Penyesalan Tiada Akhir


Peribahasa mengatakan sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada berguna. Pepatah ini menasihati agar sebelum bertindak atau melakukan sesuatu, hendaknya dipikirkan terlebih dahulu baik buruknya. Sebab tidak ada satu penyesalan pun yang mendahului perbuatan. selamanya ia akan datang kemudian.

Ada dua pokok keimanan yang termaktub di dalam Al-Qur'an yang menuntut pembuktian, sehingga tidak sedikit Al-Qur'an dan Hadits menyebut dan sekaligus menggandengkannya, yaitu iman kepada Allah dan kepada hari akhir (kiamat).

Dengan demikian keterkaitan erat antara keimanan kepada Allah dengan keimanan kepada hari akhir, seorang ulama mengatakan keimanan seseorang belumlah dikatakan sempurna jika ia tidak beriman kepada hari akhir. Karena keimanan kepada Allah menuntut amal, sedang amal itu baru sempurna dorongannya dengan sebab keyakinan akan hari akhir. Mengingat balasan yang sempurna yang Allah janjikan akan diterima pada hari kemudian.

Dan sebenarnya kita tidak mengetahui kedua hal itu kecuali melalui wahyu yang disampaikan kepada rasul.
Hari akhir adalah termasuk perkara ghaib yang tidak dapat dijangkau para peramal. Ketika Nabi Muhammad SAW ditanya oleh malaikat Jibril tentang hari kiamat, justru balik tanya, bahwa yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya. Beliau tidak tahu perbendaharaan Allah serta tidak tahu kapan akan turun hujan.

Andaikan ada peramal modern yang mengaku tahu akan terjadinya hari kiamat, maka yang demikian itu disebut "Arrafan" alias Sotoy alias Sok tahu.

Sesal yang Abadi

Sesungguhnya pada kekuasaan Allah lah pengetahuan akan hari kiamat. Ia yang menurunkan hujan, Ia mengetahui apa yang ada dalam kandungan, sedang tidak ada satu pun yang mengetahui apa yang akan terjadi pada hari esok, dan tidak seorang pun yang tahu di bumi mana ia akan mati.

Lebih jauh lagi tidak tahu akan bertemu dengan malakul maut, dan kematian itulah yang akan membukakan pintu hisaban yang pasti datang.
Ketika hal itu menjadi sebuah keyakinan, maka tidak akan mudah tergiur dengan sesuatu yang manis dan cepat habis, dan tidak akan tertarik denagn nikmat sesaat yang berakhir dengan penyesalan abadi.

Hikmah yang bisa dipetik dari keyakinan ini adalah hidup akan lebih waspada dan selalu berhati-hati. Tidak mudah membuang peluang dan kesemampatan. Masa muda tentu akan dipergunakan dengan sebaik-baiknya, karena hal itu akan kita alami hanya satu kali saja, tidak akan ada siaran tunda atau siaran ulang. Kita akan senantiasa berbuat baik dengan siapapun karena tita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah itu.

Mengakui kesalahan karena telah berbuat dosa adalah perbuatan terpuji dan termasuk akhlak mulia. Sesal sehari, sesal semusim, sesal setahun, masih bisa kita perbaiki pada hari, musim, dan tahun berikutnya. Namun penyesalan di hari akhir tentu sudah tidak ada gunanya. Sehingga mereka bertanya kepada dirinya,"Fahal ilaa khurujin min sabil?" "Apakah ada jalan keluar?"

Di akhirat nanti bukan saatnya menanam, tapi saatnya memetik buah apa yang kita tanam waktu di dunia. Adapun penyesalan yang dialami manusia sekurang-kurangnya dapat diklasifikasikan kepada hal sebagai berikut:

1. Mempunyai ilmu dan keyakinan, akan tetapi ia khianat akan ilmu dan keyakinannya.

2. Lupa tidak ibadah dan luput tidak syukur karena disibukkan oleh tugas-tugas duniawi, mengatur nasib orang, tapi lupa terhadap dirinya sendiri.

3. Kekurangan ilmu, sehingga seseorang memiliki niat yang baik, tapi dilakukan dengan cara yang salah dan otomatis amalnya pun jadi salah.

Pada hari akhir setiap hamba bertanggung jawab terhadap amal masing-masing. Orang tua , sahabat, anak, istri, suami, saudara, kerabat, tidak akan dapat memberi pertolongan. Semuanya itu tak ubahnya sebagai dongeng=dongeng biasa, padahal keadaan seperti itu pasti akan terjadi.
Pada hari Akhir ada orang yang lari dari saudaranya, lari dari orang tuanya, lari dari istrinya, lari dari suaminya, dan lari dari anaknya. Masing-masing akan disibukkan denagn perhitungan amalnya.

"Hai manusia, berbaktilah kepada Tuhanmu, dan takutlah pada satu hari yang (padanya) tidak bapak melepaskan (apa-apa) dari anaknya, dan tidak pula anak bisa melepaskan apa-apa dari bapaknya. Sesunguhnya perjanjian (hari kiamat) Allah itu benar, maka janganlah kamu tertipu oleh kehidupan yang rendah, dan janganlah ditipu terhadap Allah dan penipu, QS Lukman 33.

Kembali ke Masjid

Seribu empat ratus tahun lalu, Rasulullah Saw memberikan contoh bagaimana menjadikan masjid sebagai pusat segala kegiatan kaum Muslimin. Termasuk dalam hal mengelola negara, beliau bersama para sahabat menjadikan masjid sebagai ruang kontrol terbesar. Mengendalikan daerah-daerah atau mengatur perputaran uang negara untuk kesejahteraan rakyat.

Negara di zaman Rasulullah saw menerapkan prinsip pengaturan keuangan yang baik.

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.