Wahai saudaraku, Dicari Calon Penghuni Surga


Suatu ketika Nabi Muhammd saw duduk di masjid dan berbincang2 dengan sahabatnya. Tiba2 beliau bersabda: “Sebentar lagi seorang penghuni surga akan masuk kemari”. Semua matapun tertuju ke pintu masjid dan pikiran para hadirin membayangkan seorang yang luar biasa. “Penghuni surga… penghuni surga…”, demikian gumam mereka.


Beberapa saat kemudian, masuklah seorang dengan air wudhu yang masih membasahi wajahnya dan dengan tangan menjinjing sepasang alas kaki. Apa gerangan keistimewaan orang itu sehingga mendapat jaminan surga? Tidak seorangpun yang berani bertanya walau seluruh hadirin merindukan jawabannya.

Keesokan harinya peristiwa di atas terulang kembali. Ucapan Nabi dan “si penghuni” surga dengan keadaan yang sama semuanya terulang, bahkan pada hari ketiga pun terjadi hal yang demikian.

Abdullah ibnu ‘Amr tidak tahan lagi, meskipun ia tidak berani bertanya dan khawatir jangan sampai ia mendapt jawaban yang tidak memuaskannya. Maka timbullah sesuatu dalam benaknya. Dia mendatangi si penghuni surga sambil berkata: “Saudara, telah terjadi kesalahpahaman antara aku dan orang tuaku, dapatkah aku menumpang di rumah anda selama tiga hari?”

“Tentu, tentu…”, jawab si penghuni surga.
Rupanya, Abdullah bermaksud ingin melihat secara langsung “amalan” si penghuni surga.

Tiga hari tiga malam ia memperhatikan, mengamati bahkan mengintip si penghuni surga, tetapi tidak ada sesuatu pun yang istimewa. Tidak ada ibadah khusus yang dilakukan si penghuni surga. Tidak ada shalat malam, tidak pula puasa sunnh. Ia bahkan tidur dengan nyenyaknya hingga beberapa saat sebelum fajar. Memang sesekali ia terbangun dan ketika itu terdengar ia menyebut nama Allah di pembaringannya, tetapi sejenak saja dan tidurnya pun berlanjut.

Pada siang hari si penghuni surga bekerja dengan tekun. Ia ke pasar, sebagaimana halnya semua orang yang ke pasar. “Pasti ada sesuatu yang disembunyikan atau yang tak sempat kulihat. Aku harus berterus terang kepadanya”, demikian pikir Abdullah..

“Apakah yang Anda perbuat sehingga Anda mendapat jaminan surga dari Rasululllah?”, tanya Abdullah.
“Ya.. seperti yang Anda lihat itulah..!”, jawab si penghuni surga.

Dengan kecewa Abdullah bermaksud kembali saja ke rumah, tetapi tiba-tiba tangannya dipegang oleh si penghuni surga seraya berkata: “Apa yang Anda lihat itulah yang saya lakukan, ditambah sedikit lagi, yaitu saya tidak pernah merasa iri hati terhadap seseorang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, dan tidak pernah pula saya melakukan penipuan dalam segala aktivitas saya”.

Dengan menundukkan kepala, Abdullah meninggalkan si penghuni surga sambil berkata: “Rupanya, yang demikian itulah yang menjadikan Anda mendapat jaminan surga”.

Saudara2 sekalian…

Untuk menjadi penghuni surga ternyata, menurut Nabi saw, tidak cukup hanya sekedar menjalankan ritual ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dll. Dari kisah di atas, ada dua hal yang dapat menjadikan seseorang sebagai penghuni surga, yaitu:

1. TIDAK IRI HATI/DENGKI TERHADAP SESEORANG YANG DIANUGERAHI NIKMAT OLEH ALLAH.

Iri hati/dengki dalam bahasa agama dinamakan HASAD. Nabi saw memperingatkan umatnya dalam sebuah hadits:
“Hendaklah kalian menjauhi sifat HASAD, karena sesungguhnya sifat HASAD akan ‘memakan’ amal kebaikan seperti halnya api ‘memakan’ kayu bakar”

Di akhirat nanti, ada golongan yang disebut oleh Nabi saw dengan MUFLISH. Suatu ketika Nabi saw pernah bertanya: “Atadruuna mal muflis? Tahukan kalian apa itu bangkrut?”
Ada sahabat yang menjawab: “Bangkrut adalah dimana seorang pedagang yang rugi krn modalnya tidak kembali”

Nabi saw menggelengkan kepala, kemudian menjelaskan:
“Muflis (bangkrut) adalah dimana seseorang rajin dalam ibadahnya, dia sholat, puasa, zakat, namun di sisi lain dia juga menghina, melakukan ghibah (gossip), memfitnah, mengadu domba saudaranya. Pada saat dia akan dimasukkan kedalam surga, orang yg pernah difitnah memprotes kepada Allah: ‘Ya Allah, dahulu waktu di dunia si fulan telah memfitnah saya’, kemudian sebagai penggantinya, Allah swt mengambil amal kebaikannya dan menyerahkannya kepada org yang telah difitnahnya.
Kemudian datang lagi orang lain mengadukan hal yang sama, dan kemudian Allah swt mengambil amal kebaikannya sebagai penggantinya. Demikian selanjutnya, sehingga amal kebaikannya habis, namun orang yg difitnah, dihina atau disakiti masih ada. Karena amal kebaikannya sudah habis, dosa orang yang difitnah, dihina atau disakiti itu diberikan kepadanya. Sehingga timbangan dosanya lebih besar daripada timbangan pahalanya, dan akhirnya dimasukkan ke dalam neraka”… Na’udzubillah…

Saudara2 sekalian…
Dalam Islam, keshalehan seseorang bukan hanya diukur dari banyaknya amal ibadah “mahdhoh” yang ia lakukan, tapi juga diukur sejauh mana sikapnya terhadap orang lain. Mungkin banyak diantara kita yg rajin sholat, puasa, zakat, dll, tapi kita juga seringkali menyakiti hati orang lain, menyakiti hati tetangga, seperti menghina, memfitnah, ghibah, dll.

Hati kita seringkali merasa iri pada saat melihat orang lain/tetangga mendapatkan rezeki yang melimpah. Panas hati kita ketika melihat tetangga membeli barang baru, panas hati kita ketika melihat tetangga merenovasi rumahnya, panas hati kita ketika melihat tetangga naik jabatan, dan lain sebagainya.

Dalam kultum sebelumnya yang berjudul “Memuliakan Tetangga” sudah dijelaskan, bahwa Nabi saw bersabda : “Tidak! demi Allah tidak beriman… tidak! demi Allah tidak beriman… tidak! demi Allah tidak beriman… mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab: “Orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya.” (HR. Bukhari)

Hubungan “vertikal” seseorang juga ditentukan oleh sejauh mana hubungan “horizontal”nya.

2. TIDAK MELAKUKAN PENIPUAN/DUSTA/BOHONG DALAM SEGALA AKTIVITAS KEHIDUPAN

Nabi saw pernah menjelaskan kepada seseorang yang bertanya soal Islam. Nabi saw menjawab: “Islam adalah meninggalkan BOHONG/DUSTA”.

DUSTA/Bohong juga termasuk salah satu kejahatan lisan, selain ghibah. Dusta/bohong seringkali menghiasi obrolan kita. Rasanya belum “sedap” jika obrolan kita dengan orang blm dihiasi dengan kebohongan.

Dusta dapat mengarahkan seseorang kepada sifat khianat, yang merupakan salah satu tanda orang munafik. Nabi saw bersabda: “Seorang pemimpin yang mati dalam keadaan dia berkhianat kepada rakyatnya, maka tidak ada tempat yang paling cocok baginya selain neraka jahanam”… Na’uudzubillah…

Iri hati dan dusta adalah 2 penyakit yang sangat berbahaya bagi kita. Hendaknya kita dapat menjauhi kedua sifat tersebut, agar kita bisa mendapatkan predikat sebagai “Penghuni Surga”… Amin ya robbal ‘aalamin..

Wallahu a’lam…

Sumber: KangTarmin.Blogspot.Com


Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap
@ Kumpulan Dongeng Anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog


0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.