Amal Perbuatan yang Meringankan Menyeberang Jembatan Akhirat


Sebagaimana sudah kita ketahui setiap Ahli Tauhid sebelum berhak mencapai pintu gerbang surga diharuskan melewati ujian berat yaitu menyeberangi jembatan yang membentang di atas Neraka Jahannam. Nabi shollallahu ’alaih wa sallam melukiskan jembatan itu sebagai lebih tipis dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang. Ada mereka yang sukses menyeberanginya, ada yang sukses namun terluka kena sabetan duri-duri dan besi-besi kait yang merobek sebagian anggota tubuhnya sementara ada yang gagal sehingga terjatuh dan terjerembab dengan wajahnya terlebih dahulu masuk ke dalam api menyala-nyala Neraka Jahannam.

“Dan Neraka Jahannam itu memiliki jembatan yang lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Di atasnya ada besi-besi yang berpengait dan duri-duri yang mengambil siapa saja yang dikehendaki Allah. Dan manusia di atas jembatan itu ada yang (melintas) laksana kedipan mata, ada yang laksana kilat dan ada yang laksana angin, ada yang laksana kuda yang berlari kencang dan ada yang laksana onta berjalan. Dan para malaikat berkata: ”Rabbi sallim. Rabbi sallim.” ( ”Ya Allah, selamatkanlah. Selamatkanlah.”) Maka ada yang selamat, ada yang tercabik-cabik lalu diselamatkan dan juga ada yang digulung dalam neraka di atas wajahnya.” (HR Ahmad 23649)

Setiap orang yang mengaku beriman sudah barang tentu berharap dirinya masuk ke dalam golongan mereka yang selamat menyeberanginya sehingga berhak masuk Surga dan dijauhkan dari azab api neraka. Namun pertanyaannya ialah bagaimana hal itu bisa tercapai? Apa syarat-syarat agar seorang Mukmin berhak menikmati kesuksesan tersebut? Sebenarnya dalam hadits lain Nabi shollallahu ’alaih wa sallam telah mengisyaratkan sebagian jawabannya.

“Allah akan memanggil umat manusia di akhirat nanti dengan nama-nama mereka ada tirai penghalang dari-Nya. Adapun di atas jembatan Allah memberikan cahaya kepada setiap orang beriman dan orang munafiq. Bila mereka telah berada di tengah jembatan, Allah-pun segera merampas cahaya orang-orang munafiq. Mereka menyeru kepada orang-orang beriman: ”Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebagian dari cahaya kamu.” (QS Al-Hadid ayat 13) Dan berdoalah orang-orang beriman: ”Ya Rabb kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami.”(QS At-Tahrim ayat 8) Ketika itulah setiap orang tidak akan ingat orang lain.” (HR Thabrani 11079)

Di antara solusinya ialah seorang mukmin mesti mengupayakan agar dirinya kelak memiliki cukup cahaya agar mampu menyeberangi kegelapan dan panasnya neraka. Sebab pada saat akan menyeberangi jembatan tersebut setiap orang dibekali Allah cahaya agar mampu melihat jalan yang sedang ditelusurinya di atas jembatan tersebut. Dan bila ia termasuk mukmin sejati cahaya yang diterimanya itu akan setia menemani dan menyinari dirinya sepanjang penyeberangan itu hingga sampai ke ujung menjelang pintu surga. Namun jika ia termasuk orang yang imannya bermasalah lantaran begitu banyak dosanya, apalagi kalau ia termasuk orang munafik, maka di tengah perjalanan menyeberangi jembatan Allah tiba-tiba padamkan cahaya yang menemaninya sehingga ia dibiarkan dalam kegelapan dan akibatnya ia menjadi tersesat dan terjatuh ke dalam api neraka.

Begitu cahaya orang-orang munafik itu mendadak dipadamkan Allah, maka mereka akan berteriak panik dan memohon kepada orang-orang beriman sejati agar dibagi sebagian cahaya yang setia menemani mukmin sejati itu. Sungguh gambaran mengerikan yang dengan jelas diuraikan Allah di dalam ayat-ayat berikut ini:

”Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mu'min laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): "Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak. Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman: "Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu". Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)". Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mu'min) seraya berkata: "Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?" Mereka menjawab: "Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah; dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu. Maka pada hari ini tidak diterima tebusan dari kamu dan tidak pula dari orang-orang kafir. Tempat kamu ialah neraka. Dialah tempat berlindungmu. Dan dia adalah sejahat-jahat tempat kembali.” (QS Al-Hadid ayat 11-15)

Lalu apakah amal perbuatan yang akan menyebabkan seorang mukmin memiliki cukup cahaya untuk sukses menyeberangi jembatan itu? Ternyata, di antaranya ialah kesungguhan seorang mukmin untuk bertaubat dari dosa-dosa yang selama ini dia kerjakan. Inilah yang disebut dengan aktifitas Taubatan Nasuhan (Taubat Yang Murni). Taubatan Nasuha inilah yang akan menyebebkan seorang mukmin memperoleh cahaya yang disempurnakan untuk sukses menyeberangi jambatan Neraka. Bukan taubat musiman alias taubat yang tidak menyebabkan seseorang benar-benar meninggalkan perbuatan dosa yang dilakukannya. Perhatikanlah ayat Allah berikut ini:

”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan Taubatan Nasuhan (taubat yang semurni-murninya), mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu". (QS At-Tahrim ayat 8)

Al-Hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam, beliau bersabda: ”Shirath itu setajam pedang dan sangat menggelincirkan.” Beliau melanjutkan: ”Lalu mereka melintas sesuai dengan cahaya yang mereka miliki. Maka di antara mereka ada yang melintas secepat meteor, ada pula yang melintas secepat kedipan mata, ada pula yang melintas secepat angin, ada pula yang melintas seperti orang berlari, dan ada pula yang berjalan dengan cepat. Mereka melintas sesuai amal perbuatan mereka, hingga tibalah saat orang yang cahayanya ada di jari jempol kedua kakinya melintas, satu tangannya jatuh, dan satu tangannya lagi menggantung, satu kakinya jatuh dan satu kakinya lagi menggantung, kedua sisinya terkena api neraka.”

Kedua, seorang Mukmin akan dijamin memiliki cukup cahaya saat menyeberangi jembatan di atas Neraka jika ia rajin berjalan ke masjid dalam kegelapan untuk menegakkan sholat wajibnya semata ingin meraih keridhaan Allah. Nabi bersabda:

“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan menuju masjid-masjid dalam kegelapan dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR Ibnu Majah 773)

Nabi shollallahu ’alaih wa sallam seringkali ketika berjalan menuju ke masjid berdoa dengan doa sebagai berikut:

“Ya Allah jadikanlah cahaya dalam hatiku, dalam penglihatanku, dalam pendengaranku, di sebelah kananku, di sebelah kiriku, di sebelah atasku, di sebelah bawahku, di depanku, di belakangku dan jadikanlah aku bercahaya.” (HR Bukhary 5841)

Ketiga, seorang Mukmin akan sukses menyeberangi jembatan neraka bila ia melindungi sesama mukmin dari kejahatan orang Munafik. Dan sebaliknya barangsiapa yang mengucapkan perkataan buruk untuk mencemarkan seorang Muslim, maka Allah akan menghukumnya dalam bentuk ia ditahan di atas jembatan neraka hingga dosa ucapannya menjadi bersih.

“Barangsiapa melindungi seorang Mukmin dari kejahatan orang Munafik, Allah akan mengutus malaikat untuk melindungi daging orang itu –pada hari Kiamat- dari neraka jahannam. Barangsiapa menuduh seorang Muslim dengan tujuan ingin mencemarkannya, maka Allah akan menahannya di atas jembatan neraka jahannam hingga orang itu dibersihkan dari dosa perkataan buruknya.” (HR Abu Dawud 4239)

Saudaraku, sungguh kita semua sangat membutuhkan cahaya yang mencukupi untuk menyeberangi jembatan neraka dengan selamat. Semoga Allah masukkan kita bersama ke dalam golongan Mukmin sejati. Semoga Allah bersihkan hati kita bersama dari penyakit kemunafikan. Sebab kemunafikan akan menyebabkan cahaya seseorang tiba-tiba padam saat menyeberangi jembatan neraka sehingga ia menjadi tergelincir lalu jatuh ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Na’udzubillahi min dzalika...!

Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari kemunafikan, dan ‘amal perbuatan kami dari riya dan lisan kami dari dusta serta pandangan mata kami dari khianat. Sesungguhnya Engkau Maha Tahu khianat pandangan mata dan apa yang disembunyikan hati.

Andai Orang Tua-ku Belum Tiada...

Orangtua-mu memelihara dirimu agar hidup teruss..sedangkan dirimu mendampingi orang tua lanjut dengan sebaliknya..

Berbuat baik kepada kedua orang tua hukumnya wajib, baik waktu kita masih kecil, remaja atau sudah menikah dan sudah mempunyai anak bahkan saat kita sudah mempunyai cucu. Ketika kedua orang tua kita masih muda atau sudah lanjut usianya bahkan pikun kita tetap wajib berbakti kepada keduanya.

Bahkan lebih ditekankan lagi apabila kedua orang tua sudah tua dan lemah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Al-Isra’ ayat 23 dan 24 dalam pembahasan sebelumnya.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS.17:23)

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS.17:24)

Di dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman bahwa Rabb (Allah) telah memerintahkan kepada manusia agar tidak beribadah melainkan hanya kepada Allah saja. Kemudian hendaklah manusia berbuat sebaik-baiknya kepada kedua orang tuanya.

Jika salah seorang atau kedua-duanya ada di sisinya dalam usia lanjut maka jangan katakan kepada keduanya perkataan ‘uh’ serta tidak boleh membentak keduanya, memukulkan tangan, menghentakkan kaki karena hal itu termasuk durhaka kepada kedua orang tua. Dan katakanlah kepada keduanya dengan perkataan yang mulia.

Pada ayat ini Allah mengatakan ‘kibara’, kibar atau kibarussin artinya berusia lanjut, sedangkan ‘indaka’ berarti pemeliharaan yaitu suatu kalimat yang menggambarkan makna tempat berlindung dan berteduh pada saat masa tua, lemah dan tidak berdaya. Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan tentang lebih ditekankannya berbuat baik pada kedua orang tua pada usia lanjut karena :

Pertama
Keadaaan usia lanjut adalah keadaan dimana keduanya membutuhkan perlakuan yang lebih baik karena keadaannya pada saat itu sangat lemah.

Kedua
Semakin tua usia orang tua berarti semakin lama orang tua bersama anak. Hal ini dapat menyebabkan ‘Si Anak’ merasa berat sehingga dikhawatirkan akan berkurang berbuat baiknya, karena segala sesuatunya diurusi oleh anak dan keluarlah perkataan ‘ah’ atau membentak atau dengan ucapan, “Orang tua ini menyusahkan”, atau yang lain. Apalagi apabila orang tuanya sudah pikun, akan membuat anak mudah marah atau benci kepadanya. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berwasiat agar manusia selalu ingat untuk berbakti kepada kedua orang tua.

Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan tentang ruginya seseorang yang tidak berbakti kepada kedua orang tua pada waktu orang tua masih berada di sisi kita. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh beberapa sahabat yaitu :

“Artinya : Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Celaka, sekali lagi celaka, dan sekali lagi celaka orang yang mendapatkan kedua orang tuanya berusia lanjut, salah satunya atau keduanya, tetapi (dengan itu) dia tidak masuk syurga” [Hadits Riwayat Muslim 2551, Ahmad 2:254, 346]
Kemudian hadits berikut ini :

“Artinya : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar kemudian berkata, “Amin, amin, amin”. Para sahabat bertanya. “Kenapa engkau berkata ‘Amin, amin, amin, Ya Rasulullah?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Telah datang malaikat Jibril dan ia berkata : ‘Hai Muhammad celaka seseorang yang jika disebut nama engkau namun dia tidak bershalawat kepadamu dan katakanlah amin!’ maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Celaka seseorang yang masuk bulan Ramadhan tetapi keluar dari bulan Ramadhan tidak diampuni dosanya oleh Allah dan katakanlah amin!’, maka aku berkata : ‘Amin’. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata lagi. ‘Celaka seseorang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya masih hidup tetapi justru tidak memasukkan dia ke surga dan katakanlah amin!’ maka kukatakan, ‘Amin”. [Hadits Riwayat Bazzar dalama Majma'uz Zawaid 10/1675-166, Hakim 4/153 dishahihkannya dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi dari Ka'ab bin Ujrah, diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad no. 644 [Shahih Al-Adabul Mufrad No. 500 dari Jabir bin Abdillah]

Pada umumnya seorang anak merasa berat dan malas memberi nafkah dan mengurusi kedua orang tuanya yang masih berusia lanjut. Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa keberadaan kedua orang tua yang berusia lanjut itu adalah kesempatan paling baik untuk mendapatkan pahala dari Allah, dimudahkan rizki dan jembatan emas menuju surga.

Karena itu sungguh rugi jika seorang anak menyia-nyiakan kesempatan yang paling berharga ini dengan mengabaikan hak-hak orang tuanya dan dengan sebab itu dia tidak masuk surga.

Jika kita mencoba membandingkan antara berbakti kepada kedua orang tua dengan jalan mengurusi kedua orang tua yang sudah lanjut usia atau bahkan sudah pikun yang berada di sisi kita dengan ketika kedua orang tua kita mengurusi dan mebesarkan serta mendidik kita sewaktu masih kecil, maka berbakti kepada keduanya masih terbilang labih ringan. Mungkin kita mengurusnya hanya beberapa tahun saja.

Sedangkan mereka mengurus kita membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Dari mulai hamil, hingga dilahirkan kemudian disekolahkan. Kedua orang tua kita memberikan segala yang kita minta mungkin lebih dari 10 tahun bahkan sampai 25 tahun.

Ketika orang tua mengurusi kita, dia mendo’akan agar si anak hidup dengan baik dan menjadi anak yang shalih, tetapi ketika orang tua ada di sisi kita, di do’akan supaya cepat meninggal. Bahkan ada di antara mereka yang menyerahkan keduanya ke panti jompo. Ini adalah perbuatan dari anak-anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya.

Bagaimanapun keadaannya, kedudukan mereka tetaplah sebagai orang tua kita, walaupun mereka bodoh, kasar atau bahkan jahat kepada kita. Dialah yang melahirkan dan mengurusi kita, bukan orang lain. Maka kita wajib berbakti kepada keduanya bagaimanapun keadaannya.

Seandainya dia berbuat syirik atau bid’ah, kita wajib mendakwahkan kepadanya dengan baik supaya dia kembali, kita do’akan supaya mendapatkan hidayah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan diperlakukan dengan tidak baik, berbuat kasar atau pun yang lainnya.

[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta]

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

0 komentar:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan Bijak, Jangan buang waktu anda dengan berkomentar yang tidak bermutu. Terimmma kasssih.