janganlah Engkau adzab diriku karena orang-orang yang tidur da¬lam keadaan lapar dari umat Nabi Muhammad." Dengarlah, wahai saudara-saudara¬ku pengusaha, yang dikaruniai harta yang berlimpah. Beliau yang tiada ber¬harta dan tidak pula memiliki makanan ini telah mengais sisa-sisa makanan dari tempat-tempat sampah, membersihkan¬nya, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang faqir yang membutuhkan dan berkata dalam munajatnya, "Ya Allah, janganlah Engkau adzab diriku karena orang-orang yang tidur dalam ke¬adaan lapar dari umat Nabi Muham¬mad." Suatu hari seekor anjing yang tengah lapar mendekati Uwais Al-Qarni yang tengah mengais sisa-sisa makanan di tempat sampah dan menggonggong di hadapannya karena merasa terganggu terhadap kehadiran Uwis di tempat itu. Uwais pun berkata kepada anjing itu, "Wahai anjing, janganlah engkau me¬nyakitiku, karena aku pun tidak akan me-nyakitimu. Aku hanya mengambil yang layak untukku dan engkau pun meng¬ambil yang layak untukmu. Jika kelak aku dapat melewati shirath dan masuk ke dalam surga, sungguh keadaanku le¬bih baik darimu. Namun jika aku terge¬lincir dari shirath dan jatuh ke dalam ne¬raka, sungguh engkau lebih baik dariku." Benar, di hari Kiamat nanti anjing akan kembali menjadi debu. Dan sese¬orang dari kita - nauzhu billahi min dzalik - bila masuk ke dalam neraka, apa yang dapat berguna baginya? Maka sungguh anjing lebih baik baginya. Kisah ini tidaklah dimaksudkan agar engkau memberi makan orang-orang faqir dari tempat sampah. Sama sekali tidak! Melainkan yang kami inginkan adalah agar sifat takabur yang ada di dalam hati kita keluar dan pergi. Kita hendak mengobati penyakit-penyakit yang ada di dalam hati kita. Hendaklah kita haus untuk melaku¬kan perbuatan-perbuatan itu. Dan di an¬tara perbuatan-perbuatan tersebut ada¬lah berkhidmah kepada para faqir mis¬kin. Carilah anak yatim piatu, orang¬orang faqir, atau mereka yang telah jom¬po. Bantulah untuk mencucikan pakaian mereka atau membantu menuntun me¬reka masuk ke kamar mandi untuk mem-bantu mereka mandi, karena dalam se¬tiap pekerjaan ini terdapat makna meng¬alahkan sifat takabur dalam jiwa. Berat memang terasa bagi nafsu, akan tetapi padanya terdapat pengekangan bagi nafsu dan pendidikan terhadapnya. Bila kedua langkah ini, ilmu dan amal, sudah dilakukan, mengobatinya haruslah disertai dengan kesungguhan doa kepada Allah SWT. Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Hukum dan Syarat Berqurban

Hukum Kurban Mayoritas para ulama berpendapat bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakkadah (sunnah yang ditekankan). Makruh hukumnya untuk tidak melaksanakannya jika mampu. Sebagian ulama lain berpendapat hukumnya sunnah yang wajib atas setiap keluarga, yang mampu melakukannya. Ini berdasar firman Allah : “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berkurbanlah” (Q.S Al-Kautsar : 2) dan sabda rasul : “Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka hendaklah ia mengulangi” (Muttafaq ‘Alaihi). Hukum-hukum yang berkaitan dengan kurban Bagi orang yang berniat untuk berkurban, maka semenjak masuk sepuluh hari pertama Bulan Dzulhijjah, ia dilarang memotong rambut dan kukunya hingga datang waktu berkurban. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Ummu Salamah bahwa Nabi bersabda : “Jika kalian melihat hilal pertanda datangnya Bulan Dzulhijjah, dan kalian ingin untuk berkurban, maka janganlah ia memotong rambut atau kukunya. (H.R Muslim) Dalam sebuah riwayat : “Maka jangan sekali-kali ia mengambil rambut atau memotong kukunya” (H.R Muslim) . Hukum orang yang memotong rambut atau kuku Saat Berkurban Hikmah dilarangnya hal tersebut : Agar kondisi orang yang berkurban masih sempurna belum ada yang terkurangi, untuk kemudian di bebaskan dari api neraka. Ada juga yang mengatakan : Diserupakan dengan orang yang sedang ihram. (Muslim, Syarah Imam Nawawi : 13120) Permasalahan Apa hukum orang yang memotong rambut atau kukunya ? Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menuturkan : “Orang yang berniat menyembelih kurban, hendaklah tidak memotong rambut dan kukunya. Jika dia melakukannya, maka hendaklah ia beristighfar pada Allah dan ia tidak dikenakan fidyah menurut kesepakatan (ulama), baik ia melakukannya karena kesengajaan atau lupa” (Kitab Al-Mughni : 13363) Syarat Hewan Kurban Keselamatannya Hewan kurban yang memenuhi syarat adalah yang tidak cacat. Karena itu tidak sah (untuk dijadikan kurban) : Yang pincang, yang tanduknya patah atau telinganya terpotong, yang sakit, yang kurus yang tidak , Ini berdasarkan sabda nabi : Ada empat kondisi hewan tidak sah untuk dikurbankan : - Yang rusak matanya, - yang sakit, - yang pincang, - yang kurus yang tidak bergajih lagi” (H.R Ahmad 4/284, 281 dan Abu Dawud : 2802) Yang paling utama : Kurban yang paling utama adalah yang mana sifat ini disukai oleh Rasul dan beliau menyembelih dengannya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Anas bahwa nabi berkurban dengan dua ekor kambing …(H.R Bukhari : 5558 dan Muslim : 1966) Al-amlah ditafsirkan dengan yang kulitnya putih bercampur hitam, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim : 1967 bahwa Rasulullah memerintahkan (Al-Hadits : Muslim, Syarah An-Nawawi : 13105) Imam Nawawi berkata bahwa maknanya , perut dan sekitar matanya berwarna hitam, wallahu a’lam. Disunnahkan untuk menggemukkan hewan kurban dan memperbagusnya. Allah berfirman : “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati” (Q.S Al-Hajj 32) Ibnu ‘Abbas berkata : “Mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah yaitu dengan menggemukkan (hewan kurban), (Imam Ath-Thabari: Jami’ al-Bayan : 1715) Semakin mahal, maka semakin utama, jika ia meniatkan untuk mendekatkan diri pada Allah, baik itu membebaskan budak atau hewan kurban, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari bahwa Rasulullah ditanya: membebaskan budak manakah yang lebih utama? Maka beliau menjawab “Yang paling mahal dan berharga menurut pemiliknya” (Al-Bukhari : 2518). Berkata Imam Ibnu Khuzaimah rahimahullah : Setiap yang menakjubkan jika dipandang seseorang, maka pahalanya lebih besar di sisi Allah, jika ia korbankan karena Allah” (Shahih Ibnu Khuzaimah : 14291)

 Promo Parfum alrehab:
Update harga berlaku mulai tanggal 20 Desember 2017:
harga 25,000/botol
harga 1 lusin 250,000/lusin
Beli 2-4 lusin harga 235,000/lusin
Beli 5-9 lusin harga 230,000/lusin
Beli 10-17 lusin harga 220,000/lusin
harga reseller 210,000/lusin (minimal 1 karton)
format order parfum:
ketik di hp anda: Order#nama#alamat#aroma parrfum#kuantitas
contoh:
order#asep#jl kiaracondong Bandung#alrehab Silver#2 lusin
Untuk Order silakan kontak:
SMS 081220936720
WA 083863675383
BBM 24EA28D4

Harga Alrehab Spray:

35 ml @65,000
50 ml @75,000
 Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Keutamaan Dan Hikmah Qurban

Di dalam syariat yang dibawa oleh Rasulullah Saw, perintah dan larangan selalu ada dan terus berjalan kepada setiap hamba selama ruh masih bersama jasadnya. Dan selama itu pula manusia dapat menambah kedekatannya kepada Allah swt dengan melakukan perintah-perintah syariat yang mulia. Baik yang berupa kewajiban maupun yang sunnah. Dan kesunnahan yang dilakukan si hamba inilah yang menjadi bukti keberhasilannya dan keuntungannya dalam kehidupan dunia. Sebab ibadah wajib ibarat modal seseorang, mau tidak mau, suka tidak suka dia harus menjalankannya, sedang amal sunnah itulah keuntungannya. Alangkah ruginya manusia jika di dunia hanya beribadah yang wajib saja atau dengan kata lain setelah bermuamalah dia kembali modal, tidak mendapat keuntungan sedikitpun. Maka ibadah sunnah ini hendaknya kita kejar, kita amalkan, sebab itulah bukti kesetiaan kita dalam mengikuti dan mencintai Rasulullah Saw, beliau saw bersabda (yang artinya): “ Barang siapa menghidupkan sunnahku, maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku, maka kelak akan berkumpul bersamaku di surga “. (HR. As Sijizi dari Anas bin Malik, lihat Al Jami’ush Shoghir) Bahkan dalam hadits qudsi Allah menyatakan bahwa Dia sangat cinta kepada hamba yang suka menjalankan amal-amal sunnah, sehingga manakala Dia telah mencintai hamba tersebut, Dia akan menjaga matanya, pendengarannya, tangan dan kakinya. Semua anggota tubuhnya akan terjaga dari maksiat dan pelanggaran. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori dari Abu Hurairah RA. Dari sekian banyak sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW adalah melakukan qurban, yaitu menyembelih binatang ternak, berupa onta, atau sapi(lembu) atau kambing dengan syarat dan waktu yang tertentu. Bahkan kesunnahan berqurban ini adalah sunnah muakkadah, artinya kesunnahan yang sangat ditekankan dan dianjurkan. Sebagaimana diriwayatkan oleh imam Muslim dalam Shohihnya dari Anas bin Malik, beliau berkata : “ Rasulullah saw berudhiyah (berkurban) dengan dua kambing putih dan bertanduk, beliau menyembelih dengan tangan beliau sendiri yang mulia, beliau mengawali (penyembelihan itu) dengan basmalah kemudian bertakbir …” Tapi hendaknya kita mengetahui bahwa kesunnahan kurban adalah untuk umat Nabi Muhammad saw, sedang bagi beliau justru adalah sebagai kewajiban, ini termasuk sekian banyak kekhususan yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah saw. Pengertian qurban secara terminologi syara' tidak ada perbedaan, yaitu hewan yang khusus disembelih pada saat Hari Raya Qurban ('Idul Al-Adha 10 Dzul Hijjah) dan hari-hari tasyriq (11,12, dan 13 Dzul Hijjah) sebagai upaya untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Dalam Islam qurban disyariatkan pada tahun kedua Hijriah. Saat itu Rasulullah keluar menuju masjid untuk melaksanakan shalat 'Idul Adha dan membaca khutbah `Id. Setelah itu beliau berqurban dua ekor kambing yang bertanduk dan berbulu putih. Tradisi qurban sebetulnya telah menjadi kebiasaan umat-umat terdahulu, hanya saja prosesi dan ketentuannya tidak sama persis dengan yang ada dalam syariat Rasulullah. Allah SWT befirman, "Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu (Muhammad) dalam urusan syariat ini. Dan serulah kepada agama Tuhanmu, sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus" (QS AI-Haj: 67). Bahkan qurban telah menjadi salah satu ritus dalam sejarah pertama manusia. Seperti dikisahkan dengan jelas dalam AI-Quran surah Al-Maidah ayat 27 mengenai prosesi qurban yang dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam AS, qurban diselenggarakan tiada lain sebagai refleksi syukur hamba atas segala nikmat yang dianugerahkan Tuhannya, di samping sebagai upaya taqarrub ke hadirat-Nya. Dalil Qurban dan Keutamaan berkurban Allah SWT berfirman, "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah" (QS Al-Kautsar: 1-2). Mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan shalat di sini adalah shalat hari `Idul Adha, sedangkan yang dimaksud dengan menyembelih adalah menyembelih hewan qurban. Diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi, Ibnu Majah dan al Hakim dari Zaid bin Arqam, bahwsanya Rasulullah saw bersabda (yang artinya): “ Al Udhiyah (binatang kurban), bagi pemiliknya (yang berkurban) akan diberi pahala setiap satu rambut binatang itu satu kebaikan “. Diriwayatkan oleh imam Abul Qasim Al Ashbahani, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah saw bersabda (yang artinya): “ Wahai Fathimah, bangkitlah dan saksikan penyembelihan binatang kurbanmu, sungguh bagimu pada awal tetesan darah binatang itu sebagai pengampunan untuk setiap dosa, ketahuilah kelak dia akan didatangkan (di hari akhirat) dengan daging dan darahnya dan diletakkan diatas timbangan kebaikanmu 70 kali lipat “. Rasulullah saw bersabda (yang artinya): “ Barang siapa berkurban dengan lapang dada (senang hati) dan ikhlas hanya mengharap pahala dari Allah, maka dia akan dihijab dari neraka (berkat udhiyahnya) “. (HR. Ath Thabarani dari Al Husein bin Ali) Dalil dari hadits, dari Siti Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), 'Tiada amal anak-cucu Adam pada waktu Hari Raya Qurban yang lebih disukai Allah daripada mengalirkan darah (berqurban). Dan bahwasanya darah qurban itu sudah mendapat tempat yang mulia di sisi Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka laksanakan qurban itu dengan penuh ketulusan hati." (HR. At Tirmidzi) Dari Anas RA, ia berkata, "Nabi SAW mengurbankan dua ekor kambing yang putih-putih dan bertanduk. Keduanya disembelih dengan kedua tangan beliau yang mulia setelah dibacakan bismillah dan takbir, dan beliau meletakkan kakinya yang berbarakah di atas kedua kambing tersebut:' (HR Muslim). Rasulullah SAW bersabda tentang keutamaan qurban bahwasanya qurban itu akan menyelamatkan pemiliknya dari kejelekan dunia dan akhirat. Beliau juga bersabda (yang artinya), "Barang siapa telah melaksanakan qurban, setelah orang itu keluar dari kubur nanti, ia akan menemukan qurbannya berdiri di atas kuburannya, rambut qurban itu terdiri dari belahan emas, matanya dari yaqut, kedua tanduknya dari emas pula. Lalu ia terheran-heran dan bertanya, 'Siapa kamu ini? Aku belum pernah melihat sesuatu seindah kamu.' Hewan itu menjawab, "Aku adalah qurbanmu yang engkau persembahkan di dunia sekarang. Naiklah ke alas punggungku". Kemudian ia naik dan berangkatlah mereka sampai naungan Arasy, di langit yang ketujuh" Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), "Perbesarlah qurban-qurban kalian, sebab qurban itu akan menjadi kendaraan-kendaraan dalam melewati jembatan AshShirat menuju surga" (HR Ibnu Rif'ah). Dalam satu riwayat disebutkan, Nabi Dawud AS pernah bertanya kepada Allah SWT tentang pahala qurban yang diperoleh umat Nabi Muhammad SAW. Allah SWT menjawab, "Pahalanya adalah, Aku akan memberikan sepuluh kebajikan dari setiap satu helai rambut qurban itu, akan melebur sepuluh kejelekan, dan akan mengangkat derajat mereka sebanyak sepuluh derajat. Tahukah engkau, wahai Daud, bahwa qurban-qurban itu adalah kendaraankendaraan bagi mereka di hari kiamat nanti, dan qurban-qurban itu pula yang menjadi penebus kesalahan-kesalahan mereka." Sayyidina Ali RA berkata, "Apabila seorang hamba telah berqurban, setiap tetesan darah qurban itu akan menjadi penebus dosanya di dunia dan setiap rambut dari qurban itu tercatat sebagai satu kebajikan baginya". Hikmah yang bisa kita ambil dari qurban adalah: Pertama, untuk mengenang nikmat-nikmat yang diberikan Allah kepada Nabi Ibrahim dengan digagalkannya penyembelihan putranya, Ismail AS, yang ditebus dengan seekor kambing dari surga. Kedua, untuk membagi-bagikan rizqi yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia saat Hari Raya 'Idul Adha, yang memang menjadi hari membahagiakan bagi umat Islam, agar yang miskin juga merasakan kegembiraan seperti yang lainnya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Nabi Muhammad Saw (artinya): "Hari Raya Qurban adalah hari untuk makan, minum dan dzikir kepada Allah" (HR. Muslim) Ketiga, untuk memperbanyak rizqi bagi orang yang berqurban, karena setiap hamba yang menafkahkan hartanya di jalan Allah akan mendapatkan balasan berlipat ganda. Kisah Sayyiduna Abdullah bin Abdul Mutthalib Dalam Islam, qurban tidak sekadar memiliki dimensi religius, yang menghu bungkan makhluk dengan Allah, Pencipta alam semesta. Qurban bukan sekadar ritus penyembelihan binatang dan aktivitas membagikan daging hewan kepada mereka yang tidak mampu. la pun memiliki dimensi sosial. Qurban juga memiliki akar sejarah yang demikian kuat dan memiliki posisi vital di tengah-tengah masyarakat. Berhubungan dengan sejarah qurban seperti yang umum diketahui oleh umat Islam tentang awalnya syariat qurban diturunkan, ada satu kisah yang menarik dari Rasulullah sehingga beliau menyatakan dirinya sebagai anak dua sembelihan. Kisahnya ketika Abdullah bin Abdul Muthalib belum dilahirkan. Ayahnya, Abdul Muthalib, pernah bernazar bahwa, jika anaknya laki-laki sudah berjumlah sepuluh orang, salah seorang di antara mereka akan dijadikan qurban. Setelah istri Abdul Muthalib melahirkan lagi anak laki-laki, genaplah anak laki-lakinya sepuluh orang. Anak laki-laki yang kesepuluh itu tidaklah diberi nama dengan nama-nama yang biasa, tapi diberi nama dengan nama yang arti dan maksudnya berlainan sekali, yaitu dengan nama "Abdullah", yang artinya "hamba Allah". Selanjutnya setelah Abdullah berumur beberapa tahun, ayahnya, Abdul Muthalib, belum juga menyempurnakan nazarnya. Pada suatu hari dia mendapat tanda-tanda yang tidak tersangkasangka datangnya yang menyuruhnya supaya menyempurnakan nazarnya. Oleh sebab itu bulatlah keinginannya agar salah seorang di antara anak laki-lakinya dijadikan qurban dengan cara disembelih. Sebelum pengurbanan itu dilaksanakan, dia lebih dulu mengumpulkan semua anak laki-lakinya dan mengadakan undian. Pada saat itu undian jatuh pada diri Abdullah, padahal Abdullah adalah anak yang paling muda, yang paling bagus wajahnya dan yang paling disayangi dan dicintai. Tetapi apa boleh buat, kenyataannya undian jatuh padanya, dan itu harus dilaksanakan. Seketika tersiar kabar di seluruh kota Makkah bahwa Abdul Mutthalib hendak mengurbankan anaknya yang paling muda. Maka datanglah seorang kepala agama, penjaga Ka'bah, menemui Abdul Mutthalib, untuk menghalang-halangi apa yang akan diperbuat Abdul Mutthalib. Kepala agama itu memperingatkan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut. Jika hal itu sampai dilaksanakan, sudah tentu kelak akan dicontoh oleh orang banyak, karena Abdul Muthalib adalah seorang wali negeri pada masa itu dan dia mempunyai pengaruh yang sangat besar di kota Makkah. Oleh sebab itu, apa yang akan dilakukannya tentu akan jadi panutan bagi warga lain. Si pemuka agama ini mengusulkan agar nazar tersebut diganti saja dengan menyembelih seratus ekor unta. Berhubung kepala agama penjaga Masjidil Haram telah memperkenankan bahwa nazar Abdul Muthalib cukup ditebus dengan seratus ekor unta, disembelihlah oleh Abdul Muthallib seratus ekor unta di muka Ka'bah. Dengan demikian Abdullah urung jadi qurban. Karena peristiwa itu pada waktu Nabi SAW telah beberapa tahun lamanya menjadi utusan Allah, Rasulullah pernah bersabda (yang artinya), "Aku anak laki-laki dari dua orang yang disembelih." Maksud Rasulullah, beliau adalah keturunan dari Nabi Ismail AS, yang juga akan disembelih tapi lalu diganti Allah dengan kibas, dan anak Abdullah, yang juga akan disembelih tapi kemudian diganti dengan seratus ekor unta. Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Tata Cara Penyembelihan Hewan Qurban

Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum dan adab seputar penyembelihan hewan, baik itu qurban ataupun yang lain. I. Hewan sembelihan dinyatakan sah dan halal dimakan bila terpenuhi syarat-syarat berikut: a. Membaca basmalah tatkala hendak menyembelih hewan. Dan ini merupakan syarat yang tidak bisa gugur baik karena sengaja, lupa, ataupun jahil (tidak tahu). Bila dia sengaja atau lupa atau tidak tahu sehingga tidak membaca basmalah ketika menyembelih, maka dianggap tidak sah dan hewan tersebut haram dimakan. Ini adalah pendapat yang rajih dari perbedaan pendapat yang ada. Dasarnya adalah keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.” (Al-An’am: 121) Syarat ini juga berlaku pada penyembelihan hewan qurban. Dasarnya adalah hadits Anas radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari (no. 5565) dan Muslim (no. 1966), bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua kambing kibasy yang berwarna putih bercampur hitam lagi bertanduk: “Beliau membaca basmalah dan bertakbir.” b. Yang menyembelih adalah orang yang berakal. Adapun orang gila tidak sah sembelihannya walaupun membaca basmalah, sebab tidak ada niat dan kehendak pada dirinya, dan dia termasuk yang diangkat pena takdir darinya. c. Yang menyembelih harus muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nasrani). Untuk muslim, permasalahannya sudah jelas. Adapun ahli kitab, dasarnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu.” (Al-Ma`idah: 5) Dan yang dimaksud ‘makanan’ ahli kitab dalam ayat ini adalah sembelihan mereka, sebagaimana penafsiran sebagian salaf. Pendapat yang rajih menurut mayoritas ulama, sembelihan ahli kitab dipersyaratkan harus sesuai dengan tata cara Islam. Sebagian ulama menyatakan, terkhusus hewan qurban, tidak boleh disembelih oleh ahli kitab atau diwakilkan kepada ahli kitab. Sebab qurban adalah amalan ibadah untuk taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka tidak sah kecuali dilakukan oleh seorang muslim. Wallahu a’lam. d. Terpancarnya darah Dan ini akan terwujud dengan dua ketentuan: 1. Alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Tidak boleh dari kuku, tulang, atau gigi. Disyariatkan untuk mengasahnya terlebih dahulu sebelum menyembelih. Diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Segala sesuatu yang memancarkan darah dan disebut nama Allah padanya maka makanlah. Tidak boleh dari gigi dan kuku. Adapun gigi, itu adalah tulang. Adapun kuku adalah pisau (alat menyembelih) orang Habasyah.” (HR. Al-Bukhari no. 5498 dan Muslim no. 1968) Juga perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika hendak menyembelih hewan qurban: “Wahai ‘Aisyah, ambilkanlah alat sembelih.” Kemudian beliau berkata lagi: “Asahlah alat itu dengan batu.” (HR. Muslim no. 1967) 2. Dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut. Faedah Pada bagian leher hewan ada 4 hal: 1-2. Al-Wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan 3. Al-Hulqum yaitu tempat pernafasan. 4. Al-Mari`, yaitu tempat makanan dan minuman. Rincian hukumnya terkait dengan penyembelihan adalah: - Bila terputus semua maka itu lebih afdhal. - Bila terputus al-wadjan dan al-hulqum maka sah. - Bila terputus al-wadjan dan al-mari` maka sah. - Bila terputus al-wadjan saja maka sah. - Bila terputus al-hulqum dan al-mari`, terjadi perbedaan pendapat. Yang rajih adalah tidak sah. - Bila terputus al-hulqum saja maka tidak sah. - Bila terputus al-mari` saja maka tidak sah. - Bila terputus salah satu dari al-wadjan saja, maka tidak sah. (Syarh Bulugh, 6/52-53) II. Merebahkan hewan tersebut dan meletakkan kaki pada rusuk lehernya, agar hewan tersebut tidak meronta hebat dan juga lebih menenangkannya, serta mempermudah penyembelihan. Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, tentang tata cara penyembelihan yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Dan beliau meletakkan kakinya pada rusuk kedua kambing tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966) Juga hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Lalu beliau rebahkan kambing tersebut kemudian menyembelihnya.” III. Disunnahkan bertakbir ketika hendak menyembelih qurban, sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas radhiyallahu ‘anhu di atas, dan diucapkan setelah basmalah. IV. Bila dia mengucapkan: “Dengan nama-Mu ya Allah, aku menyembelih”, maka sah, karena sama dengan basmalah. V. Bila dia menyebut nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala selain Allah, maka hukumnya dirinci. a. Bila nama tersebut khusus bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak boleh untuk makhluk, seperti Ar-Rahman, Al-Hayyul Qayyum, Al-Khaliq, Ar-Razzaq, maka sah. b. Bila nama tersebut juga bisa dipakai oleh makhluk, seperti Al-‘Aziz, Ar-Rahim, Ar-Ra`uf, maka tidak sah. VI. Tidak disyariatkan bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyembelih, sebab tidak ada perintah dan contohnya dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabatnya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/408) VII. Berwudhu sebelum menyembelih qurban adalah kebid’ahan, sebab tidak ada contohnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan salaf. Namun bila hal tersebut terjadi, maka sembelihannya sah dan halal dimakan, selama terpenuhi ketentuan-ketentuan di atas. VIII. Diperbolehkan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar sembelihannya diterima oleh-Nya. Sebagaimana tindakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berdoa: “Ya Allah, terimalah (sembelihan ini) dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.” (HR. Muslim no. 1967, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha) IX. Tidak diperbolehkan melafadzkan niat, sebab tempatnya di dalam hati menurut kesepakatan ulama. Namun dia boleh mengucapkan: “Ya Allah, sembelihan ini dari Fulan.” Dan ucapan tersebut tidak termasuk melafadzkan niat. X. Yang afdhal adalah men-dzabh (menyembelih) sapi dan kambing. Adapun unta maka yang afdhal adalah dengan nahr, yaitu disembelih dalam keadaan berdiri dan terikat tangan unta yang sebelah kiri, lalu ditusuk di bagian wahdah antara pangkal leher dan dada. Diriwayatkan dari Ziyad bin Jubair, dia berkata: Saya pernah melihat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mendatangi seseorang yang menambatkan untanya untuk disembelih dalam keadaan menderum. Beliau radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Bangkitkan untamu dalam keadaan berdiri dan terikat, (ini) adalah Sunnah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al-Bukhari no. 1713 dan Muslim no. 1320/358) Bila terjadi sebaliknya, yakni me-nahr kambing dan sapi serta men-dzabh unta, maka sah dan halal dimakan menurut pendapat jumhur. Sebab tidak keluar dari tempat penyembelihannya. XI. Tidak disyaratkan menghadapkan hewan ke kiblat, sebab haditsnya mengandung kelemahan. Dalam sanadnya ada perawi yang bernama Abu ‘Ayyasy Al-Mu’afiri, dia majhul. Haditsnya diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2795) dan Ibnu Majah (no. 3121). XII. Termasuk kebid’ahan adalah melumuri jidat dengan darah hewan qurban setelah selesai penyembelihan, karena tidak ada contohnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para salaf. (Fatwa Al-Lajnah, 11/432-433, no. fatwa 6667) Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Hukum-hukum Seputar Qurban

Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum secara umum yang terkait dengan hewan qurban, untuk melengkapi pembahasan sebelumnya: 1) Menurut pendapat yang rajih, hewan qurban dinyatakan resmi (ta’yin) sebagai أُضْحِيَّةٌ dengan dua hal: a. dengan ucapan: هَذِهِ أُضْحِيَّةٌ (Hewan ini adalah hewan qurban) b. dengan tindakan, dan ini dengan dua cara: 1. Taqlid yaitu diikatnya sandal/sepatu hewan, potongan-potongan qirbah (tempat air yang menggantung), pakaian lusuh dan yang semisalnya pada leher hewan. Ini berlaku untuk unta, sapi dan kambing. 2. Isy’ar yaitu disobeknya punuk unta/sapi sehingga darahnya mengalir pada rambutnya. Ini hanya berlaku untuk unta dan sapi saja. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: فَتَلْتُ قَلاَئِدَ بُدْنِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ أَشْعَرَهَا وَقَلَّدَهَا “Aku memintal ikatan-ikatan unta-unta Rasulullah dengan kedua tanganku. Lalu beliau isy’ar dan men-taqlid-nya.” (HR. Al-Bukhari no. 1699 dan Muslim no. 1321/362) Kedua tindakan ini khusus pada hewan hadyu, sedangkan qurban cukup dengan ucapan. Adapun semata-mata membelinya atau hanya meniatkan tanpa adanya lafadz, maka belum dinyatakan (ta’yin) sebagai hewan qurban. Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum bila hewan tersebut telah di-ta’yin sebagai hewan qurban: 2) Diperbolehkan menunggangi hewan tersebut bila diperlukan atau tanpa keperluan, selama tidak memudaratkannya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seseorang menuntun unta (qurban/hadyu) maka beliau bersabda: ارْكَبْهَا “Tunggangi unta itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1689 dan Muslim no. 1322/3717) Juga datang dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu (Al-Bukhari no. 1690 dan Muslim no. 1323) dan Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma (HR. Muslim no. 1324). Lafadz hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu sebagai berikut: ارْكَبْهَا بِالْمَعْرُوْفِ إِذَا أُلْجِئْتَ إِلَيْهَا حَتَّى تَجِدَ ظَهْرًا “Naikilah unta itu dengan cara yang baik bila engkau membutuhkannya hingga engkau mendapatkan tunggangan (lain).” 3) Diperbolehkan mengambil kemanfaatan dari hewan tersebut sebelum/setelah disembelih selain menungganginya, seperti: a. mencukur bulu hewan tersebut, bila hal tersebut lebih bermanfaat bagi sang hewan. Misal: bulunya terlalu tebal atau di badannya ada luka. b. Meminum susunya, dengan ketentuan tidak memudaratkan hewan tersebut dan susu itu kelebihan dari kebutuhan anak sang hewan. c. Memanfaatkan segala sesuatu yang ada di badan sang hewan, seperti tali kekang dan pelana. d. Memanfaatkan kulitnya untuk alas duduk atau alas shalat setelah disamak. Dan berbagai sisi kemanfaatan yang lainnya. Dasarnya adalah keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌ “Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya.” (Al-Hajj: 36) 4) Tidak diperbolehkan menjual hewan tersebut atau menghibahkannya kecuali bila ingin menggantinya dengan hewan yang lebih baik. Begitu pula tidak boleh menyedekahkannya kecuali setelah disembelih pada waktunya, lalu menyedekahkan dagingnya. 5) Tidak diperbolehkan menjual kulit hewan tersebut atau apapun yang ada padanya, namun untuk dishadaqahkan atau dimanfaatkan. 6) Tidak diperbolehkan memberikan upah dari hewan tersebut apapun bentuknya kepada tukang sembelih. Namun bila diberi dalam bentuk uang atau sebagian dari hewan tersebut sebagai shadaqah atau hadiah bukan sebagai upah, maka diperbolehkan. Dalil dari beberapa perkara di atas adalah hadits Ali bin Abi Tahlib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: أَمَرَنِي رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُوْمَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أُقَسِّمَ لُحُوْمَهَا وَجُلُوْدَهَا وَجِلاَلَهَا عَلَى الْمَسَاكِيْنِ وَلاَ أُعْطِي فِي جَزَارَتِهَا شَيْئًا مِنْهَا “Nabi memerintahkan aku untuk menangani (penyembelihan) unta-untanya, membagikan dagingnya, kulit, dan perangkatnya kepada orang-orang miskin dan tidak memberikan sesuatu pun darinya sebagai (upah) penyembelihannya.” (HR. Al-Bukhari no. 1717 dan 1317) 7) Bila terjadi cacat pada hewan tersebut setelah di-ta’yin (diresmikan sebagai hewan qurban) maka dirinci: - Bila cacatnya membuat hewan tersebut tidak sah, maka disembelih sebagai shadaqah bukan sebagai qurban yang syar’i. - Bila cacatnya ringan maka tidak ada masalah. - Bila cacatnya terjadi akibat (perbuatan) sang pemilik maka dia harus mengganti yang semisal atau yang lebih baik - Bila cacatnya bukan karena kesalahan sang pemilik, maka tidak ada kewajiban mengganti, sebab hukum asal berqurban adalah sunnah. 8) Bila hewan tersebut hilang atau lari dan tidak ditemukan, atau dicuri, maka tidak ada kewajiban apa-apa atas sang pemilik. Kecuali bila hal itu terjadi karena kesalahannya maka dia harus menggantinya. 9) Bila hewan yang lari atau yang hilang tersebut ditemukan, padahal sang pemilik sudah membeli gantinya dan menyembelihnya, maka cukup bagi dia hewan ganti tersebut sebagi qurban. Sedangkan hewan yang ketemu tersebut tidak boleh dijual namun disembelih, sebab hewan tersebut telah di-ta’yin. 10) Bila hewan tersebut mengandung janin, maka cukup bagi dia menyembelih ibunya untuk menghalalkannya dan janinnya. Namun bila hewan tersebut telah melahirkan sebelum disembelih, maka dia sembelih ibu dan janinnya sebagai qurban. Dalilnya adalah hadits: ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ “Sembelihan janin (cukup) dengan sembelihan ibunya.” Hadits ini datang dari banyak sahabat, lihat perinciannya dalam Irwa`ul Ghalil (8/172, no. 2539) dan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menshahihkannya. 11) Adapun bila hewan tersebut belum di-ta’yin maka diperbolehkan baginya untuk menjualnya, menghibahkannya, menyedekahkannya, atau menyembelihnya untuk diambil daging dan lainnya, layaknya hewan biasa. Wallahu a’lam bish-shawab. Hukum-hukum dan Adab-adab Yang Terkait dengan Orang yang Berqurban 1. Syariat berqurban adalah umum, mencakup lelaki, wanita, yang telah berkeluarga, lajang dari kalangan kaum muslimin, karena dalil-dalil yang ada adalah umum. 2. Diperbolehkan berqurban dari harta anak yatim bila secara kebiasaan mereka menghendakinya. Artinya, bila tidak disembelihkan qurban, mereka akan bersedih tidak bisa makan daging qurban sebagaimana anak-anak sebayanya. (Asy-Syarhul Mumti’, 3/427) 3. Diperbolehkan bagi seseorang berhutang untuk berqurban bila dia mampu untuk membayarnya. Sebab berqurban adalah sunnah dan upaya menghidupkan syi’ar Islam. (Syarh Bulugh, 6/84, bagian catatan kaki) Al-Lajnah Ad-Da`imah juga mempunyai fatwa tentang diperbolehkannya menyembelih qurban walaupun belum dibayar harganya. (Fatawa Al-Lajnah, 11/411 no. fatwa 11698) 4. Dipersyaratkan hewan tersebut adalah miliknya dengan cara membeli atau yang lainnya. Adapun bila hewan tersebut hasil curian atau ghashab lalu dia sembelih sebagai qurbannya, maka tidak sah. إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إلاَّ طَيِّبًا “Sesungguhnya Allah itu Dzat yang baik tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim no. 1015 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu) Begitu pula bila dia menyembelih hewan orang lain untuk dirinya, seperti hewan gadaian, maka tidak sah. 5. Bila dia mati setelah men-ta’yin hewan qurbannya, maka hewan tersebut tidak boleh dijual untuk menutupi hutangnya. Namun hewan tersebut tetap disembelih oleh ahli warisnya. 6. Disunnahkan baginya untuk menyembelih qurban dengan tangannya sendiri dan diperbolehkan bagi dia untuk mewakilkannya. Keduanya pernah dikerjakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits: ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ “Rasulullah menyembelih kedua (kambing tersebut) dengan tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 5565 dan Muslim no. 1966) Juga hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang telah lewat, di mana beliau diperintah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menangani unta-untanya. 7. Disyariatkan bagi orang yang berqurban bila telah masuk bulan Dzulhijjah untuk tidak mengambil rambut dan kukunya hingga hewan qurbannya disembelih. Diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلاَ يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّيَ “Apabila telah masuk 10 hari pertama (Dzulhijjah) dan salah seorang kalian hendak berqurban, maka janganlah dia mengambil rambut dan kukunya sedikitpun hingga dia menyembelih qurbannya.” (HR. Muslim no. 1977) Dalam lafadz lain: وَلاَ بَشَرَتِهِ “Tidak pula kulitnya.” Larangan dalam hadits ini ditujukan kepada pihak yang berqurban, bukan pada hewannya. Sebab mengambil bulu hewan tersebut untuk kemanfaatannya diperbolehkan sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Juga, dhamir (kata ganti) هِ pada hadits di atas kembali kepada orang yang hendak berqurban. Larangan dalam hadits ini ditujukan khusus untuk orang yang berqurban. Adapun keluarganya atau pihak yang disertakan, tidak mengapa mengambil kulit, rambut dan kukunya. Sebab, yang disebut dalam hadits ini adalah yang berqurban saja. - Bila dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya sebelum hewannya disembelih, maka qurbannya sah, namun berdosa bila dia lakukan dengan sengaja. Tetapi bila dia lupa atau tidak sengaja maka tidak mengapa. - Bila dia baru mampu berqurban di pertengahan 10 hari pertama Dzulhijjah, maka keharaman ini berlaku saat dia niat dan ta’yin qurbannya. - Orang yang mewakili penyembelihan hewan qurban orang lain, tidak terkena larangan di atas. - Larangan di atas dikecualikan bila terjadi sesuatu yang mengharuskan dia mengambil kulit, kuku, atau rambutnya. Wallahu a’lam bish-shawab. 8. Disyariatkan untuk memakan sebagian dari hewan qurban tersebut. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: فَكُلُوا مِنْهَا “Maka makanlah sebagian darinya.” (Al-Hajj: 28) Juga tindakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memakan sebagian dari hewan qurbannya. 9. Diperbolehkan menyimpan daging qurban tersebut walau lebih dari tiga hari. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنِ ادِّخَارِ لُحُوْمِ اْلأَضَاحِي فَوْقَ ثَلاَثٍ، فَأَمْسِكُوا مَا بَدَا لَكُمْ “Dahulu aku melarang kalian menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. (Sekarang) tahanlah (simpanlah) semau kalian.” (HR. Muslim no. 1977 dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu) 10. Disyariatkan untuk menyedekahkan sebagian dari hewan tersebut kepada fakir miskin. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيْرَ “Berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj: 28) Juga firman-Nya: وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ “Beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (Al-Hajj: 36) Yang dimaksud dengan الْبَائِسَ الْفَقِيْرَ adalah orang faqir yang menjaga kehormatan dirinya tidak mengemis padahal dia sangat butuh. Demikian penjelasan Ikrimah dan Mujahid. Adapun yang dimaksud dengan الْقَانِعَ adalah orang yang meminta-minta daging qurban. Sedangkan الْمُعْتَرَّ adalah orang yang tidak meminta-minta daging, namun dia mengharapkannya. Demikian penjelasan Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu. 11. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kaya sebagai hadiah untuk menumbuhkan rasa kasih sayang di kalangan muslimin. 12. Diperbolehkan memberikan sebagian dagingnya kepada orang kafir sebagai hadiah dan upaya melembutkan hati. Sebab qurban adalah seperti shadaqah sunnah yang dapat diberikan kepada orang kafir. Adapun shadaqah wajib seperti zakat, maka tidak boleh diberikan kepada orang kafir. Dan yang dimaksud dengan kafir disini adalah selain kafir harbi. Al-Lajnah Ad-Da`imah mengeluarkan fatwa tentang hal ini (11/424-425, no. 1997). 13. Diperbolehkan membagikan daging qurban dalam keadaan mentah ataupun masak. Diperbolehkan pula mematahkan tulang hewan tersebut. Demikian beberapa hukum dan adab terkait dengan qurban yang dapat dipaparkan pada lembar majalah ini, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish-shawab http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=577 Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Fenomena Tawuran antar Pelajar

Semakin hari, tawuran pelajar tak semakin berkurang. Bahkan, menjelang akhir tahun, berita tawuran hampir setiap hari menghiasi media massa. Kapankah tawuran akan berkesudahan? Data Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Data Komnas PA merilis jumlah tawuran pelajar tahun ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Tak berbeda jauh, data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, pengaduan kekerasan kepada anak sebanyak 107 kasus, dengan bentuk kekerasan seperti kekerasan fisik, kekerasan psikis, pembunuhan, dan penganiayaan. Banyak sekali alasan yang bisa menjadikan tawuran antar-pelajar terjadi. Pelajar sering kali tawuran hanya karena masalah sepele, seperti saling ejek, berpapasan di bus, pentas seni, atau pertandingan sepak bola. Bahkan, yang baru terjadi awal bulan ini, tawuran dipicu saling ejek di Facebook, yang kemudian sampai menyebabkan nyawa seorang pelajar melayang. Padahal, jejaring sosial, kan, hanya untuk having fun, bukan untuk menjadi pemicu tawuran. Selain alasan-alasan yang spontan, ada juga tawuran antar-pelajar yang sudah menjadi tradisi. Dari jajak pendapat Kompas pada bulan Oktober, dengan responden di 12 kota di Indonesia, diketahui sebanyak 17,5 persen responden mengakui bahwa saat dia bersekolah SMA, sekolahnya pernah terlibat tawuran antar-pelajar. Tidak sedikit pula responden atau keluarga responden yang mengaku pada masa bersekolah terlibat tawuran atau perkelahian massal pelajar. Jumlahnya mencapai 6,6 persen atau sekitar 29 responden. Di antara pelajar laki-laki, tawuran seperti sudah menjadi tradisi yang harus dilakukan. Kalau enggak tawuran, enggak jantan, enggak keren, enggak mengikuti perkembangan zaman, atau banyak lagi anggapan lain. Fenomena basis Dosen Psikologi Universitas Indonesia, Winarini Wilman, dalam diskusi bersama Litbang Kompas, bulan lalu, mengatakan, fenomena tawuran pelajar di Jakarta sudah terjadi selama puluhan tahun. Dari kacamata psikologis, ujar Winarini, tawuran merupakan perilaku kelompok. Ada sejarah, tradisi, dan cap yang lama melekat pada satu sekolah yang lalu terindoktrinasi dari siswa senior kepada yuniornya. Tawuran lebih sering terjadi di jalanan, jauh dari sekolah. Tawuran juga sering kali terjadi di titik yang sama dan waktu yang sama. Aparat keamanan pun sering berjaga di titik tersebut, tetapi siswa yang hendak tawuran selalu bisa mencari cara untuk tetap tawuran. Dalam penelitian untuk disertasi berjudul ”Student Involvement in Tawuran: A Social-psychological Interpretation of Intergroup Fighting among Male High School Students in Jakarta”, tahun 1996-1997, Winarini menemukan adanya fenomena barisan siswa (basis) yang terdiri atas 10-40 siswa. Mereka bersama-sama pergi dan pulang sekolah naik bus umum. Basis itu terbentuk berdasarkan keyakinan bahwa mereka akan diserang oleh sekolah musuh bebuyutan mereka (Kompas, 26/11). Menghilangkan tawuran Untuk menghilangkan tawuran antar-pelajar yang sudah mengakar, tentu dibutuhkan usaha keras. Banyak usulan yang dilontarkan untuk mengurangi tawuran antar-pelajar. Beberapa di antaranya memindahkan sekolah, memotong generasi di sekolah, atau memotong mata rantai tradisi tawuran. Salah satu upaya mengurangi tawuran yang juga pernah dilakukan adalah memindahkan letak sekolah karena diduga lingkungan sekolah yang terlalu ramai di tengah kota mengakibatkan tekanan mental lebih berat bagi siswa. Pada periode 1980-an, SMA 7 Gambir, Jakarta, terlibat konflik dengan STM Boedi Oetomo Pejambon. Kemudian, pada awal tahun 1990-an, SMA 7 dipindahkan ke wilayah Karet Pejompongan untuk memutus tawuran dengan STM Boedi Oetomo. Ketua KPAI Maria Ulfah Anshor mengungkapkan, tradisi tawuran bisa diputus dengan menanamkan nilai-nilai kepada anak-anak di rumah. ”Keluarga mempunyai peranan penting untuk menanamkan nilai menghargai perbedaan, yang nyata dalam kehidupan dan tidak bisa dihindari. Nah, bagaimana menghargai perbedaan itu menjadi sesuatu yang positif,” kata Maria Ulfah. Untuk itulah, ketika melakukan mediasi antara SMA 6 dan SMA 70 Jakarta, KPAI juga mengundang pihak orangtua. ”Sistem pendidikan kita seharusnya juga ikut mendukung itu. Dulu ada pelajaran budi pekerti, tetapi kurikulum menghilangkannya dengan alasan sudah terintegrasi dengan pelajaran lain. Padahal, kenyataannya, nilai-nilai dari budi pekerti itu memang tidak diajarkan, hilang begitu saja,” ujarnya. Maria Ulfah juga mengusulkan memotong mata rantai pemicu tawuran. Terkadang kita tidak tahu apa yang menjadi penyebab tawuran, yang kemudian mengakar sampai ke generasi berikutnya. Nah, kata Maria Ulfah, mengapa tidak mengubah paradigma tawuran, permusuhan antar-pelajar tak perlu disikapi dengan perlawanan. ”Harus diputus tradisi senior yang memanas-manasi yuniornya supaya terlibat tawuran. Ada baiknya pula menghidupkan kembali pertandingan persahabatan antarsekolah. Kalau zaman dulu pertandingan olahraga bisa mempererat hubungan antarpelajar, kenapa sekarang tidak?” ungkapnya. Harapan KPAI tentu menjadi harapan kita semua. Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Keutamaan Menginfakkan Harta

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata bahwa seseorang telah bertanya kepada Nabi saw., "Ya Rasulullah, sedekah yang bagaimanakah yang paling besar pahalanya?" Rasulullah saw. bersabda, "Bersedekah pada waktu sehat, tamak kepada harta, takut miskin, dan sedang berangan-angan menjadi orang yang kaya. Janganlah kamu memperlambatnya sehingga maut tiba, lain kamu berkata, 'Harta untuk Si Fulan sekian, dan untuk Si Fulan sekian, padahal harta itu telah menjadi milik Si Fulan (ahli waris)." (H.r. Bukhari, Muslim-Misykat). Keterangan: "Telah menjadi milik Si Fulan (ahli waris)" maksudnya adalah bahwa harta tersebut sudah termasuk dalam hak-hak ahli waris. Oleh karena itu, wasiat seseorang ketika meninggal dunia boleh dilaksanakan hanya sepertiga dari hartanya. Dan sedekah pada waktu seseorang sakit menjelang ajalnya hanya dibolehkan dari sepertiga hartanya. Orang-orang yang dalam keadaan hampir meninggal dunia tidak lagi memiliki hak atas hartanya sendiri lebih dari sepertiga. Maka, dalam hadits yang lain disebutkan sabda Rasulullah saw. bahwa manusia sering berkata, "Harta saya, harta saya," padahal hartanya hanya tiga perkara saja, yakni apa yang telah ia makan, pakaian yang telah ia pakai, dan sedekah yang sudah ia simpan dalam khazanah Allah swt. Semuanya yang tertinggal setelah ketiga perkara tersebut akan keluar dari miliknya. Yakni, sesungguhnya ia telah meninggalkan hartanya untuk orang lain. ( Misykat ). Dalam sebuah hadits yang lain disebutkan bahwa seseorang yang bersedekah satu dirham ketika hidupnya lebih baik daripada bersedekah seratus dirham ketika hampir meninggal dunia. ( Misykat) . Orang yang bersedekah pada saat menjelang kematiannya seolah-olah bersedekah dengan menggunakan harta orang lain. Ia akan meninggalkan harta tersebut untuk selama-lamanya. Dalam hadits yang lain, Rasulullah saw. menyatakan bahwa perumpamaan orang yang bersedekah ketika akan meninggal dunia bagaikan orang yang sudah kenyang, lalu sisa makanannya diberikan kepada orang lain. (Misykat) Rasulullah saw. telah mengingatkan hal ini dengan berbagai macam permisalan, bahwa waktu bersedekah yang benar adalah bersedekah dalam keadaan sehat. Karena pada saat tersebut merupakan waktu untuk bermujahadah melawan hawa nafsu. Tetapi bukan berarti bahwa sedekah atau wasiat seseorang yang hendak meninggal dunia itu sia-sia. Memang, pahala sedekah pada saat tersebut akan ia peroleh. Hal tersebut akan menjadi simpanannya di akhirat, walaupun ia tidak mendapatkan pahala, sebanyak yang ia dapatkan ketika ia bersedekah pada waktu senang dan memiliki keperluan. Allah swt. berfirman: "Diwajibkan atasmu apabila seseorang dari kamu hampir meninggal dunia, jika ia meninggalkan harta, (hendaklah ia) membuat wasiat untuk ayah ibu dan kaum kerabat dengan cara yang baik ( menurut peraturan agama ), sebagai satu kewajiban atas orang-orang yang bertakwa." Perintah Allah swt. di atas telah diturunkan pada zaman permulaan Islam. Pada zaman tersebut, wasiat untuk kedua orangtua adalah fardhu. Setelah itu, ketika hukum warisan telah turun, maka hak kedua orangtua dan sanak saudara telah ditentukan sendiri. Maka, kewajiban wasiat terhadap mereka telah dihapus. Akan tetapi sampai sekarang pun, perintah berwasiat untuk kaum kerabat yang hubungannya tidak ditentukan oleh syariat dari sepertiga hartanya masih berlaku. Tetapi, pada saat ayat tentang warisan ini diturunkan, wasiat tersebut hukumnya wajib, dan sekarang tidak diwajibkan lagi. Ibnu Abbas r.huma. berkata bahwa dengan adanya ayat mengenai ahli waris tersebut, hukum wasiat untuk sanak saudara yang menjadi ahli waris telah dimansukhkan (dihapuskan). Akan tetapi, bagi sanak saudara yang tidak menjadi ahli waris, hukum wasiat bagi mereka tidak dimansukhkan. Qatadah rah.a. berkata bahwa berdasarkan ayat tersebut, bagi orang-orang yang tidak termasuk ahli waris, wasiat masih berlaku sampai sekarang, baik mereka itu sanak saudara ataupun tidak. (Durrul-Mantsur) Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Hadits-Hadits Mengenai Ancaman Bagi Orang Yang Tidak Membayar Zakat

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa memiliki emas dan perak, namun ia tidak menunaikan haknya (zakat), maka pada hari Kiamat, emas dan perak tersebut akan dijadikan lempengan-lempengan yang akan dipanaskan di neraka Jahannam (seakan-akan menjadi lempengan api). Kemudian lambung, dahi, dan pumggung orang tersebut akan diseterika dengan menggunakan lempengan-lempengan tersebut. Demikianlah secara berulang kali, emas dan perak akan dipanaskan dan diseterikakan kepadanya sepanjang hari, yang kadarnya berdasar perhitungan dunia selama 50.000 tahun, hingga permasalahnnya diputuskan di antara hamba-hamba, lain ia akan melihat jalannya, yakni ke surga, atau ke neraka." ( H.R. Muslim; Misykat) Keterangan Hadits di atas adalah hadits yang sangat panjang. Di dalamnya disebutkan pula adzab terhadap pemilik-pemilik unta karena tidak mengeluarkan zakat mereka, dan adzab terhadap orang-orang yang memiliki sapi dan kambing karena tidak mengeluarkan zakat binatang mereka. Di negeri Arab, orang-orang memiliki ternak dalam jumlah yang besar, sedangkan di negeri kita, sebagian besar orang tidak memiliki ternak dalam jumlah yang besar, sehingga mereka tidak diwajibkan membayar zakat atas ternak mereka. Adapun emas dan perak merupakan benda yang banyak dimiliki di negeri kita. Oleh karena itu, saya hanya mengetengahkan beberapa hadits yang berkenaan dengan pemilik emas dan perak. Dari hadits ini, kita dapat membayangkan betapa pedihnya siksaan bagi orang-orang yang tidak membayar zakat atas harta mereka. Pada hari Kiamat kelak, orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat atas harta benda mereka akan dicap dengan lempengan-lempengan emas dan perak yang dipanaskan di dalam api neraka. Siksaan ini diadzabkan kepada mereka selama satu hari pada hari Kiamat. Padahal, satu hari pada hari Kiamat itu sama dengan lima puluh ribu tahun di dunia. Setelah mereka mengalami siksaan yang sangat dahsyat, mereka akan dimasukkan ke surga atau neraka, sesuai dengan amal baik mereka ketika di dunia. Apabila amal baik mereka lebih banyak daripada dosa-dosa mereka, maka mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, apabila dosa-dosa mereka lebih banyak, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam untuk mendapatkan adzab yang lebih berat dan sangat mengerikan. Dalam hadits di atas disebutkan bahwa satu hari di akhirat sama dengan lima puluh ribu tahun, dan di dalam ayat Al-Qur'an pada permulaan surat Al-Ma'arij disebutkan pula bahwa satu hari sama dengan lima puluh ribu tahun. Akan tetapi, pada sebagian hadits disebutkan bahwa hari tersebut akan berlalu dengan cepat seperti jangka waktu mengerjakan shalat fardhu bagi hamba-hamba Allah yang taat. Sedangkan bagi sebagian orang lain, hari itu akan berlangsung dengan cepat seperti waktu antara shalat Dhuhur dan shalat Ashar, sesuai dengan kadar amal baik mereka. (Durrul-Mantsur). "Waktu berlangsung dengan cepat" bermakna bahwa pada hari tersebut, mereka dalam keadaan senang, asyik, dan terhibur, sehingga tanpa terasa bagaikan dalam hitungan menit dan detik saja. Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Satu dinar yang dipanaskan (ketika dicap) tidak akan diletakkan di atas yang lain (tidak akan ditumpuk di atas rupiah yang lain, atau emas di atas emas yang lain). Akan tetapi, tubuh orang yang diadzab tersebut akan diperbesar, sehingga seluruh kepingan harta bendanya yang dipanaskan tersebut akan diletakkan di atas tubuhnya, kemudian kepingan tersebut akan berkata kepadanya, 'Sekarang rasakanlah apa yang telah kamu simpan dahulu!" Diriwayatkan dari Tsauban r.a. bahwa seluruh emas, perak, dan lain-lainnya yang disimpan oleh seseorang tanpa mengeluarkan zakatnya akan dijadikan lempengan-lempengan api, masing-masing lempengan beratnya satu qirat. Kemudian setiap lempengan tersebut diletakkan di seluruh tubuh orang yang tidak mengeluarkan zakatnya dari wajah hingga kakinya. Setelah penyiksaan ini, mereka akan dimasukkan ke dalam neraka atau diampuni. (Durrul-Mantsur). Adzab yang berupa dipanaskannya emas di dalam api neraka, lalu diletakkan di tubuh orang-orang yang tidak mengeluarkan zakat hartanya sebagaimana tersebut di atas juga disebutkan di dalam Al-Qur'an sebagaimana telah diterangkan pada bab II ayat ke-5. Dalam sebagian hadits disebutkan bahwa hartanya akan berubah menjadi sebuah ular yang melilit di lehernya. Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Anjuran berzakat dan ancaman bila tidak membayarnya

Anjuran dalam Menunaikan Zakat Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka" . (At Taubah : 103) Ayat ini mengajarkan untuk mengambil sedekah dari hartanya kaum mu'minin, baik itu shodaqoh yang ditentukan (zakat) ataupun yang tidak ditentukan (tathowa) demi untuk membersihkan mereka dari kotornya kebakhilan dan rakus. Juga mensucikan mereka dari kehinaan dan kerendahan dari mengambil dan makan haknya orang fakir. Dan juga untuk menumbuh kembangkan harta mereka dan mengangkatnya dengan kebaikan dan keberkahan akhlak dan mu'amalah sampai mengantarkan mereka menjadi orang yang berhak mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Firman Allah Ta'ala: "Dan pada harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian." (Adz-Dzariyat : 19) Dalam ayat ini Allah Ta'ala telah mengkhususkan sifat-sifat yang mulia dengan berbuat baik. Dan kebaikan mereka nampak jelas dari menegakkan shalat malam, memohon ampun di waktu malam dengan beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah sebagaimana kebaikan mereka yang nampak jelas dalam memberi dan menunaikan haknya orang-orang fakir demi kasih sayang dan rohmah bagi mereka. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : "(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat." (Al Hajj:41) Allah telah menjanjikan dengan menunaikan zakat merupakan tujuan untuk bisa tegak dan kokoh di muka bumi ini. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tiga perkara yang aku bersumpah atas tiga perkara tersebut dan menceritakan kepada kalian maka jagalah : Tidak akan berkurang harta yang dishodaqohkan dan tidak seorang hamba dianiaya dengan satu kedholiman kemudian dia bersabar (atas kedholiman) kecuali Allah akan menambahkan baginya dengan kemuliaan. Dan tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta kecuali Allah akan membaginya pintu kefakiran." (Turmudzi Kitab Az-Zuhd 4:487(2325) dari hadits Abi Habsyah) Dari masih banyak hadits-hadits tentang anjuran untuk menunaikan zakat serta keutamaan-keutamaannya. Ancaman Bagi yang Tidak Menunaikan Zakat Telah banyak dalil-dalil baik itu dari Al-Kitab ataupun As-Sunnah tentang ancaman keras bagi orang yang bakhil dengan zakat dan enggan untuk mengeluarkannya. Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : "Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka jahanam lalu dibakar dengannya dahi mereka lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka :"Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari apa yang kamu simpan itu" (At Taubah : 34-35). Firman Allah Ta’ala (yang artinya) : "Sekali-sekali janganlah orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu kelak akan dikalungkan di lehernya di hari kiamat." (Ali Imron : 180) Oleh karenanya harta yang tidak ditunaikan zakatnya maka itu termasuk harta simpanan yang pemiliknya akan disiksa dengannya pada hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidaklah seseorang yang memiliki emas atau perak kemudian tidak ditunaikan haknya, apabila datang hari kiamat dibentangkan baginya batu-batu yang lebar dari neraka kemudian dia akan dipanggang di atas batu-batu itu di dalam neraka jahannam kemudian disetrika perut, dahi dan punggungnya. Setiap kali sudah dingin maka akan dikembalikan seperti semula yang satu hari adalah sama dengan 50.000 tahun sampai diputuskan perkaranya diantara manusia maka dia akan melihat jalannya, apakah ke surga atau neraka." (HR. Muslim Kitab Zakat 7:67 no. 2287 dari hadits Abu Hurairah) Kemudian lanjutan hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan orang yang memiliki onta, sapi dan kambing yang tidak ditunaikan zakatnya akan mengalami nasib yang sama pula dari siksa di hari kiamat. Juga sabda Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain : "Barang siapa yang Allah telah berikan harta kepadanya kemudian dia tidak menunaikan zakatnya maka pada hari kiamat nanti hartanya akan berujud ular yang botak yang mempunyai dua titik hitam diatas kepalanya yang mengalunginya kemudian mengambil dengan kedua sisi mulutnya sambil berkata: "Aku adalah simpananmu, aku adalah hartamu". Kemudian beliau membaca ayat: "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang telah Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya, menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka, sebenarnya bahwa kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka, harta-harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak di hari kiamat." (HR. Bukhori Kitab Zakat 3:268 no.1403 dari hadits abu Hurairah; Muslim Kitab Zakat 7:74 no. 2294) Hukum Bagi yang Tidak Mau Membayar Zakat Dalam hal ini ada beberapa kriteria dari orang-orang yang tidak mau membayar zakat : 1. Seorang yang tidak mau membayar zakat tapi masih meyakini akan wajibnya. Para ulama menghukumi bahwa pelakunya berdosa dan tidak mengeluarkannya dari keislamannya. Kepada penguasa (hakim) agar memaksa pelakunya supaya mau membayar zakat serta memberikan hukuman pelajaran kepadanya (tahdzir). Dan mengambil hak zakat dari orang tersebut sesuai dengan kewajibannya, tidak boleh lebih. Kecuali pendapatnya Imam Ahmad dan Imam Syafi'i (pendapat lama) maka mengambilnya separuh dari hartanya sebagai hukuman baginya. Sebagaimana hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "… Dan barang siapa yang tidak mau menunaikannya (zakat) maka kami akan mengambilnya dan separuh hartanya adalah hak dari hak-hak wajib bagi Tuhan kami, tidak halal bagi keluarga Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam darinya sedikitpun." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, Hakim, Baihaqi dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya). Adapun Ibnu Taimiyah menghukumi orang yang seperti itu adalah kafir dalam batinnya, walaupun secara dzahir tidak dikafirkan, akan tetapi disikapi seperti sikapnya orang-orang murtad yang diberi kesempatan bertaubat tiga kali, kalau tidak mau bertaubat maka hukumnya dibunuh. (lihat Fatawa 7:611, mausu'ah Fiqh Ibnu Taimiyah 2:877; Mughni 4:67; majalah Buhuts Islamiyah Darul ifla' edisi 58 tahun 1420H hal. 11; Fiqh Sunnah 1:403) 2. Kalau yang tidak mau membayar zakat itu sekelompok orang yang mereka memiliki kekuatan tapi masih berkeyakinan akan wajibnya. Para ulama menghukumi agar diperangi sampai mereka mau membayar zakat sebagaimana kisahnya Abu Bakar Ash-Shiddiq dalam memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat. (HR. Jama'ah dari Abu Hurairah) Juga haditsnya Ibnu Umar ra. bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Aku telah diperintahkan untuk memerangi manusia supaya mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mereka menegakkan sholat dan menunaikan zakat, maka kalau mereka telah mengerjakannya terjagalah dari darah dan harta mereka kecuali haknya Islam dan hisab mereka di sisi Allah." (HR. Bukhari & Muslim) 3. Tidak mau membayar zakat dengan mengingkari akan wajibnya. Berkata Ibnu Qudamah : "Barang siapa yang mengingkari karena jahil (tidak tahu) atau dia termasuk orang yang tidak tahu karena baru masuk Islam atau dia tinggal di daerah terpencil yang jauh dari daerah yang mengetahui akan wajibnya maka tidak dikafirkan. Adapun kalau dia seorang muslim yang tinggal di negeri Islam di tengah-tengah ahli ilmu maka hukumnya murtad." (Mughni 4:6-7) (Dikutip dari tulisan ustadz Qomar Sua'idi, Lc, yang diarsipkan eks. tim Zisonline, al akh Fikri Thalib) Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog

Anjuran Zuhud, Qan'ah dan Tidak Meminta-minta.

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang meminta-minta untuk memperbanyak hartanya, sesungguhnya ia sedang meminta bara api neraka. Maka siapa yang menginginkannya, mintalah sedikit atau banyak. ( H.R. Muslim, Misykat ). Keterangan Di dalam hadits pertama hanya disebutkan tentang ancaman tertutupnya pertolongan ghaib dari Allah swt., karena di dalam hadits tersebut disebutkan meminta-minta untuk suatu keperluan. Sedangkan dalam hadits ini tanpa keperluan, hanya untuk memperbanyak hartanya, ia meminta-minta. Karena itu, di sini disebutkan ancaman yang lebih keras, yaitu ia sedang mengumpulkan bara api neraka. Sekarang, setiap orang bebas untuk mengumpulkan bara api sebanyak yang diinginkannya. Umar r.a. pernah berkata kepada Rasulullah saw., "Si Fulan dan si Fulan telah memuji engkau karena engkau telah memberi mereka dua dirham." Rasulullah saw. bersabda, "Aku memberi kepada si Fulan sepuluh sampai seratus dinar, tetapi ia tidak berbuat seperti itu. Karena permintaannya itu, apa yang aku berikan kepadanya ia bawa pergi dengan diletakkan di bawah ketiaknya, padahal sebenarnya ia mengapit bara api neraka." Umar r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, lalu mengapa engkau memberinya?" Rasulullah saw. menjawab, "Apa yang harus aku lakukan, karena tanpa meminta-minta, ia tidak bisa tinggal diam, sedangkan Allah swt. tidak suka aku berbuat kikir." Dalam hadits yang lain disebutkan bahwa Umar r.a. bertanya, "Ya Rasulullah, jika engkau mengetahui bahwa itu adalah api, mengapa engkau memberikannya?" Rasulullah saw. menjawab, "Apa yang harus aku lakukan, sedangkan ia tidak bisa tinggal diam tanpa meminta-minta, dan Allah swt. tidak menyukai aku berbuat kikir."
Qabisah r.a. berkata, "Saya menanggung satu beban, yakni saya menjamin untuk memberikan sesuatu. Maka saya datang kepada Rasulullah saw. untuk meminta bantuan. Rasulullah saw. bersabda, "Tunggulah, nanti jika ada harta sedekah datang dari seseorang, aku akan membantumu.' Setelah itu Rasulullah saw. bersabda, 'Wahai Qabisah, meminta-minta hanya diperbolehkan bagi tiga orang: Pertama, orang yang menanggung beban jaminan diperbolehkan baginya meminta-minta sampai kadar yang diperlukan, dan setelah itu hendaknya ia berhenti dari meminta-minta, ia tidak mempunyai hak untuk meminta-minta lebih dari itu. Kedua, orang yang ditimpa kecelakaan sehingga semua hartanya binasa ( misalnya terbakar atau tertimpa bencana yang lain, yang menyebabkan semua hartanya musnah), maka ia diperbolehkan meminta-minta sekadar untuk menopang keperluan hidupnya. Ketiga, orang yang kelaparan sehingga tiga orang dari kaumnya mengatakan bahwa ia kelaparan, maka ia diperbolehkan meminta-minta sekadar untuk menopang hidupnya. Selain tiga orang ini, siapa saja yang meminta-minta, berarti ia memakan barang haram.'" Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa meminta-minta tidak diperbolehkan bagi dua orang. Pertama bagi orang kaya. Kedua bagi orang yang sehat dan kuat ( yang mampu bekerja ). Adapun bagi orang yang mempunyai utang yang menyusahkannya, atau kefakiran yang menghinakannya, diperbolehkan baginya meminta-minta. Barangsiapa yang meminta-minta dengan tujuan untuk menambah kekayaannya, pada hari Kiamat wajahnya akan terluka dan ia akan memakan api neraka. Siapa menginginkannya silakan meminta banyak, dan siapa yang menginginkannya silakan meminta sedikit. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa pada hari Kiamat, perbuatan meminta-minta akan menjadi luka di wajahnya. Siapa yang menginginkannya, biarlah wajahnya bercahaya, dan siapa yang menginginkannya, biarlah cahaya wajahnya menghilang. Sedangkan jika meminta kepada raja ( yakni dari baitul-mal, dengan syarat ia berhak menerima sebagian harta dari baitul-mal ), atau karena terpaksa, maka tidaklah mengapa. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa orang yang selalu meminta-minta, pada hari Kiamat tidak akan tersisa daging sedikit pun di wajahnya. Mas'ud bin Amr r.a. berkata bahwa suatu ketika, jenazah seseorang dibawa di hadapan Rasulullah saw. untuk dishalati. Rasulullah saw. bersabda, "Apa yang ditinggalkannya?" Orang-orang berkata, "Ia meninggalkan dua atau tiga dinar." Rasulullah saw. bersabda, "Ia meninggalkan dua atau tiga bara api neraka." Perawi hadits berkata, "Saya bertanya kepada Abdullah bin Qasim r.a., hamba sahaya Abu Bakar r.a., mengenai orang yang meninggal dunia itu." Ia menjawab, "Ia selalu meminta-minta untuk menambah kekayaannya." Beberapa kisah semacam ini disebutkan dalam kitab-kitab hadits. Di dalamnya, Rasulullah saw. mengancam bahwa ia akan diselar dengan api neraka atau adzab yang sejenisnya, karena meninggalkan sedikit uang. Mengenai masalah ini para ulama menulis bahwa hal ini akan terjadi jika seseorang sebelumnya sudah mempunyai harta dan ia berbohong, dan ia menampakkan dirinya sebagai orang fakir dan menggolongkan dirinya sebagai orang fakir. Imam Ghazali rah.a. berkata, "Banyak riwayat yang melarang meminta-minta, dan di dalam hadits terdapat ancaman yang keras agar tidak meminta-minta, akan tetapi sebagian hadits menyebutkan bahwa meminta-minta dibolehkan. Maka penjelasannya adalah bahwa meminta-minta pada dasarnya diharamkan, akan tetapi pada waktu terjepit atau dalam keadaan darurat, meminta-minta diperbolehkan. Sebab diharamkannya meminta-minta adalah karena adanya tiga perkara, dan ketiga perkara itu merupakan perkara yang diharamkan. Pertama, dengan meminta-minta menunjukkan bahwa ia berkeluh-kesah seakan-akan nikmat Allah swt. masih kurang. Misalnya, seandainya seorang hamba sahaya meminta-minta kepada orang lain, berarti ia menganggap bahwa pemberian dari tuannya sangat sedikit dan tidak mencukupi. Oleh karena itu, jika tidak benar-benar terpaksa, meminta-minta tidaklah halal, sebagaimana memakan bangkai itu dihalalkan dalam keadaan sangat terpaksa. Kedua, dengan meminta-minta berarti orang yang meminta-minta telah menghinakan dirinya kepada selain Allah swt., sedangkan sifat seorang mukmin tidaklah menghinakan dirinya di hadapan siapa pun selain di hadapan Allah swt.. Adapun menghinakan diri di hadapan Allah Yang Mahasuci merupakan kemuliaan bagi kita, karena menghinakan diri di hadapan Sang Kekasih adalah kelezatan, dan menampakkan ketidakmampuan di hadapan tuan adalah keberuntungan. Ketiga, seringkali orang yang dimintai merasa dirinya dalam posisi yang sulit. Kadang-kadang, orang yang memberi tidak memberi dengan suka rela, tetapi hanya karena malu atau karena sebab lainnya. Jika ia memberi karena malu atau riya', maka harta itu pun haram bagi orang yang meminta. Jika ia menolak, kadang-kadang ia akan bersedih karena khawatir dianggap sebagai orang yang bakhil. Dengan demikian memang terdapat kemungkinan bahwa orang yang dimintai berada dalam posisi yang sulit, yang disebabkan oleh orang yang meminta-minta, sedangkan menyakiti seseorang merupakan perbuatan yang haram. Itulah sebabnya mengapa Rasulullah saw. mengancam dengan keras terhadap orang yang meminta-minta. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa yang meminta-minta kepada kita, kita harus memberinya (karena ia sendirilah yang bertanggung jawab terhadap perbuatannya meminta-minta itu). Barang siapa merasa kaya (yakni tidak meminta-minta atau hanya meminta kekayaan dari Allah swt.) maka Allah swt. akan memberikan kekayaan kepadanya. Dan barang siapa yang tidak meminta kepadaku, ia lebih aku cintai daripada orang yang meminta-minta." Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Hendaknya kalian merasa kaya dari manusia, dan semakin sedikit kamu meminta-minta, akan semakin baik bagimu." Ketika Umar r.a. melihat seorang pengemis yang meminta-minta setelah Maghrib, ia menyuruh seseorang untuk memberikan makanan kepada pengemis itu. Maka orang yang disuruh pun segera mengerjakan perintahnya dan memberi makan kepada pengemis itu. Setelah itu, Umar r.a. mendengar lagi suara pengemis itu meminta-minta. Maka ia bertanya kepada sahabat yang ia suruh tadi, “Bukankah saya telah menyuruhmu untuk memberi makan pengemis itu?" Sahabat r.a. itu pun menjawab, "Saya telah memberinya makan." Kemudian ketika Umar r.a. melihat pengemis tadi, terlihatlah di ketiaknya sebuah kantong yang berisi banyak roti. Lalu Umar r.a. berkata, "Kamu bukan pengemis, tetapi pedagang. Kamu bukan seorang fakir, tetapi meminta-minta untuk dijual. Setelah terkumpul roti itu, lalu kamu menjualnya." Setelah berkata demikian itu, Umar r.a. merampas kantongnya, dan roti itu diberikan kepada unta-unta sedekah, kemudian ia memukul pengemis itu dengan tongkat lalu berkata, "Jangan kamu ulangi lagi perbuatanmu ini." Imam Ghazali rah.a. berkata, "Jika meminta-minta tidak diharamkan, maka Umar r.a. tidak akan memukulnya dan tidak akan merampas roti yang dibawanya." Sebagian ulama menyangkal perkataan Imam Ghazali rah.a. di atas. Mereka berpendapat bahwa Umar r.a. memukul pengemis itu bisa saja sebagai pelajaran dan peringatan, karena merampas rotinya tersebut merupakan perbuatan zhalim. Syariat tidak menetapkan perampasan harta sebagai hukuman. Sangkalan itu pada hakikatnya karena ketidaktahuan mereka. Siapakah yang bisa menandingi Umar r.a. dalam kepahamannya mengenai hukum-hukum syariat? Apakah kita menganggap bahwa Umar r.a. tidak mengetahui bahwa mengambil harta orang lain tidak dibolehkan? Dan mungkinkah kita beranggapan bahwa meskipun ia mengetahuinya, ia telah melakukan perbuatan yang haram karena kemarahannya terhadap perbuatan peminta-minta itu. Na'udzubillah, mungkinkah Umar r.a. melakukan tindakan tersebut karena kemarahannya, dan mungkinkah ia memilih jalan yang tidak dibenarkan oleh syariat untuk menghentikan perbuatan meminta-minta pada masa yang akan datang. Kalau tujuannya seperti itu, maka perbuatan itu tidak diperbolehkan. Akan tetapi permasalahannya adalah, jika pengemis itu meminta-minta dan si pemberi memberikannya dengan anggapan bahwa ia adalah seorang fakir dan miskin, maka harta ini tidak menjadi milik penerima, karena ia dapatkan dengan menipu. Karena sulit untuk mengetahui pemberinya, maka roti tersebut sama hukumnya dengan barang temuan yang tidak diketahui pemiliknya. Karena itu penggunaannya adalah untuk kemaslahatan umum. Karena itulah Umar r.a. memberikan roti tersebut untuk dimakan unta-unta sedekah. Orang fakir yang meminta-minta ini sama halnya dengan seorang pendosa yang menyatakan dirinya sebagai seorang sufi untuk mengambil harta sedekah. Jika si pemberi mengetahui keadaannya yang sebenarnya, ia tentu tidak akan memberinya. Maka orang seperti ini tidak boleh mengambil harta sedekah, ia harus mengembalikannya kepada pemiliknya. Telah diketahui bahwa meminta-minta hanya diperbolehkan jika seseorang dalam keadaan terpaksa. Terpaksa meliputi empat keadaan, yang pertama dalam keadaan darurat. Kedua dalam keadaan sangat berhajat, namun belum sampai pada taraf darurat. Ketiga, dalam keadaan berhajat. Keempat, dalam keadaan tidak berhajat. Contoh keadaan pertama ialah seseorang yang sedang kelaparan, sakit parah yang hampir meninggal dunia, dan orang yang telanjang tidak mempunyai pakaian sedikit pun untuk menutupi auratnya. Orang-orang yang dalam keadaan seperti ini diperbolehkan meminta-minta dengan beberapa syarat sebagai berikut: (1) Benda yang diminta adalah benda yang halal. (2) Orang yang dimintai rela memberikannya. (3) Orang yang meminta-minta benar-benar tidak mampu bekerja. Apabila seseorang mampu bekerja, namun ia meminta-minta, maka ia termasuk orang yang sia-sia. Lain halnya dengan seseorang yang sedang menuntut ilmu. Karena kesibukannya dalam menuntut ilmu, maka ia diperbolehkan meminta, meskipun ia mampu. Keadaan keempat adalah kebalikan dari keadaan pertama. Seseorang yang masih mempunyai sesuatu, tetapi ia meminta sesuatu, maka haram hukumnya. Sebagai contoh adalah orang yang meminta baju, padahal ia masih mempunyai baju ( meskipun sekadar menutupi auratnya ). Dua keadaan di atas berlawanan, dan di antara keduanya ada dua keadaan, yakni hajat yang sangat mendesak, tetapi tidak sampai pada taraf darurat, dan memiliki hajat, tetapi tidak mendesak. a. Hajat yang sangat mendesak. Keadaan yang dikategorikan hajat yang sangat mendesak adalah ketika seseorang sedang sakit dan ia memerlukan uang untuk membeli obat, tetapi penyakitnya bukan penyakit yang membahayakan. Demikian pula seseorang yang berada dalam keadaan sangat kedinginan. Meskipun ia telah mengenakan baju sekadar untuk menutupi auratnya, karena cuaca yang sangat dingin, ia sangat memerlukan baju yang tebal untuk melindungi dirinya. Dalam keadaan seperti ini, orang tersebut diperbolehkan meminta dengan syarat tidak meminta melebihi keperluannya. Akan tetapi, apabila ia tidak meminta, maka yang demikian itu tentu lebih utama. Memang, meminta dalam kedaan seperti ini tidak dapat dikatakan haram atau makruh, namun disebut khilaful-aula ( bertentangan dengan yang utama ). Dan disyaratkan pula agar ia menjelaskan mengapa ia meminta-minta. b. Hajat yang tidak mendesak. Contohnya adalah orang yang sudah mempunyai nasi atau roti, tetapi tidak mempunyai lauk, atau orang yang mempunyai baju yang sudah compang-camping. Orang ini memerlukan baju yang baik untuk dikenakan ketika keluar rumah, sehingga tidak kelihatan bahwa dirinya adalah seorang yang miskin. Dalam keadaan seperti ini, ia diperbolehkan meminta, namun makruh hukumnya. Ia diperbolehkan meminta dengan syarat sebatas yang diperlukannya. Syarat yang lain adalah: (1) Tidak meremehkan Allah swt. (2) Tidak menghinakan dirinya. (3) Orang yang diminta tidak merasa berat (tidak ikhlas). Bagaimanakah seandainya di dalam dirinya tidak terdapat salah satu dari ketiga syarat di atas? Sudah disebutkan bahwa orang yang tidak meremehkan Allah swt. adalah orang yang selalu bersyukur kepada Allah swt. tanpa menunjukkan keperluannya. Janganlah meminta sebagaimana orang fakir meminta. Contohnya adalah sekadar untuk mencukupi keperluannya, dan ia sangat bersyukur kepada Allah swt. karena masih diberi berbagai kenikmatan. Akan tetapi, ia meminta karena sangat memerlukan sebuah baju yang bagus untuk dipakai. Untuk menghindari kehinaan dapat ditempuh cara sebagai berikut, yakni meminta sesuatu kepada ayah, saudara kandung, keluarga terdekat, kerabat dekat lainnya, maupun seorang dermawan yang suka bersedekah. Sedangkan cara yang ditempuh agar tidak menyusahkan orang lain adalah dengan tidak membuat permintaan khusus kepada siapapun, meminta secara umum, yakni jangan sampai meminta dengan suatu cara sehingga orang yang dimintai tidak mungkin menolaknya. Perlu dipahami bahwa apabila seseorang memberi sesuatu karena malu atau terpaksa, maka mengambil pemberian semacam ini haram hukumnya, Yang demikian itu sama halnya dengan menyakiti hati seseorang dan mengambil hartanya dengan paksa. Adapun orang yang dalam keadaan darurat tidak boleh mengambilnya tanpa adanya keikhlasan dari pemberi, akan tetapi urusannya dengan Allah swt., karena seluruh keadaan yang sebenarnya tentu diketahui oleh Allah swt.. Allah swt. pasti mengetahui dengan persis keadaan hamba-hamba-Nya. Jadi, meminta kepada teman tidaklah mengapa, asalkan ia tahu bahwa teman yang dimintai itu memberinya dengan senang hati. ( Ihya' Ulumiddin ) Anda mendapat 1 Pesan Silakan Buka Pesan Sekarang di Sini Penting!! Perlu Anda Baca: @ Bisnis Pulsa Paling Menguntungkan @ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis @ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap @ Kumpulan Dongeng Anak @ Bukan Berita Biasa @ Trik dan rumus matematika @ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah @ Tips dan Trik belajar yang efektif @ Review dan Ulasan pertandingan Juventus @ Pasang Iklan gratis @ Kumpulan widget gratis @ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah @ Seputar Koleksi Buku @ Seputar Resensi Buku @ Kumpulan tutorial Blog