Melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan Allah ta’aala menghendaki orang-orang beriman agar meraih derajat taqwa. Ibarat sebuah pusdiklat, maka madrasah Ramadhan diharapkan akan meluluskan peserta pusdiklat berupa muttaqin (orang-orang bertaqwa).
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkanatas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-Baqarah ayat 183)
Siapakah orang-orang yang bertaqwa? Pastikan kita menjadi orang bertaqwa menurut kriteria fihak yang memprogram pusdiklat. Jangan kita ikut sebuah pusdiklat lalu sebagai peserta kita yang menggariskan tolok ukur kelulusan. Serahkan penilaian lulus atau tidak para peserta pusdiklat kepada pembuat program pusdiklat.
Demikian pula dengan program pusdiklat berupa bulan Ramadhan. Serahkan penilaian lulus atau tidaknya kepada perancang program Ramadhan, yakni Allah ta’aala. Apa kriteria orang beriman yang berhasil meraih predikat taqwa?
Pertama, menurut Allah ta’aala seorang yang bertaqwa adalah orang yang telah terbentuk dalam dirinya penghayatan bahwa alam kehidupan kekal akhirat lebih baik daripada alam kehidupan fana dunia.
”Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al-An’aam ayat 32)
Kedua, menurut Allah ta’aala orang bertaqwa adalah orang yang lebih mengharapkan pahala atau ganjaran atau reward di akhirat daripada reward atau pahala di dunia. Sebab ia tahu dan yakin bahwa pahala di dunia bersifat sementara dan artifisial (menipu). Sedangkan pahala di akhirat bersifat kekal dan hakiki.
”Dan sesungguhnya pahala di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa.” (QS Yusuf ayat 57)
Sehingga dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan betapa dahsyatnya penderitaan di neraka sehingga melupakan seseorang akan kesenangannya sewaktu di dunia. Dan betapa luar biasanya kesenangan di surga sehingga melupakan seseorang akan kesengsaraannya sewaktu di dunia.
"Pada hari berbangkit didatangkan orang yang paling ni'mat hidupnya di dunia dari ahli neraka. Maka ia dicelupkan ke dalam neraka sejenak. Kemudian ditanya, "Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesenangan? Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?" Ia menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rabb." Dan didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia dari ahli surga. Maka ia dicelupkan ke dalam surga sejenak. Kemudian ditanya, "Hai anak Adam, apakah kamu pernah melihat kesengsaraan? Apakah kamu pernah merasakan penderitaan?" Ia menjawab, "Tidak, demi Allah wahai Rabb. Aku tidak pernah mengalami kesengsaraan dan tidak pula melihat penderitaan" (HR Muslim 5018)
Ketiga, menurut Allah ta’aala orang bertaqwa sangat bergairah menyambut tawaran Allah ta’aala untuk berkompetisi meraih kesuksesan di akhirat berupa ampunan Allah ta’aala dan surgaNya yang seluas langit dan bumi. Orang bertaqwa tidak bergairah manakala menyaksikan kompetisi kaum materialis dan sekularis merebut kesuksesan di dunia yang fana dan penuh fatamorgana.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.” (QS Ali Imran ayat 133)
Jika kita perhatikan pesan-pesan Allah ta’aala dan RasulNya, niscaya tidak akan dijumpai satupun ayat atau hadits yang menganjurkan orang beriman berlomba meraih kesuksesan duniawi. Selalu saja ayat yang bicara mengenai anjuran bersegera dan berkompetisi adalah berkenaan dengan kesuksesan ukhrowi.
”...laknya adalah kesturi; dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba...” (QS Al-Muthaffifiin ayat 26)
Ayat di atas terdapat di antara ayat-ayat yang menggambarkan kesenangan para penghuni surga.
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam surgaMu dan peliharalah kami dari azab nerekaMu. Amin ya rabb.-
Di bulan Ramadhan ini mari kita merenung sejenak dengan menyimak kisah berikut ini. Telah diriwayatkan ada seorang yang shalih berjalan di jalan. Tiba-tiba ia melihat pintu terbuka, lalu ada anak kecil keluar dari pintu itu meminta pertolongan sambil menangis. Sedangkan ibunya berada di belakangnya dengan mengusir si anak itu sampai dia keluar.
Akhirnya sang ibu menutup pintu depan, sehingga ia masuk rumah dan anak kecil itu pergi di tempat yang tidak jauh dari rumahnya. Setelah itu si kecil berhenti sambil berfikir dan merenung, namun ia belum mendapatkan tempat perlindungan selain rumah yangh dia diusir darinya.
Ia juga belum mendapatkan orang yang mau melindungi dirinya selain ibunya sendiri. Terpaksa ia kembali pulang dengan jiwa yang terpukul dan dengan hati yang sedih. Setiba di rumah, ia didapatkan pintu masih tertutup rapat.Akhirnya ia tidur di depan pintu sambil meletakkan pipinya di ambang pintu, sementara air matanya bercucuran sampai membasahi pipinya.
Lama ia tidur di situ, kemudian pergi. Ketika ibunya melihat anaknya dalam keadaan demikian, akhirnya dia langsung mengambil si anak itu sambil dirangkulnya, diciumnya, dan menangis tersedu-sedu.
Seraya berkata, "Wahai anakku, Kenapa kalian pergi meninggalkan daku, siapa yang akan melindungi kalian selain aku. Tidak aku telah berkata kepada kalian, "Janganlah kalian menyalahi perintahku dan janganlah kalian berbuat yang menyebabkan aku harus memberi hukuman kepada kalian, yang jelas itu menyalahi sifat kasih sayang yang telah Allah berikan kepadaku untuk kalian. Kemudian anak itu diambilnya dan dibawa masuk rumah.
Akan tetapi Rasulullah SAW bersabda: "Allah lebih kasih sayang terhadap hamba-hamba-Nya daripada kasih sayang ibu terhadap anaknya".(HR: Muslim)
Dimanakah letak rahmat (kasih sayang) ibu dibandingkan dengan kasih sayang Allah yang meliputi segala sesuatu? Bahkan Allah lebih senang manakala ada seseorang yang bertaubat kepada-Nya. Perhatikan sabda nabi SAW: "Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat seorang hamba-Nya melebihi kesenangan orang yang bepergian mengendarai kendaraan di hutan. Sesampai di sana ia singgah, sedang kendaraan itu penuh dengan bekal makanan dan minuman. Lalu ia duduk di bawah pohon rindang sambil meletakkan kepalanya dan tidur sebentar di bawah pohon itu. Begitu bangun tiba-tiba kendaraan itu hilang. Akhirnya ia mencari kendaraan itu.
Ia datang ke sebuah bukit dan naik ke atasnya. Namun ia tidak melihat sesutu. kemudian ia mendatangi bukit lain sambil naik ke atasnya namun ia tetap tidak melihat apa-apa.
Sampai udara sangat panas dan ia merasa haus, akhirnya ia memutuskan untuk kembali lagi ke tempat semula. Sampai di sana ia tertidur dengan lelap. Begitu bangun, ia langsung pergi ke bawah rindang pohon sambil berbaring di bawahnya. Ia sudah patah harapan untuk mendapatkan kendaraannya kembali lalu mulai putus asa.
Tiba-tiba ketika ia terbangun dari tempat pembaringannya, kendaraannya telah ada kembali di depannya lengkap dengan bekal makanan dan minuman. Dengan demikian, Allah lebih gembira menerima taubat seorang hamba-Nya melebihi kegembiraan orang yang menemukan kembali harapannya."
Ketahuilah, wahai teman-temanku! Sesunguhnya dosa itu bisa meninmbulkan rasa re4ndah hati bagi orang-orang yang bertaubat dengan sebenar-benarnya. Juga menimbulkan rintihan yang dicintai oleh Allah SWT.
Oleh karena itu, seseorang senantiasa meletakkan dosa-dosanya di ujung matanya, sehingga dosa-dosa itu bisa menyebabkan dirinya menyesal. Akhirnya yang asalnya ia selalu berbuat dosa kini berubah mengerjakan berbagai ketaatan dan kebaikan kepada Allah.
0 komentar:
Post a Comment
Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.