Tentang Akhlak: Jangan Makan Bangkai Saudaramu

Allah Ta’ala telah memberi kita begitu banyak nikmat-Nya sampai sampai kita tidak dapat menghitung nikmat tersebut, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Seandainya kalian mau menghitung-hitung nikmat yang Aku karuniakan kepada kalian niscaya kalian tidak akan mampu untuk menghitungnya (QS 14:34).

Kalau kita melihat didalam diri seorang manusia saja Allah memberikan nikmat yang begitu luar biasa yang tidak dapat dihargai dengan materi sebesar apapun. Diantara nikmat yang Allah berikan kepada kita yang tidak ternilai harganya adalah dilengkapinya pada bagian rongga mulut kita dengan Lidah yang membuat kita mampu berkomunikasi dengan baik, merasakan lezatnya makanan. Bukan hanya itu, dengan lidah seorang manusia dapat meraih keutamaan disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu dengan berdzikir, membaca Alqur’an, berbicara yang santun dan baik, kemampuan beretorika dengan indah untuk mengajak seseorang kepada kebaikan serta keutamaan-keutamaan lainya.

Tidak sedikit juga diantara manusia yang binasa disebabkan karena lidahnya, bahkan menjerumuskannya dalam kebinasaan yang sangat besar, Nabi Sallallahu ‘alahi wassalam bersabda : “Yang paling banyak memasukan manusia kedalam neraka adalah dua lubang, mulut dan kemaluan (HR. Thirmidzi), juga dalam hadits yang lain Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan : “Dan tidak ada yang menjerumuskan manusia kedalam neraka melainkan akibat lisan-lisan mereka”.

Betapa banyak kaum muslimin yang mampu untuk menjalankan perintah Allah Ta’ala dengan baik, bisa menjalankan sunnah-sunnah Nabi Sallallahu ‘alahi wasallam, mampu menjauhkan dirinya dari zina, berkata dusta, minum khamar, bahkan mampu untuk sholat malam setiap harinya, senantiasa puasa senin kamis, namun ...... mereka tidak mampu menghindarkan lidahnya dari perbuatan ghibah, bahkan walaupun mereka telah tahu bahwa ghibah itu tercela dan merupakan dosa besar namun tetap saja mereka tdk mampu menghindarkan diri mereka dari ghibah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menggambarkan perbuatan ghibah dengan penggambaran yang sangat hina dan menjijikan, dimana Allah menyamakan orang yang melakukan ghibah sama dengan memakan bangkai saudaranya, Allah Subhanahu wa ta’la berfirman: ............ dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yang lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yang telah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang (QS 49 :12).

Allah Ta’ala telah menyamakan perbuatan ghibah dengan memakan daging saudara kita yang telah menjadi bangkai, yang mana hal ini sangat dibenci oleh manusia dan merupakan puncak kebencian. Memakan bangkai hewan yang busuk saja menjijikan, namun hal ini masih lebih baik daripada memakan daging saudara kita sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam muslim yang semakin menambah rasa jijik kita akan perbuatan ghibah, yaitu kisah yang diceritkan oleh sahabat Amru bin Ash radiallahu ‘anhu yang melewati bangkai seekor begol (hasil persilangan kuda dan keledai), maka beliau berkata : “ Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim).

Begitu besar ancaman bagi pelaku ghibah yang disiapkan oleh Allah maka kita perlu mawas diri, terkadang kita tidak sadar atau tidak mengetahui bahwa apa yang sedang kita perbincangkan adalah ghibah. Dari Abu Hurairah radiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Tahukah kalian apa itu ghibah? Sahabat menjawab : “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Nabi berkata : “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu, Sahabat bertanya kembali : “Bagaimana pendapaatmu jika itu benar adanya? Nabi Sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Kalau memang sebenarnya begitu engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang engkau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya (memfitnahnya)”. (HR. Muslim)

Abdullah bin Mas’ud radiallahu ‘anhu berkata : “Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yang engkau ketahui pada saudaramu, dan jika engkau mengatakan yang tidak ada pada dirinya berarti itu adalah kedustaan”. Dari keterangan tersebut maka ulama kita menjelaskan yang dimaksud dengan ghibah adalah menceritakan sesuatu yang ada pada saudara kita yang mana hal tersebut tidak ia sukai, baik itu mengenai agamanya, ahlaknya, fisiknya, ataupun nasabnya. Ghibah itu bisa dengan perkataan yang jelas atau dengan yang lainnya seperti isyarat dengan perkataan atau dengan bibir atau mata dan yang lainnya, yang penting dapat dipahami bahwasanya hal itu adalah merendahkan saudaranya yang lain.

Berkaitan dengan bahaya ghibah , syariat juga memberikan penjelasan mengenai keadaan yang dipandang maslahat bagi pribadi maupun bagi ummat yang tidak bisa dicapai kecuali dengan jalan berghibah, yaitu :

Pertama, Pengaduan, maka dibolehkan bagi orang yang teraniaya mengadu kepada penguasa atau hakim dan yang selainnya yang memiliki kekuasaan dan kemampuan untuk mengadili orang yang menganiaya dirinya, Allah Ta’ala berfirman : ”Allah tidak menyukai ucapan yang buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali orang yang teraniaya”. (QS 4:148),

Kedua, Meminta bantuan untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan pelaku kemaksiatan kepada kebenaran, dan hendaknya tujuannya adalah sebagai sarana untuk menghilangkan kemungkaran, jika niatnya tidak demikian maka hal ini adalah haram,

Ketiga,. Meminta fatwa atas persolaan yang dihadapi dan sebaiknya tidak menyebut nama jika hal itu memungkinkan. Keempat, Memperingatkan kaum muslimin dari suatu bentuk kejelekan, dimana pelaku sudah terang-terangan melakukan kejelekan dan kefasikan, Aisyah radiallahu anha berkata : “Seseorang datang meminta izin kepada Rasulullah, maka Nabi Sallallahu ‘alaihi wassalam bersabda : “izinkanlah ia, ia adalah sejahat-jahat orang ditemngah kaumnya”. (HR. Bukhari Muslim). Namun diharamkan menyebutkan aib-aibnya yang lain yang tidak ia nampakkan kecuali ada sebab lain yang membolehkannya, 5). Untuk pengenalan, jika seseorang terkenal dengan sebuah laqob (gelaran) seperti si rabun, si pincang, si buta dan yang selainnya maka boleh untuk disebutkan, dan diharamkan menyebutkannya dalam rangka untuk merendahkan. Adapun jika ada cara lain untuk mengenali mereka (tanpa harus menyebutkan kekurangannya) maka cara tersebut lebih baik.

Tidak dipungkiri sangat sedikit diantara kita yang bisa selamat dari penyakit ghibah ini, bahkan naudzubillah mungkin ada diantara kaum muslimin yang menjadikan kelakuan yang menjijikan ini menjadi komsumsi sehari-sehari yang didukung oleh berbagai sarana yang memudahkan hal tersebut. Olehnya itu tidak ada kata terlambat, kita harus bertaubat dan meninggal perbuatan keji tersebut, yang menjadi pertanyaan bagaimanakah cara bertobat bagi orang yang pernah menggibahi saudaranya?.

Ulama kita telah menjelaskan bagaimana cara bertobat bagi orang yang pernah menggibahi saudaranya. Berkata syaikh Utsaimin rahimahullah (ulama besar arab saudi) : “Orang yang pernah membicarakan saudaranya dan merendahkannya dihadapan orang lain, maka ada dua cara yang dapat ditempuh: 1). Bahwa orang yang mengghibah harus datang kepada yang ia ghibahi dan memohon maaf serta meminta kerelaannya atas kesalahan yang ia perbuat, 2). Jika yang dighibahi telah mengetahui, maka ia harus datang dan meminta kerelaannya, namun jika yang dighibahi tidak tahu, cukup dengan memohon ampun untuknya (mendoakannya) dan membicarakan kebaikan-kebaikannya ditempat-tempat ia mengghibahinya, karena sesungguhnya kebaikan-kebaikan bisa menghilangkan kejelekan-kejelekan.

Cara kedua inilah yang lebih maslahat sebagiamana dikuatkan oleh perkataan Ibnu Katsir : “Tidak disyaratkan orang yang menghibahi saudaranya meminta penghalalannya. Karena jika ia memberitahu, terkadang orang dighibahi lebih tersakiti jika dibandingkan dia belum tahu, maka jalan keluarnya hendaknya memuji dengan kebaikan-kebaikan yang dimilikinya ditempat-tempat dimana ia telah mencela saudaranya. “

Akhirnya kita memohon kepada Allah Azza wa jalla untuk diberikan kekuatan dan hidayah agar kita tidak terjatuh dalam penyakit yang berbahaya ini, bahkan lebih dari itu perlu banyak menahan diri sekuat tenaga untuk tidak berbicara kecuali sesuatu yang bermanfaat bagi pribadi maupun untuk kemaslahatan ummat. Wallahu waliyut taufiq.

Media dakwah


Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap
@ Kumpulan Dongeng Anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.