Berniat sama dengan Berbuat


Dan siapa ingin balasan di dunia, Kami berikan daripadanya. Dan siapa ingin balasan di akhirat, Kami berikan juga daripadanya

“Dan siapa ingin balasan di dunia, Kami berikan daripadanya. Dan siapa ingin balasan di akhirat, Kami berikan juga daripadanya.” (Q.S. Ali Imran 3: 145)

Ayat di atas dengan jelas memastikan bahwa Allah menuruti keinginan dan niat setiap manusia. Terserah apa maunya, dunia atau akhirat. Intinya ialah apa yang ada di pikiran manusia itu yang akan terjadi dengan izin Allah. Ada sebuah hadis populer yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, “Innama‘l -a’malu bi-‘nniyat, wa innama likulli-‘mri‘in ma nawa (Sesungguhnya perbuatan itu bergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang mendapat apa yang diniatkannya).” Selama ini sabda Rasulullah saw. tadi dikaitkan dengan pentingnya memasang niat yang benar agar amal berpahala. Shalat yang dilakukan dengan niat riya –ingin dipuji— diancam masuk Neraka Wail.

Hijrah yang dilakukan karena mau menikahi wanita yang ikut hijrah, maka yang diperoleh hanya wanita itu. Pendeknya, hadis tadi merupakan suatu ajaran akhlak tentang keikhlasan, yang menuntut samanya niat dengan ucapan dan perbuatan.

Ada pemahaman lain yang bisa kita renungkan dari hadis di atas. Dr. F.I. Regardie, seorang ahli psikoterapi yang lahir di London tahun 1907 dan tinggal di Amerika Serikat sejak usia 13 tahun, menulis buku yang sangat laris, The Art of True Healing. Isinya tentang kekuatan spiritual dari masing-masing manusia yang bila dimanfaatkan bisa menyembuhkan segala penyakitnya sendiri. Konsep ini searah dengan buku Anatomy of The Spirit karya Dr. Caroline Myss, seorang ahli spesialis diagnosa intuisi, yakni bagaimana “melihat” penyakit pasien secara intuitif. Yang menarik adalah sebuah pernyataan di dalam buku itu, “So be it, so it is”. Ucapkan: “Jadilah, maka akan terjadi”.

Bila kita berkonsentrasi penuh membayangkan sesuatu hal akan terjadi, maka niscaya hal itu terjadi. Mirip ayat “Kun fayakun”. Bila kita membulatkan pikiran dan niat bahwa badan yang lesu dan sakit-sakitan menjadi terasa segar bugar, maka hal itu akan terjadi, badan akan segar lagi. Setiap kali energi spiritual dipusatkan dan disalurkan kepada organ yang sakit, maka setiap sel di sana menerima pesan penyembuhan dan akan melaksanakan perintah sesuai pesan itu.

Setiap molekul udara di sekitar tubuh ternyata juga ikut beresonansi, bergetar memperkuat frekuensi pesan itu sehingga akhirnya kesembuhan menjadi kenyataan. Dan pengiriman pesan pikiran ini tidak hanya terbatas soal penyakit, pemusatan niat bulat tentang sesuatu hal akan direkam oleh alam dan apabila intensitas energinya cukup tinggi, akan menjadi kenyataan.

Ketika pikiran difokuskan kepada seorang teman agar dia ingat pada kita, maka bisa saja tiba-tiba dia menelpon kita. Bukankah hal ini sering kita alami? Tetapi niat yang setengah-setengah, asal-asalan, akan menguap tanpa bekas. Ketika kita membulatkan pikiran dan niat memiliki suatu benda atau mencapai suatu target, niat itu akan terwujud. Ada falsafah para pelaut pengembara Bugis-Makassar, “Sebelum berangkat tiba dulu.” Sebelum perahu bertolak, sudah dibayangkan dengan penuh keyakinan suasana di pantai yang akan dituju. Artinya sebelum memulai sesuatu, bayangkan dengan kuat gambaran ketika hal itu sudah selesai. Maka realisasi target tinggal menunggu waktu saja. “Faidza azamta fatawakkal ‘ala’llahi (Apabila niat sudah bulat, baru bertawakal kepada Allah).” Dalam sebuah Hadis Qudsy Allah berfirman, “Ana ‘inda dzonni ‘abdi bi (Aku menuruti saja persangkaan hamba-Ku).”

Tetapi sebaliknya, ketika hati yang panas dan pikiran buruk berkumpul, maka niat jahat yang intensif juga akan segera menjadi realita. Subhanallah. Betapa tipisnya batas antara pikiran dan perbuatan. Fenomena ajaib bahwa ketika kita berprasangka buruk di Mekah, langsung dibalas seketika di sana, memperkuat teori ini. Yakni bahwa berniat buruk berarti sudah melakukan perbuatan buruk dalam dosis kecil. Karena menurut sabda Rasulullah saw., di Masjidil Haram pahala ibadah dibalas 100.000 kali, maka niat berbuat buruk juga dilipatgandakan sehingga seolah-olah seperti perbuatan buruk itu sudah dilakukan.

Sebenarnya balasan terhadap niat baik dan buruk tidak hanya berlangsung di Mekah saja. Wilayah kekuasaan Allah meliputi segenap pelosok jagat, sampai ke kampung kita. Maka awas, hati-hati dengan niat. Niat harus dikontrol, agar tidak dijatuhi hukuman oleh Allah. Menurut Rasulullah saw. setiap organ anak Adam itu ada bagian dari zina. Mata berzina dengan melihat, kuping berzina dengan mendengar, mulut berzina dengan ucapan, dan hati berzina dengan niat.

Organ kelaminlah yang berbuat dan merealisasikan zina itu berdasar niat semula. Maka hati tetap memberikan kontribusi besar di sana. Walhasil benarlah sabda Rasulullah tadi, bahwa amal dan niat adalah suatu kesatuan, sama-sama kenyataan, dan harus dipertanggungjawabkan. Waspadalah, jangan coba-coba berniat buruk, apalagi berbuat buruk.
(PercikanIman.Org)



Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.