Hikmah Seperti biasa kereta Jakarta-Bogor yang saya tumpangi berhenti di peron jalur dua. Segera setelah itu hiruk pikuk mewarnai suasana, ada yang naik ada yang turun.
----------
Kisah dari seorang teman Stasiun Pasar Minggu, 07.10 WIB.
Seperti biasa kereta Jakarta-Bogor yang saya tumpangi berhenti di peron jalur dua. Segera setelah itu hiruk pikuk mewarnai suasana, ada yang naik ada yang turun. Tiba-tiba, seisi gerbong dibuat takjub dengan pemandangan luar biasa yang kami saksikan pagi itu. Bahkan Bapak yang tadi menawarkan bangku disampingnya pada saya, sampai harus memutar kepalanya demi melihat peristiwa itu lebih jelas. Demikian juga halnya dengan orang-orang yangada di luar.
Ya....., kami semua terpukau dengan munculnya sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang anak perempuan berjalan saling berbimbingan tangan menyusuri pinggir peron. Mereka semua buta, kecuali anak perempuannya yang masih kecil (kira-kira 7 th.) Sang ayah berjalan memimpin di depan dengan tongkatnya. Ia berkopiah hitam, berkoko putih serta menyandang tas yang ia selempangkan dipundaknya.Si Ibu bergamis lebar warna ungu lengkap dengan jilbab. Sedangkan si anak, berpakaian batik seragam TPA dengan tas ransel dipunggung. Wajahnya bersih dan sangat ceria di balik jilbab putih mungilnya.
Kedua tangannya memegang erat-erat tangan Ayah dan Ibunya, dan kelihatan sekali ia berusaha menyamakan langkahnya dengan langkah kedua orangtuanya. Padahal kalau mau, bisa saja ia bebas berjalan sekehendak kakinya. Karena ia satu-satunya yang dapat melihat. Namun sikapnya nyaris mirip seperti orang buta juga jika kita tidak memperhatikan wajahnya. Tapi, anak itu rela berjalan dibawah bimbingan Ayahnya yang terbata-bata menyusuri peron.
Orang-orang ada geleng-geleng kepala, ada yang berdecak kagum entah pada Ayahnya, anak atau Ibunya, ada juga yang hanya melihat dalam diam. Tak adayang berkata-kata atau kasak-kusuk karena apa yang kami lihat mugkin tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sampai kereta berjalan, pandangan mata kami semua seperti tak ingin lepas dari mereka. Entah apa yang kami rasakan. Mungkin seperti setetes embun pagi yang menyentuh kulit. Tapi ini bukan embun sebenarnya, tetapi kesejukkan terasa sampai ke dalam hati.
Banyak yang dapat saya peroleh dari pemandangan itu. Yang pertama tentu Kebesaran Allah. Siapa yang sanggup menyatukan dua manusia buta menjadi satu keluarga kalau bukan Dia. Dan si anak kecil yang lucu dan menyenangkanitu , tapi tak dapat dilihat oleh orang tuanya, adalah Rahmat bagi mereka.
Keikhlasan sang Ayah dan Ibu tentu akan melahirkan anak yang juga memiliki keikhlasan yang sama. Siapa sih yang ingin dilahirkan dari sepasang orang tua yang buta. Yang jangankan mengajarkan tentang ini dan itu dalam kehidupab baru kita, karena melihat saja mereka takbisa.Terbanyangkah dibenak kita, masa kecil yang penuh dengan rasa ingin tahu dan orang yang paling dekat dengan kita tak bisa dengan mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kita? "Ayah itu hewan apa?" atau "Ibu kalau ini apa?"atau ... Terus terang saya kagum dengan anak itu (mungkin karena saya juga anak). Fitrahnya yang masih bersih tercermin dari perilakunya.
Saya juga kagum dengan sang Ayah, karena ia dengan segala keterbatasannya tetap menjadi pemimpin. Dan saya juga kagum dengan Ibu, karena ia berhasil membesarkan anak menjadi seperti itu juga dalam keterbatasannya. Saya pikir,hati mereka terbuat dari 'bahan baku' yang tidak sama dengan hati yang dimiliki orang kebanyakan yang normal.
Karena kita yang masih dikaruniai kesempurnaan mata masih sering kalimengeluh dan kurang ikhlas dengan apa yang Allah beri.
Allah Ta’ala berfirman: “Maka Kami hukumkah Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Kami lemparkan mereka ke dalam lautan. Maka lihatlah bagaimana akibat (buruk) orang-orang yang dzolim”. (Q.s, Al Qashash /28:40).
Sudah menjadi ketentuan-Nya, bahwa sejarah umat manusia tidak lepas dari berbagai tindak kedholiman. Dari dulu hingga hari ini. Yakni jauh sebelum semburat cahaya Islam muncul, yang kemudian disusul setelah umat Islam mundur dan runtuh. Dan selalu saja kaum yang menjadi korban bulan-bulanan kedholiman tersebut adalah mereka yang lemah dan miskin.
Sejarah silam bangsa Persia, Romawi, Cina, Mesir, India dan bangsa-bangsa tua lainnya, sarat dengan tumpukan lembaran-lembaran kelam kedholiman, kebengisan dan kelaliman. Hal tersebut lantaran dilatari oleh kebiasaan mereka hidup mewah, menumpuk pundi-pundi harta dan berfoya-foya. Disamping aturan dan undang-undang dholim yang dikukuhkan sebagai pemuas hawa nafsu dan selera rendah penguasa. Karenanya, mereka tidak merasa malu menjerat leher rakyat jajahan dengan upeti dan pajak yang jauh dari batas kesanggupan.
Dalam buku sejarah Persia, sebagaimana dinukil oleh Syaikh Abul Hasan Ali al-Nadwi dalam bukunya Madza Khasiral al-Alam bi al-Inkhithat al-Muslimin disebutkan, tidak pernah disinggung dalam sejarah seorang kaisar yang selalu hidup megah dan mewah melebihi kaisar-kaisar penguasa Persia. Mereka menarik dan menikmati upeti dan harta kekayaan melimpah dari negeri-negeri jajahan yang terbentang dari timur jauh hingga timur dekat.
Islam dan perbuatan dholim
Sejak awal, Islam datang menyeru umat manusia untuk lepas dari kungkungan kedzoliman dan kelaliman. Menyerukan persamaan derajat manusia di muka bumi ini, serta merubuhkan seluruh warisan-warisan jahiliyah yang identik dengan kedholiman. Tak ada lagi kesewenang-wenangan kaum yang kuat, kelaliman penguasa serta kebengisan golongan yang terpandang. Karenanya, tidak heran kalau dalam waktu yang relatif sangat singkat, Islam mendapat tempat istimewa di hati manusia. Khususnya mereka yang lemah dan tertindas.
Hal ini tergambar dari ucapan seorang Rib’iy bin Amir tatkala berdiri gagah di hadapan panglima tentara Persia, Rustum,
“Sungguh Allah Ta’ala mengutus kami untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan hanya kepada Allah, melepaskan lilitan belenggu kesempitan dunia menuju kebebasan, serta mengeluarkan mereka dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam”. (Lihat: al-Bidayah Wa al-Nihayah, Ibnu Katsir, 7/47).
Sebuah pernyataan jujur, lahir dari hati ksatria yang tulus, hingga tetap membekas sekalipun kesombongan dan kecongkakan berupaya mencegatnya.
Ketahuilah, harta, darah dan kehormatan seorang muslim haram atas muslim yang lain. Dalam konteks apapun, tidak dibenarkan merampas harta, menumpahkan darah atau mencemarkan kehormatan seorang muslim kecuali dengan alasan kebenaran. Ini dipertegas oleh Sabda Rasulullah SAW ketika haji wada’ (perpisahan):
“Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian haram (untuk ditumpahkan, dirampas dan dicemarkan), seperti haramnya hari kalian ini, di negeri ini (makkah), dan bulan kalian ini”. (HR. Imam Bukhari no: 65, Muslim no: 2137, Abu Daud no: 1628, al-Tirmidzi no: 2085Ibnu Majah no: 3046).
Olehnya, syariat Islam yang agaung memberi perhatian besar terhadap perkara-perkara tersebut. Setelah sebelumnya keadilan berada di titik nadir kehancuran. Misalnya, menindak tegas pembunuh jiwa yang suci (qishash), menghukum dengan sekeras-kerasnya para penyamun (Qs. 5:33), serta menegakkan hukum cambuk bagi orang yang suka menuduh tanpa bukti dan saksi yang dapat dipertanggung jawabkan. (Qs. 24:4).
Hati-hati berlaku dholim kendatipun terhadap orang fajir
Ketahuilah, perbuatan dholim tidak akan pernah membuahkan kebaikan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, segala sesuatu yang diperoleh melalui jalan kedholiman baik itu berupa harta, pangkat, jabatan dan lainnya, pasti akan berujung kebinasaan dan kehinaan. Olehnya hati-hati berlaku dholim, karena ia akan menelurkan banyak mudharat bagi pelakunya, di antaranya:
Pertama: Dholim adalah kegelapan pada hari kiamat.
Dari Jabir bin Abdullah, bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Takutlah kalian dari berlaku dholim, sesungguhnya kedholiman adalah kegelapan pada hari kiamat kelak”. (HR. Muslim no: 4675, Ahmad no: 13973).
Artinya, sikap dholim akan memadamkan cahaya penuntun yang dibutuhkan seorang hamba pada hari itu. Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang munafik yang dholim terhadap diri mereka sendiri ketika terusir dari keinginan mendapat imbasan cahaya orang-orang beriman. “Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman:
“Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahayamu”. Dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)”. (Qs. Al Hadid/57:13).
Kedua: Dholim membuat pelakunya bangkrut pada hari kiamat.
Sungguh, manusia paling celaka dan merugi adalah mereka yang datang pada hari kiamat dengan limpahan amal kebaikan, namun sayangnya amal-amal itu tidak mendatangkan sedikitpun manfaat baginya. Mereka sebagaimana disifatkan oleh Allah dalam kitab-Nya. “Bekerja keras lagi kepayahan. Memasuki api yang sangat panas (neraka)”. (Qs. Al Ghaasyiyah/88:3-4).
Termasuk diantaranya, mereka yang kerap melakukan tindakan kedholiman terhadap orang lain. Rasulullah Shalllallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?. Para sahabat menjawab : “Orang yang bangkrut di antara kami adalah mereka yang tidak memiliki dirham dan tidak pula perhiasan”. Kemudian beliau bersabda: “Orang yang bangkrut dari umatku adalah mereka yang datang pada hari kiamat kelak dengan pahala shalat, puasa, dan zakat. Akan tetapi ia pernah mencela ini, menuduh ini, makan harta ini, membunuh itu, memukul itu. Maka diambil amal kebaikan-kebaikannya dan diberikan kepada orang-orang ia dholimi. Jika kebaikan milikmua telah habis, maka diambil kesalahan-kesalahan (orang yang ia dholimi) kemudian dipikulkan ke atas pundaknya. Baru kemudian ia di campakkan ke dalam api neraka”. (HR. Muslim no 4678, al-Tirmidzi no: 2342, Ahmad no: 7686, al-Thabarani no: 561).
Ketiga: Doa orang terdholimi pasti diijabah oleh Allah, sekalipun berasal dari orang fajir.
Ibnu Abbas ra berkata, ketika Rasulullah SAW mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, beliau berpesan kepadanya:
"Takutlah terhadap doa orang yang terdholimi, sesungguhnya tidak ada antara dia dan Allah Ta’ala tabir penghalang”. (HR. Bukhari no: 1401, Muslim no: 27, Abu Daud no: 1351, al-Tirmidzi no: 567, al-Nasaai no: 2475).
Ingat, doa orang tertindas pasti memperoleh ijabah dari Allah Ta’ala kendati keluar dari lisan pelaku dosa dan maksiat. Hal ini dipertegas oleh Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah ra secara marfu’:
“Doa orang yang terdholimi pasti makbul, kendatipun ia seorang yang fajir (pelaku maksiat), karena kefajiran tersebut untuk dirinya sendiri”. (HR. Ahmad no: 8440. Hasan).
Bahkan, akan dijawab oleh Allah Ta'ala kendati keluar dari lisan orang kafir, sebagaimana diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
"Takutlah terhadap doa orang yang terdholimi, kendati berasal dari orangkafir, sesungguhnya tidak ada antara dia dan Allah Ta’ala tabir penghalang” (HR. Ahmad no: 12091, dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no: 767).
Dari keterangan beliau ini, kiranya cukup buat kita untuk takut akan rintihan dan munajat orang-orang lemah dan tertindas di sekitar kita. Doa yang mereka lantunkan adalah doa yang sanggup menggetarkan pintu-langit. Semuanya akan dijawab oleh-Nya, sekalipun berasal dari para pelaku maksiat dan orang kafir. Maka bagaimana kiranya jika doa tersebut dilantunkan oleh orang-orang shaleh yang berjuang melawan kedurjanaan serta membela kebenaran dan keadilan !? Wallahul musta’an!.
Pernak pernik kezaliman
Kedholiman dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam Islam. Lantaran perbuatan tersebut sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai kemanusiaan yang digariskan oleh Allah. Ta’ala. Semua manusia sama. Dan yang membedakan mereka di sisi-Nya adalah takwa
Di antara bentuk kedholiman yang kerap dijumpai di tengah kehidupan manusia:
Pertama: Dholim kepada Allah Ta’ala. Dalam artian mengangkat dan menjadikan sekutu bagi-Nya dalam urusan peribadatan. Dan ini merupakan puncak kadholiman yang paling tinggi. Ketika Rasulullah SAW membaca ayat Al Qur’an yang berbunyi: “Dan orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan mereka dengan kedholiman”. (Qs. Al An’am/6:82).
Para sahabat merasa berat dan khawatir, hingga wajah mereka berubah. Mereka lantas berkata:
“Wahai Rasulullah, siapakah diantara kami yang tidak pernah berlaku dholim?. Maka Beliau Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda; “Bukan seperti apa yang kalian duga, ia (kedholiman dalam ayat tersebut) adalah sebagaimana perkataan Luqman kepada anaknya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya memprsekutukan (Allah) adalah benar-benar kedholiman yang besar”. (Qs. Luqman/31:13). (HR. Bukhari no: 6424, Ahmad no: 4019).
Kedua: Dholim terhadap diri sendiri, keluarga dan istri.
Artinya, membenani diri diluar batas kemampuannya. Termasuk membebaninya dengan ibadah yang berlebihan. Padahal Allah tidak pernah membebani hamba-Nya melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam membenarkan Salman tatkala berkata kepada Abu Darda' tatkala Salman mencegatnya sholat semalam suntuk serta berpuasa setiap hari:
"Sungguh dirimu terdapat hak atasmu, keluarga dan istrimu pun terdapat hak atas dirimu, maka berikanlah hak setiap pemilik hak itu”. (HR Bukhari no: 1832, al-Tirmidzi no: 2337).
Perkataan ini merupakan nasehat yang sangat mulia. Seorang, jika menghabiskan malamnya dengan ibadah dan siangnya dengan berpuasa, sudah tentu akan melalaikan hak tubuh mendapatkan istirahat dan makanan yang cukup. Juga hak keluarga memperoleh penghidupan yang layak, serta hak istri untuk mendapat nafkah batin dari suaminya.
Ketiga: Dholim terhadap sesama muslim.
Seperti membunuh, merampas harta, mencela, menghina atau merusak kehormatan dan harga dirinya dan sebagainya. Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda tentang orang yang mendholimi saudaranya dengan merampas atau menggusur tanah miliknya:
“Siapa yang berlaku dholim terhadap sejengkal tanah (milik orang lain), kelak akan digantungkan pada hari kiamat kelak tujuh lapis bumi (yang ia dholimi) dilehernya”. (HR. Bukhari no: 2959, Muslim no: 3022).
Keempat: Dholim terhadap anak.
kedholiman ini sangat banyak dijumpai di sekitar kita. Diantarnya dalam dalam masalah memberi pembagian.
Dari Nu'man bin Basyir Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Bapakku pernah memberikan padaku sebagian hartanya. Maka Ibuku –Amrah binti Rawahah- berkata: Aku tidak ridha hingga engkau bertanya pada Nabi shallallahu alaihi wasallam. Maka bapakku datang menemu Rasulullah. Maka beliau berkata padanya: “Apakah hal ini engkau lakukan terhadap seluruh anak-anakmu?”. Ia berkata: “Tidak”. Beliau lantas bersabda: “Takutlah kepada Allah dalam urusan anak-anak kalian”. Maka ayahku segera pulang dan mengambil kembali sedekah tersebut”. (HR. Muslim no: 3055, .
Kelima: Dholim terhadap rakyat atau bawahan.
Ma’qil Ibnu Yasar berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallhu 'Alaihi Wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang hamba diberikan amanah oleh Allah Ta’ala untuk mengurus rakyatnya, kemudian mati dalam keadaan menipu rakyatnya tersebut, melainkan Allah akan mengharamkan baginya surga pada hari kiamat kelak”. (HR. Muslim no: 6618).
Akhir dari kedholiman
Kalau kita berkaca pada peristiwa-peristiwa lalu, akan tampak bagi kita bahwa kesudahan dari kedholiman yang dilakoni manusia di atas muka bumi adalah kebinasaan dan kehinaan. Dan sungguh dalam peristiwa-peristiwa tersebut terpendam pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”.(Qs. Yusuf/12:111).
Lihatlah akhir dari kelaliman tirani Fir’aun dan Namruz. Tak ada yang tersisa bagi keduanya melainkan keping-kepng kehinaan yang terus dikenang hingga hari kiamat. Demikian pula akhir dari rezim Al Hajjaj Ibnu Yusuf yang terkenal bengis dan kejam. Ia pun binasa dalam kehinaan, sepekan setelah meluncur doa dari lisan Said Ibnu Jubair ketika beliau akan dieksekusi:
“Wahai Allah, Jangan engkau biarkan ia menguasai (mendhalimi) seorang-pun setelahku". (Lihat: al-Bidayah Wa al-Nihayah, Ibnu Katsir 9/116).
Olehnya, hendaklah orang-orang yang berpikir mengambil i’tibar. Tindakan dholim pada orang lain, pasti akan mendapat balasan yang setimpal dari Zat yang selalu membela kaum lemah dan tertindas. Dan Dia maha berkuasa atas segala sesuatu. “Sungguh pada hari kiamat kelak akan ditunaikan (dikembalikan) semua hak-hak kepada pemiliknya, hingga kambing yang bertanduk pun akan digiring (pada hari itu) dan diputuskan lantaran pernah menyeruduk kambing yang tak bertanduk, (baru setelah itu mereka dikembalikan menjadi tanah)”. (HR. Muslim). Wallahu a’lam.
Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik dan Dinamis
@ Kumpulan Tutorial Blog Lengkap
@ Kumpulan Dongeng Anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.