Maulid Nabi: Hak-Hak Rasulullah

Sesungguhnya di antara nikmat yang terbesar yang Allah anugerahkan kepada kita adalah diutusnya seorang rasul, yang sangat mencintai kita, menyayangi kita menginginkan keimanan dan keselamatan kita di dunia dan akhirat.

Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah berkorban dan menghabiskan semua potensi yang beliau miliki demi kebahagian ummat manusia. Beliau pun sangat sedih ketika mendapatkan orang-orang yang tidak mau beriman, sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah ungkapkan dalam Al-Qur’an, artinya:
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128).

Sungguh, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam begitu cinta kepada kita, sehingga semua perkara yang bisa menyelamatkan kita, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah sampaikan, dan apa-apa yang bisa mencelakakan kita di dunia dan akherat, beliau telah jelaskan, sehingga di akhir ayat beliau pun, beliau masih mengingat kita dan berkata, “Umatku....umatku.”

Sebagai seorang Muslim, hendaknya kita bersyukur atas nikmat Allah yang besar ini, dengan menunaikan apa-apa yang menjadi hak-hak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan benar. Tidak berlebihan sebagaimana orang-orang yang menempatkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai tempat bergantung, bersandar atau mengabulkan permintaan yang pada dasarnya merupakan hak Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Atau sebaliknya, orang-orang yang mengabaikan hak-hak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan memposisikan beliau seperti manusia biasa yang tidak perlu untuk diindahkan perkataannya. Wal iyâdzubillâh.

Sungguh, keterpurukan dan kehinaan yang menimpa kaum muslimin saat ini karena sebagian besar kaum Muslimin tidak menunaikan hak Allah Subhaanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya dengan baik. Dan di antara hak-hak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah sebagai berikut:

1. Ditaati Perintah dan Larangannya
Seorang Muslim wajib menaati Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, baik melaksanakan perintahnya atau menjauhi larangannya. Karena pada dasarnya, ketaatan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam adalah manifestasi dan bukti ketaatan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, dan Allah telah mengancam dengan keras orang-orang yang menyelisihinya. Menaatinya merupakan hal yang wajib bagi siapa saja yang beriman kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Perselisihan yang terjadi di tengah kaum Muslimin, hendaknya dikembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya lewat kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya. Dan jika sudah jelas dalam Al-Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka hendaknya diterima dengan lapang dada dan penuh keikhlasan, karena itu merupakan konsekuensi dari keimanan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Allah berfirman, artinya: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisâ: 65).

Berkata Ibnul Qayyim—rahimahullâh, “Allah Subhaanahu wa Ta'ala bersumpah dengan diri-Nya, bahwa tiada keimanan atas hamba sampai mereka menjadikan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagai hakim (pemutus) atas segala perselisihan di antara mereka di dalam perkara yang kecil maupun yang besar. Dan Allah tidak mencukupkan keimanan hanya sekadar menjadikan beliau sebagai hakim, sampai hilangnya keluh kesah terhadap keputusan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dan itu pun tak cukup, sampai mereka menerima dan melaksanakanya. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, artinya:
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS Al-Ahzâb: 36).

Maka Allah Subhaanahu wa Ta'ala mengabarkan, bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang Mukmin, setelah keputusan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dan barangsiapa memilih selain apa yag diputuskan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka sungguh dia berada dalam kesesatan yang nyata.

Kita mendapatkan banyak ayat dan hadits yang menjelaskan pentingnya taat kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang enggan. Sahabat bertanya, “Siapakah orang yang enggan?” Rasulullah r bersabda, “Barangsiapa yang menaatiku, maka akan masuk surga. Dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka dialah yang termasuk enggan (masuk surga).” (HR. Bukhârî dan Muslim).

Sejarah membuktikan bagaimana para sahabat begitu bersemangat, mengikuti semua apa yang Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam contohkan dan perintahkan, serta meninggalkan semua yang Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam larang. Sebagai contoh, pada mulanya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabat shalat menghadap Baitul Maqdis sebelum kiblat dialihkan ke Ka’bah. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sedang shalat, ada seseorang yang keluar dan melewati suatau kaum yang sedang melaksanakan shalat, kemudian orang tersebut mengatakan bahwa kiblat sudah berubah, maka mereka pun segerah merubah arah kiblat ke Baitullah sedang mereka masih dalam keadaan rukuk.

Demikian pula dengan pengharaman khamr, yang pada waktu itu masih ada di antara sahabat yang hampir meneguk khamr tersebut, lalu ketika kabar tentang pengharaman khamr mereka dengar, maka serentak dan tanpa berpikir panjang mereka langsung membuang khamr tersebut, pada hal itu merupakan kebiasan mereka yang sudah berlangsung bertahun-tahun.

Sebagai contoh lain, para shahabiyah (sahabat wanita), setelah turun ayat tentang hijab maka mereka bersegera mengambil dan mengenakan kain yang bisa mereka pergunakan untuk menutup aurat mereka. Bandingkan dengan kondisi umat Islam saat ini, ketika datang perintah dan larangan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, berapa banyak alasan yang kita jadikan dalih untuk menolak perintah dan larangannya. Wallâhul Musta’an.

2. Dicintai dan Dibela Sunnah-sunnahnya
Di antara perkara yang besar dari keimanan adalah mencintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, karenanya tidak benar kecintaan seseorang kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala, tanpa mencintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, lagi pula mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam merupakan sebab dimasukkannya seseorang ke surga. Mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam haruslah melibihi kecintaan kita kepada harta, orang tua, anak-anak, dan bahkan seluruh manusia, termasuk diri kita.

Suatu ketika, Umar bin Khaththab Radhiyallahu 'Anhu pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan menyampaikan kecintaanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan mengatakan, “Ya, Rasululllah! Sungguh, engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku.” Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak, demi Allah! Kecuali engkau mencintaiku melebihi kecintaanmu kepada dirimu sendiri!” Maka Umar menjawab, “Sungguh, demi Allah! Engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri.” Maka Rasulullah r bersabda, “Sekarang, wahai Umar (baru engkau betul-betul beriman).” (HR. Bukhârî).

Cinta yang kita maksudkan adalah cinta yang sebenarnya dengan bersemangat mengamalkan sunnah-sunnahnya, membela dan memperjuangkannya dengan cara-cara yang benar, serta mencukupkan diri terhadap apa yang beliau ajarkan, atau tidak mengada-adakan perkara yang memang tidak diperintahkan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, karena memang demikianlah konsekuensi kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Bahkan kita harus berani mengorbankan semua yang kita miliki demi membela Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan sunnah-sunnahnya.

Di sisi lain, ada di antara kaum Muslimin yang mengekpresikan kecintaan kepada Rasulullah r tapi dengan hal-hal yang tidak dicontohkan, seperti shalawat-shalawat yang tidak berdasar dan terkadang berisi sanjungan kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam secara berlebihan. Sebagian yang lain merayakan hari kelahiran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (mauludan), dengan alasan bukti cinta, syiar Islam, dan sebagainya. Tetapi coba kita renungkan perkataan sahabat Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'Anhu.


“Berapa banyak orang yang ingin meraih kebaikan namun tidak mendapatkannya.” (Diriwayatkan Imam Dârimî dalam sunannya)

Mereka berkata tentang maulid Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, “Tidak usah terlalu dipersoalkan dan dibesar-besarkan, bukankah kita menginginkan persatuan kaum muslimin?” Benar, tapi bukankah agama itu nasihat? Coba kita renungkan beberapa pertanyaan di bawah ini; Pernahkah Nabi melakukan peringatan hari kelahirannya, atau Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam wasiatkan kepada para sahabatnya? Dan adakah di antara sahabat dan tabi’in melakukannya? Dan tentulah para sahabat adalah orang-orang yang paling tahu tentang sunnah dan paling cinta kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Seandainya itu adalah perkara yang disyariatkan, tentulah mereka yang paling pertama melakukannya. Di samping itu masih banyak sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang menunggu untuk kita amalkan. Kebenaran datang dari Allah dan Rasul-Nya, dan kebenaran lebih wajib untuk kita ikuti.

3. Dicintai Keluarganya dan Para Sahabatnya
Keluarga dan sahabat-sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memiliki kedudukan yang tinggi dan dan keutamaan yang besar. Mereka adalah para pendamping Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam memperjuangkan ad dien yang mulia ini, sehingga kita semua wajib mencintai mereka karena itu bagian dari keimanan. Mencintai mereka berarti mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, dan membenci mereka sama saja membenci Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

4. Didahulukan Perkataanya dan Beradab dengannya
Semua perkataan dan pendapat bisa diterima dan ditolak kecuali sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sungguh musibah besar yang menimpa kaum Muslimin, ketika mereka menjadikan perkataan manusia di atas perkataan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Para sahabat menyadari, betapa agungnya dan mulianya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, sehingga ketika mereka menghadapi persoalan meraka langsung meminta fatwa kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Sepeninggal Rasululah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka di antara cara untuk mengagungkan dan memuliakannya adalah dengan mengembalikan semua urusan agama kepada Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang shohih serta tidak meninggalkannya hanya karena alasan mengikuti pemimpin, kyai atau orang-orang tertentu. Dan inilah yang merupakan implementasi dari firman Allah Subhaanahu wa Ta'ala, artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Hujurât: 1).

Demikianlah di antara hal penting dari hak-hak Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallamyang wajib untuk kita berikan kepada beliau sebagai wujud keimanan dan kecintaan kita kepada beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Wallâhu A’lam.
(Abû Shofiyah Syaibânî)


Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap
@ Kumpulan Dongeng Anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.