Aneka Perlengkapan Sholat

Izzah Store menjual aneka Perlengkapan Sholat, seperti Mukena, Sajadah, Sarung, Peci, dll tersedia untuk anak dan dewasa

Aneka Parfum Alrehab

Izzah Store menjual parfum Alrehab original Jeddah Arab Saudi dengan berbagai varian aroma, seperti Soft, Lovely, Dalal, Fruit, Kholiji, Blanc, Sabaya, Aseel, Tooty Musk, dll

Aneka Pelengkapan Sholat untuk Anak

Izzah Store menjual aneka Perlengkapan Sholat, seperti Mukena, Sajadah, Sarung, Peci, dll tersedia untuk anak dan dewasa

Mari Membaca Alquran

Mari kita membaca Alquran, karena di Hari Kiamat nanti Alquran akan memberi syafaat kepada siapa saja yang gemar membacanya apalagi menghafalnya. Bacalah secara tartil dan perlahan-lahan. Jangan lewatkan hari-hari anda tanpa membaca Alquran..

Kumpulan Dongeng Anak

Anda hobi membaca dongeng-dongeng anak, di sini anda akan menemukannya. Mulai dari dongeng si kancil, si belalang, si kerbau, si kambing dan sebagainya. Cobalah dongengkan kepada buah hati anda menjelang tidur agar anak menjadi cerdas dan pandai bertutur.

Kumpulan Cerita Pendek

Anda penggemar Cerita Pendek atau Cerita panjang, di sini disajikan beberapa cerita islami yang sarat dengan pelajaran kehidupan. Cerita yang kadang memberi inspirasi kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Kisah Humor para Sufi

Anda kenal tokoh-tokoh sufi zaman dulu, di sini kami sajikan banyak sekali kisah-kisah lucu dan cerdik tokoh sufi dari Zaman dulu itu. Kisah kocak yang kadang menyindir diri kita yang membacanya.

Kisah Abu Nawas

Anda kenal Abunawas atau Nasrudin Hoja, di sini kami sajikan banyak sekali kisah-kisah lucu dan cerdik tokoh dari Zaman dulu itu. Kisah kocak yang kadang menyindir diri kita yang membacanya.

Cintailah Allah Melebihi Segalanya

Seberapa besar cinta kita kepada Allah, silakan tanya pada diri sendiri. Kita kadang lebih menghargai atasan kita daripada mendahulukan Allah. Sholat kadang ditunda ketika kita diundang oleh boss kita. Sholat kadang ditinggalkan karena asyik nonton Final Sepak Bola di televisi.

Aneka Sirwal dan baju gamis

Izzah Store Menjual aneka Sirwal dan gamis serta Jubah seperti Atasan Pakistan, Jubah Arab, Gamis Yaman, dll Juga Menyediakan baju Koko

Aneka Accessories

Izzah Store Menjual aneka Acessories seperti Sabuk Bonceng Anak, Sepatu Boots, Sorban, Siwak, dll

Aneka Gamis Pakistan dan Jubah Arab

Izzah Store Menjual aneka gamis dan Jubah seperti Atasan Pakistan, Jubah Arab, Gamis Yaman, dll Juga Menyediakan baju Koko

Aneka Sirwal, Celana Pangsi dan Cingkrang

Izzah Store Menjual aneka celana sirwal dan baju pangsi khas Sunda. Ada Sirwal biasa, Sirwal Loreng, Sirwal Boxer, Sirwal 3/4, dll

Keranda Kendaraan Masa Depan

Inilah yang namanya KERANDA yaitu kendaraan istimewa tanpa bensin (karena harganya selalu naik) yang. akan membawa kita ke tempat peristirahatan terakhir. Kendaraan sederhana tanpa AC, tanpa Pemutar Musik, dan akan berjalan dengan digotong kerabat kita.

Mari Mengingat Kematian

Berapapun lamanya kita hidup di dunia suatu saat nanti pasti akan berakhir. Dan akhir dari kehidupan dunia adalah datangnya kematian. Suka atau tidak suka kita akan tetap menemuinya. Oleh karena itu ingatlah selalu akan pemutus kenikmatan dunia yaitu MATI.

Kajian Akhlak: Bakhil Sifat yang Tercela

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali ‘Imran: 180)

Penjelasan beberapa mufradat ayat

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka …”
Para ulama ahli bahasa maupun ahli qira’ah berbeda dalam membaca bacaan Apakah diawali dengan huruf ta’ atau dengan ya’ .
Beberapa ulama dari negeri Hijaz dan Iraq, serta qira’ah Hamzah dan Abu Ja’far, membaca dengan ta’ .
Pendapat yang mengawali bacaan dengan huruf ta’, mengartikan bahwa percakapan ditujukan kepada nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga maknanya adalah: “Sekali-kali janganlah engkau wahai Muhammad menyangka, bahwa orang-orang yang bakhil…”
Sedangkan ulama yang lain seperti Ibnu Katsir, Abu ‘Umar, Nafi’, Ibnu ‘Amir, ‘Ashim, dan Al-Kasai’, semuanya sepakat membaca dengan ya’ . Namun di antara mereka ada yang membaca dengan mengkasrah huruf sin, dan ada yang membaca dengan memfathah huruf sin. Adapun yang membaca dengan mengawali huruf ya’, percakapan ditujukan kepada orang-orang yang bakhil. Sehingga maknanya adalah: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka...” (Tafsir Ath-Thabari dan Zadul Masir)
Demikian pula dalam menerangkan makna “orang-orang yang bakhil” dalam ayat ini, siapakah mereka? Para ulama juga berbeda pendapat.
Pendapat pertama menerangkan, bahwa mereka adalah orang-orang yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan harta, tetapi mereka bakhil (menahan diri) dalam menginfaqkan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menunaikan (mengeluarkan) zakatnya. Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhuma, riwayat Abu Shalih dari Ibnu Abbas rahiyallahu ‘anhuma, Abu Wa’il, Abu Malik, Asy-Sya’bi, Ibrahim An-Nakha’i, As-Suddi pada sebagian riwayat.
Pendapat kedua, mereka adalah orang-orang Yahudi. Mereka bakhil yaitu tidak mau menjelaskan kepada manusia tentang apa saja yang ada dalam Taurat, juga tentang kenabian Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta sifat-sifatnya.

Pendapat ini dikatakan oleh Ibnu Abbas rahiyallahu ‘anhuma dan Mujahid rahimahullahu.
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu mengatakan, dari dua pendapat tersebut yang benar adalah pendapat pertama. Yaitu pendapat yang memaknai bakhil -dalam ayat ini- dengan makna, orang yang menahan diri (tidak menunaikan) zakat. Hal ini sesuai dengan apa yang nampak dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau menafsirkan makna “Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat,” beliau bersabda: “Bakhil itu adalah orang yang menahan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala (tidak mau menginfaqkan hartanya). Maka kelak di hari kiamat (harta tersebut) akan diubah menjadi seekor ular jantan yang ganas berbisa, dan dilingkarkan di lehernya.”
Pemaknaan ini juga sesuai dengan konteks ayat yang ada sesudahnya, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya’.” Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati orang-orang musyrikin dari kalangan Yahudi, mereka menanggapi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa kewajiban menunaikan zakat, dengan pernyataan: “Sesungguhnya Dia miskin.”
Adapun makna bakhil, kata Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu, adalah manusia yang menahan hartanya (tidak memberikan/memenuhi) sesuatu dari haknya yang wajib (zakat, infaq fi sabilillah). Adapun menahan harta pada perkara yang tidak wajib atasnya untuk mengeluarkan zakat, bukanlah kebakhilan.
Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullahu menerangkan: “Makna bakhil dalam ayat ini adalah mereka yang tidak mau menginfaqkan hartanya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menunaikan zakatnya (menurut pendapat yang rajih dalam hal ini).”


“Akan dikalungkan.”
Ibnul Jauzi rahimahullahu mengatakan dalam kitab tafsirnya, Zadul Masir, terdapat empat pendapat di kalangan para ulama dalam memaknai kalimat ini:
1. Harta yang dibakhilkan oleh manusia, akan diubah kelak di hari kiamat menjadi seekor ular (yang jahat dan berbisa). Dan ular tersebut akan dililitkan di lehernya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari sahabat Ibnu Mas’ud rahiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap orang yang tidak menunaikan (mengeluarkan) zakat hartanya, kecuali kelak pada hari kiamat harta tersebut akan diubah menjadi seekor ular jantan yang ganas berbisa, kemana pun dia (pemilik harta tadi) lari/menjauh darinya, dia (ular tersebut) senantiasa mengikutinya, hingga dililitkan di lehernya.” Pendapat ini diucapkan oleh Ibnu Mas’ud rahiyallahu ‘anhu dan Muqatil rahimahullahu.
2. Akan dijadikan/dibuatkan bagi orang yang bakhil atas hartanya, kalung yang terbuat dari api neraka. Pendapat diucapkan oleh Mujahid dan Ibrahim rahimahumallah.
3. Dibebankan tanggung jawab bagi mereka yang bakhil atas hartanya untuk mendatangkannya kelak pada hari kiamat. Ibnu Abi Najih meriwayatkan hal ini dari Mujahid rahimahullahu.
4. Akan ditetapkan atas mereka amal pebuatan buruknya/dosa dari sebab kebakhilan terhadap hartanya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Hal ini serperti firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.” (Al-Isra’: 13)


“Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi.”
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu: “Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menafkahkan hartanya dan tidak berlaku bakhil, sebelum mereka mati. Dan meninggalkan (membiarkan semua yang pernah mereka miliki) warisan kepunyaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Serta tidak ada yang akan memberikan manfaat kecuali apa yang telah mereka infaqkan.”
Ayat ini menjadi penjelas sekaligus menyanggah anggapan manusia yang menyatakan bahwasanya harta yang diinfaqkan di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, zakat yang dikeluarkan, adalah harta yang hilang dengan sia-sia serta mengurangi jumlah yang ada. Sementara Allah Dzat Yang Maha pemberi rezeki dan Yang Maha mengetahui kehidupan hamba hamba-Nya mengabarkan, sesungguhnya harta yang diinfaqkan di jalan-Nya dan zakat yang dikeluarkan oleh hamba-Nya, akan bertambah berlipat ganda dan tidak akan hilang sia-sia. Bahkan yang tersisa di tangan manusia itulah yang akan hilang lenyap. Seperti yang tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (An-Nahl: 96)

Penjelasan ayat
Ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mulia ini termasuk salah satu ayat yang menerangkan apa akibat yang akan dialami mereka yang bakhil (enggan menunaikan zakat) atas harta yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan, kelak di Hari Kemudian. Mereka menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi dirinya.
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu mengatakan setelah menyebutkan ayat di atas: “Sekali-kali janganlah orang yang bakhil menyangka, bahwa upaya mengumpulkan harta (tidak mau menafkahkannya di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menunaikan zakat), akan memberikan manfaat bagi dirinya. Bahkan perbuatan tersebut akan memadharatkan/mencelakakan dirinya, baik pada agamanya dan bisa jadi dalam perkara dunianya.” (Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim, 1/409)
Asy Syaikh As Sa’di rahimahullahu menerangkan, dalam kitab tafsirnya, Taisir Karimir Rahman: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka, yaitu orang-orang yang menahan apa yang ada di sisi mereka dari apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan dari karunia-Nya, berupa harta, pangkat (jabatan), ilmu, dan lain sebagainya dari segala macam anugerah dan kebaikan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan untuk mendermakan/mengorbankan pada perkara yang tidak memadharatkan bagi hamba-hamba-Nya. Kemudian dengan hal itu mereka bakhil dan menahannya (tidak mau memberi, mendermakan, menunaikan zakat, pen.). Menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya perbuatan itu buruk bagi mereka. Buruk dalam hal agama maupun dunianya, dalam waktu yang segera (di dunia) maupun yang akan datang (di akhirat).”

Hukum bagi orang yang tidak menunaikan zakat karena kebakhilan
Seperti yang dijelaskan oleh para ulama ahli tafsir, kebakhilan seseorang atas harta yang dimilikinya, akan mengakibatkan keburukan, baik terhadap agama maupun dunianya, dalam waktu yang segera (di dunia) atau ditunda waktu yang akan datang (di alam kubur/alam akhirat).
Di antara akibat yang disegerakan di dunia adalah:
1. Kebinasaan, seperti yang tersebut dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jauhkanlah diri kalian dari perbuatan syuh’ (kikir yang disertai tamak). Karena sesungguhnya (yang demikian) itu telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, mendorong mereka untuk menumpahkan darah, dan menghalalkan perkara yang terlarang.” (HR. Muslim, dari Jabir bin Abdillah rahiyallahu ‘anhu)
Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu menjelaskan: “Ini termasuk kebinasaan yang terjadi di dunia, dan yang mendorong mereka (untuk melakukan semua itu) adalah kebakhilan mereka atas harta yang selalu mereka jaga dan mereka kumpulkan. Keinginan untuk selalu menambah (memperbanyak) dan menjaga dari berkurangnya (dengan tidak menginfaqkan, menunaikan zakat, pen.). Kemudian dia gabungkan, kumpulkan harta milik orang lain, dalam rangka menjaga keutuhan hartanya. Dan tidak akan memperoleh harta yang bukan miliknya, kecuali dengan merampas serta fanatisme yang mengantarkan pada pembunuhan dan menghalalkan perkara yang telah diharamkan.” (Subulus Salam, bab At-Tarhib min Masawi’ Al-Akhlaq)

2. Timbulnya kemunafikan pada hati, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: ‘Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang shalih.’ Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dari karunia itu dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran). Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai pada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang mereka telah ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta.” (At-Taubah: 75-77)

3. Mendapatkan doa keburukan dari malaikat, sebagaimana yang tersebut dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah setiap hari kecuali ada dua malaikat yang turun ke bumi. Salah satu malaikat tadi berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menginfaqkan hartanya keuntungan.’ Adapun satunya berdoa: ‘Ya Allah, berikanlah kepada orang yang kikir terhadap hartanya kerugian’.” (HR. Muslim dari sahabat Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhu)
Adapun ancaman yang terjadi di hari kemudian antara lain:
1. Dikalungkan di lehernya ular jantan ganas lagi berbisa, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Barangsiapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya harta kemudian ia tidak menunaikan zakatnya maka di hari kiamat nanti harta tersebut akan diubah menjadi seekor ular jantan ganas lagi berbisa, memiliki dua tanda hitam di atas kelopak matanya. Ular itu akan melilit lehernya kemudian ular tadi membuka mulutnya lalu mencaplok pemilik harta dengan dua rahangnya, sambil berkata: ‘Aku adalah hartamu, aku adalah harta yang kamu simpan (yang tidak ditunaikan zakatnya, pen.)’.” Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (HR. Al-Bukhari dari sahabat Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhu)

2. Diubah menjadi lempeng logam dari api neraka dan diseterikakan pada bagian dahi, lambung, dan punggungnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfaqkan di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka) akan mendapat siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu’.” (At-Taubah 34-35). Juga sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidaklah seorang pemilik emas dan perak (harta) yang tidak menunaikan zakat hartanya, kecuali pada hari kiamat nanti akan dijadikan untuknya papan logam dari api neraka. kemudian papan itu dipanaskan di neraka jahannam, setelah itu dengannya disetrikakan pada lambung, dahi, dan punggungnya. Setiap kali dingin (lempeng logam tadi) dicelupkan kembali (ke neraka), dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah 50.000 tahun, sampai diputuskan perkaranya di antara manusia, kemudian ia akan melihat jalan hidupnya, apakah menuju ke dalam jannah ataukah ke dalam neraka.” (HR. Bukhari-Muslim dari sahabat Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhu)

3. Unta dan kambing akan menendang-nendang pemiliknya, seperti dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “(Pada hari kiamat) unta-unta akan datang mencari pemiliknya dalam keadaan yang terbagus (gemuk), dan apabila pemiliknya tidak membayar zakat (ketika di dunia) maka unta itu akan menendangnya dengan kaki-kaki mereka. Dalam keadaan yang serupa, kambing-kambing akan menemui pemiliknya dalam keadaan yang terbaik, dan apabila pemiliknya tidak membayar zakat (ketika di dunia) maka kambing-kambing itu akan menendangnya dengan kaki-kaki mereka dan menanduknya dengan tanduk-tanduk mereka.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Salah satu dari hak-hak mereka adalah bahwa ketika diperah susunya air diletakkan di depan mereka.” Nabi menambahkan, “Aku tidak ingin siapapun dari kalian menemuiku di hari kiamat dengan membawa kambing yang mengembik di lehernya. Orang seperti itu akan berkata, ‘Wahai Muhammad, tolonglah saya.’ Aku akan berkata kepadanya, ‘Aku tidak dapat menolongmu, karena aku telah menyampaikan perintah Allah kepadamu.’ Begitu pula, aku tidak ingin siapapun dari kalian datang menemuiku dengan membawa seekor unta yang mendengkur di lehernya. Orang seperti itu akan berkata kepadaku, ‘Wahai Muhammad, tolonglah saya.’ Aku akan berkata kepadanya, ‘Aku tidak dapat menolongmu karena aku telah menyampaikan perintah Allah kepadamu’.” (HR. Al-Bukhari no. 1402 dari sahabat Abu Hurairah rahiyallahu ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu menerangkan: “Beberapa riwayat hadits yang menjelaskan akibat bagi orang yang tidak menunaikan zakat kelak di hari kiamat meskipun secara lahirnya berbeda-beda namun riwayat-riwayat tersebut satu dengan yang lain tidak bertentangan karena adanya kemungkinan siksaan itu terjadi secara bersamaan. Maka riwayat dari jalan Ibnu Dinar (yang menyebutkan bahwa harta yang tidak dizakati akan diubah menjadi ular jantan yang ganas berbisa) sesuai dengan ayat yang tersebut pada surat Ali ‘Imran: 180. Adapun riwayat Zaid bin Aslam (yang menyebutkan bahwa harta yang tidak dizakati akan diubah menjadi lempeng logam yang dicelupkan kedalam neraka Jahannam) sesuai dengan ayat yang tersebut dalam surat At-Taubah: 34-35.” (Fathul Bari, 3/330)
Wallahu a’lam.


Menyembuhkan penyakit bakhil

Al-Imam Ash-Shan’ani rahimahullahu mengatakan:
“Ketahuilah, bakhil adalah suatu penyakit, ia ada obatnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah menurunkan penyakit, kecuali ada obatnya. Penyakit ini muncul dari dua sebab. Sebab pertama adalah cinta (menuruti keinginan) syahwat, yang tidak akan dicapai kecuali dengan harta dan angan-angan yang panjang. Sebab kedua adalah cinta yang mendalam kepada harta itu sendiri. Dia berupaya agar harta itu tetap tinggal (ada) padanya. Karena beberapa dinar (harta) misalnya, posisinya hanya sebagai utusan (pengantar), dengannya tercapai (sampailah) sekian hajat dan syahwat. Karenanya harta itu menjadi sesuatu yang dicintai (disenangi). Kemudian harta itu sendiri menjadi sesuatu yang dicintai. Karena sesuatu yang menjadi penyampai (perantara) kepada sekian kelezatan (berupa syahwat, kesenangan), adalah lezat, enak.
Terkadang dia melupakan tujuan yang dicapai, berupa hajat dan syahwat. Sehingga di sisinya harta itu menjadi sesuatu yang sangat dicintai (asalnya hanya sekadar menjadi perantara, berubah menjadi maksud dan tujuan, pen.). Jika demikian halnya, maka inilah puncak kesesatan. Karena, pada hakikatnya tidak ada perbedaan antara batu dan emas, kecuali dari sisi bahwa ia dapat dipakai untuk memenuhi banyak kebutuhan. Inilah sebab seorang cinta, senang kepada harta dan memiliki sikap kikir. Sedangkan obatnya adalah dengan lawan sebaliknya.
Maka untuk mengobati cinta (menuruti keinginan) syahwat, adalah qana’ah dengan sesuatu yang sedikit (selalu merasa cukup dengan apa yang telah diperoleh) dan dengan kesabaran. Adapun untuk mengobati angan-angan yang panjang, dengan memperbanyak mengingat kematian, juga mengingat kematian teman-temannya. Melihat kepada panjang dan lamanya rasa letih (yang menimpa) mereka di dalam mengumpulkan harta (semasa hidupnya). Kemudian setelah meninggal, (harta yang mereka kumpulkan, yang melupakan dari sekian banyak maksud dan tujuan, zakat/infaq pun tidak pernah mereka tunaikan) hilang sia-sia, tidak memberi manfaat bagi mereka.
Terkadang seseorang kikir terhadap harta yang dimiliki, disebabkan rasa belas kasihan kepada keturunannya, seperti anak-anak. Maka obatnya adalah hendaknya ia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala Dialah Dzat Yang menciptakan mereka sekaligus yang menjamin rezekinya. Hendaknya ia juga melihat kepada dirinya sendiri, karena orangtua kadang tidak meninggalkan (memberi) untuk anaknya uang sepeser pun, (namun pada kenyataannya banyak anak yang dapat menjalani kehidupan, tanpa harus menggantungkan pemberian atau peninggalan orangtua, pen.). Hendaknya ia juga melihat kepada apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan (persiapkan) bagi orang yang tidak berbuat kikir, dan mendermakan hartanya pada jalan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala ridhai. Semestinya ia melihat kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong untuk bermurah hati (dermawan) dan menahan dari perbuatan kikir. Kemudian ia melihat akibat buruk yang terjadi di dunia.
Jadi, kedermawanan itu baik semuanya, selama tidak melewati batas, sampai pada pemborosan yang terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengajarkan hamba-hamba-Nya dengan sebaik-baik pengajaran, sebagaimana dalam firman-Nya:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah–tengah antara yang demikian.” (Al-Furqan: 67)
Maka sebaik-baik perkara adalah yang tengah-tengah.
Dan kesimpulannya adalah, apabila seorang hamba mendapati harta yang dia infaqkan (belanjakan) pada perkara yang ma’ruf dan dengan cara yang baik, maka (yakinlah) apa yang di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala (harta yang diinfaqkan) lebih terjamin keberadaannya, ketimbang yang ada di tangannya (yang disimpan dan tidak diinfaqkan). Dan jika seorang tidak memiliki harta, maka hendaknya ia selalu qana’ah dan menjauhkan diri dari meminta-minta dan tidak tamak (rakus). (Subulus Salam, Bab At-Tarhib min Masawi’ Al-Akhlaq)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu dalam Majmu’ Fatawa mengatakan bahwa kebakhilan adalah suatu jenis yang di bawahnya terdapat ragam, ada yang tergolong dosa besar dan ada yang tergolong dosa kecil seperti pada ayat Ali ‘Imran: 180, An-Nisaa: 36-37, At-Taubah: 34-35, 54, 76-77, Muhammad: 38, Al-Ma’un: 4-7, dan ayat-ayat lain yang ada dalam Al-Qur’an yang menyebutkan perintah untuk menunaikan zakat dan mendermakan harta serta celaan bagi siapapun yang meninggalkannya. Semuanya mengandung makna celaan terhadap sifat bakhil.
Wallahu a’lam bish-shawab.



Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik Murah
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Tentang Tauhid: Mengenal Allah

Tak kenal maka tak sayang, demikian bunyi pepatah. Banyak orang mengaku mengenal Allah, tapi mereka tidak cinta kepada Allah. Buktinya, mereka banyak melanggar perintah dan larangan Allah. Sebabnya, ternyata mereka tidak mengenal Allah dengan sebenarnya.

Sekilas, membahas persoalan bagaimana mengenal Allah bukan sesuatu yang asing. Bahkan mungkin ada yang mengatakan untuk apa hal yang demikian itu dibahas? Bukankah kita semua telah mengetahui dan mengenal pencipta kita? Bukankah kita telah mengakui itu semua?

Kalau mengenal Allah sebatas di masjid, di majelis dzikir, atau di majelis ilmu atau mengenal-Nya ketika tersandung batu, ketika mendengar kematian, atau ketika mendapatkan musibah dan mendapatkan kesenangan, barangkali akan terlontar pertanyaan demikian.

Yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu mengenal Allah yang akan membuahkan rasa takut kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Yang akan menenteramkan hati ketika orang-orang mengalami gundah-gulana dalam hidup, mendapatkan rasa aman ketika orang-orang dirundung rasa takut dan akan berani menghadapi segala macam problema hidup.

Faktanya, banyak yang mengaku mengenal Allah tetapi mereka selalu bermaksiat kepada-Nya siang dan malam. Lalu apa manfaat kita mengenal Allah kalau keadaannya demikian? Dan apa artinya kita mengenal Allah sementara kita melanggar perintah dan larangan-Nya?

Maka dari itu mari kita menyimak pembahasan tentang masalah ini, agar kita mengerti hakikat mengenal Allah dan bisa memetik buahnya dalam wujud amal.

Mengenal Allah ada empat cara yaitu mengenal wujud Allah, mengenal Rububiyah Allah, mengenal Uluhiyah Allah, dan mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah.

Keempat cara ini telah disebutkan Allah di dalam Al Qur’an dan di dalam As Sunnah baik global maupun terperinci.

Ibnul Qoyyim dalam kitab Al Fawaid hal 29, mengatakan: “Allah mengajak hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu pertama, melihat segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta menggali tanda-tanda kebesaran Allah seperti dalam firman-Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran: 190)

Juga dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang bermanfaat bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164)

Mengenal Wujud Allah.

Yaitu beriman bahwa Allah itu ada. Dan adanya Allah telah diakui oleh fitrah, akal, panca indera manusia, dan ditetapkan pula oleh syari’at.

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur’an: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman ): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘(Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka.’.” (QS. Al A’raf: 172-173)

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)

Mengenal Rububiyah Allah
Rububiyah Allah adalah mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu penciptaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan pengaturan-Nya. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin hal 14)

Maknanya, menyakini bahwa Allah adalah Dzat yang menciptakan, menghidupkan, mematikan, memberi rizki, mendatangkan segala mamfaat dan menolak segala mudharat. Dzat yang mengawasi, mengatur, penguasa, pemilik hukum dan selainnya dari segala sesuatu yang menunjukkan kekuasaan tunggal bagi Allah.

Dari sini, seorang mukmin harus meyakini bahwa tidak ada seorangpun yang menandingi Allah dalam hal ini. Allah mengatakan: “’Katakanlah!’ Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya sgala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.” (QS. Al Ikhlash: 1-4)

Maka ketika seseorang meyakini bahwa selain Allah ada yang memiliki kemampuan untuk melakukan seperti di atas, berarti orang tersebut telah mendzalimi Allah dan menyekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Dalam masalah rububiyah Allah sebagian orang kafir jahiliyah tidak mengingkarinya sedikitpun dan mereka meyakini bahwa yang mampu melakukan demikian hanyalah Allah semata. Mereka tidak menyakini bahwa apa yang selama ini mereka sembah dan agungkan mampu melakukan hal yang demikian itu. Lalu apa tujuan mereka menyembah Tuhan yang banyak itu? Apakah mereka tidak mengetahui jikalau ‘tuhan-tuhan’ mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa? Dan apa yang mereka inginkan dari sesembahan itu?

Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwa mereka memiliki dua tujuan. Pertama, mendekatkan diri mereka kepada Allah dengan sedekat-dekatnya sebagaimana firman Allah:

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong (mereka mengatakan): ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami di sisi Allah dengan sedekat-dekatnya’.” (Az Zumar: 3 )

Kedua, agar mereka memberikan syafa’at (pembelaan ) di sisi Allah. Allah berfirman:

“Dan mereka menyembah selain Allah dari apa-apa yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat bagi mereka dan mereka berkata: ‘Mereka (sesembahan itu) adalah yang memberi syafa’at kami di sisi Allah’.” (QS. Yunus: 18, Lihat kitab Kasyfusy Syubuhat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab)

Keyakinan sebagian orang kafir terhadap tauhid rububiyah Allah telah dijelaskan Allah dalam beberapa firman-Nya:
“Kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan mereka? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Az Zukhruf: 87)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan yang menundukkan matahari dan bulan? Mereka akan mengatakan Allah.” (QS. Al Ankabut: 61)
“Dan kalau kamu bertanya kepada mereka siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi setelah matinya? Mereka akan menjawab Allah.” (QS. Al Ankabut: 63)

Demikianlah Allah menjelaskan tentang keyakinan mereka terhadap tauhid Rububiyah Allah. Keyakinan mereka yang demikian itu tidak menyebabkan mereka masuk ke dalam Islam dan menyebabkan halalnya darah dan harta mereka sehingga Rasulullah mengumumkan peperangan melawan mereka.

Makanya, jika kita melihat kenyataan yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin, kita sadari betapa besar kerusakan akidah yang melanda saudara-saudara kita. Banyak yang masih menyakini bahwa selain Allah, ada yang mampu menolak mudharat dan mendatangkan mamfa’at, meluluskan dalam ujian, memberikan keberhasilan dalam usaha, dan menyembuhkan penyakit. Sehingga, mereka harus berbondong-bondong meminta-minta di kuburan orang-orang shalih, atau kuburan para wali, atau di tempat-tempat keramat.

Mereka harus pula mendatangi para dukun, tukang ramal, dan tukang tenung atau dengan istilah sekarang paranormal. Semua perbuatan dan keyakinan ini, merupakan keyakinan yang rusak dan bentuk kesyirikan kepada Allah.

Ringkasnya, tidak ada yang bisa memberi rizki, menyembuhkan segala macam penyakit, menolak segala macam marabahaya, memberikan segala macam manfaat, membahagiakan, menyengsarakan, menjadikan seseorang miskin dan kaya, yang menghidupkan, yang mematikan, yang meluluskan seseorang dari segala macam ujian, yang menaikkan dan menurunkan pangkat dan jabatan seseorang, kecuali Allah. Semuanya ini menuntut kita agar hanya meminta kepada Allah semata dan tidak kepada selain-Nya.

Mengenal Uluhiyah Allah
Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala bentuk peribadatan bagi Allah, seperti berdo’a, meminta, tawakal, takut, berharap, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang telah diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Memperuntukkan satu jenis ibadah kepada selain Allah termasuk perbuatan dzalim yang besar di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik kepada Allah.
Allah berfirman di dalam Al Qur’an:
“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya Allah kami meminta.” (QS. Al Fatihah: 5)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu dengan sabda beliau:
“Dan apabila kamu minta maka mintalah kepada Allah dan apabila kamu minta tolong maka minta tolonglah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi)

Allah berfirman:
“Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS. An Nisa: 36)

Allah berfirman:
“Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian, agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)

Dengan ayat-ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya telah jelas mengingatkan tentang tidak bolehnya seseorang untuk memberikan peribadatan sedikitpun kepada selain Allah karena semuanya itu hanyalah milik Allah semata.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya. ‘Kalau seandainya kamu memiliki dunia dan apa yang ada di dalamnya dan sepertinya lagi, apakah kamu akan menebus dirimu? Dia menjawab ya. Allah berfirman: ‘Sungguh Aku telah menginginkan darimu lebih rendah dari ini dan ketika kamu berada di tulang rusuknya Adam tetapi kamu enggan kecuali terus menyekutukan-Ku.” ( HR. Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu )

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Allah berfirman dalam hadits qudsi: “Saya tidak butuh kepada sekutu-sekutu, maka barang siapa yang melakukan satu amalan dan dia menyekutukan Aku dengan selain-Ku maka Aku akan membiarkannya dan sekutunya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu )

Contoh konkrit penyimpangan uluhiyah Allah di antaranya ketika seseorang mengalami musibah di mana ia berharap bisa terlepas dari musibah tersebut. Lalu orang tersebut datang ke makam seorang wali, atau kepada seorang dukun, atau ke tempat keramat atau ke tempat lainnya. Ia meminta di tempat itu agar penghuni tempat tersebut atau sang dukun, bisa melepaskannya dari musibah yang menimpanya. Ia begitu berharap dan takut jika tidak terpenuhi keinginannya. Ia pun mempersembahkan sesembelihan bahkan bernadzar, berjanji akan beri’tikaf di tempat tersebut jika terlepas dari musibah seperti keluar dari lilitan hutang.

Ibnul Qoyyim mengatakan: “Kesyirikan adalah penghancur tauhid rububiyah dan pelecehan terhadap tauhid uluhiyyah, dan berburuk sangka terhadap Allah.”

Mengenal Nama-nama dan Sifat-sifat Allah

Maksudnya, kita beriman bahwa Allah memiliki nama-nama yang Dia telah menamakan diri-Nya dan yang telah dinamakan oleh Rasul-Nya. Dan beriman bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang tinggi yang telah Dia sifati diri-Nya dan yang telah disifati oleh Rasul-Nya. Allah memiliki nama-nama yang mulia dan sifat yang tinggi berdasarkan firman Allah:

“Dan Allah memiliki nama-nama yang baik.” (Qs. Al A’raf: 186)

“Dan Allah memiliki permisalan yang tinggi.” (QS. An Nahl: 60)

Dalam hal ini, kita harus beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya dan tidak menyelewengkannya sedikitpun. Imam Syafi’i meletakkan kaidah dasar ketika berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah sebagai berikut: “Aku beriman kepada Allah dan apa-apa yang datang dari Allah dan sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Allah. Aku beriman kepada Rasulullah dan apa-apa yang datang dari Rasulullah sesuai dengan apa yang dimaukan oleh Rasulullah” (Lihat Kitab Syarah Lum’atul I’tiqad Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 36)

Ketika berbicara tentang sifat-sifat dan nama-nama Allah yang menyimpang dari yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya, maka kita telah berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu. Tentu yang demikian itu diharamkan dan dibenci dalam agama. Allah berfirman:
“Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tampa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah (keterangan) untuk itu dan (mengharamkan) kalian berbicara tentang Allah tampa dasar ilmu.” (QS. Al A’raf: 33)

“Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak memiliki ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya akan diminta pertanggungan jawaban.” (QS. Al Isra: 36)

Wallahu ‘alam



Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik Gratis
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Kisah Pendek: Hidup adalah proyek yang dikerjakan sendiri

Hikmah Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya disebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tsb pada pemilik perusahaan.

----------

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya disebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tsb pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja ia akan kehilangan penghasilan bulanannya , tetapi keputusannya sudah bulat. Ia merasa lelah, ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Lalu ia memohon pada tukang kayu tsb untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi sebenarnya ia merasa terpaksa, ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dia curahkan. Dengan ogah= an ia mengerjakan proyek tsb, ia cuma menggunakan bahan sekedarnya.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah yang baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia lalu menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu," katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu, ia merasa malu dan menyesal. Seandainya saja ia mengetahui bahwa sesungguhnya ia mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tidak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari ri kita yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang. mengupayakan yang terbaik. Bahkan pada bagian= terpenting dalam hidup kita, kita tidak memberikan yang terbaik.

Pada akhir perjalaanan......kita terkejut saat melihat apa yang telah kita lakukan dan menemukan diri kita hidup di dalam sebuah rumah yang kita ciptakan sendiri. Seandainya kita menyadarinya sejak semula kita akan menjalani hidup ini dengan cara yang jauh berbeda.

(Renungkan bahwa kita adalah si tukang kayu. Renungkan rumah yang sedang kita bangun. Setiap hari kita memukul palu, memasang papa, mendirikan dinding dan atap. Mari kita selesaikan rumah kita dengan sebaiknya seolah hanya mengerjakannya sekali saja seumur hidup.

Biarpun kita hanya hidup satu hari, maka dalam satu hari itu kita pantas untuk hidup penuh keagungan dan kejayaan. Apa yang bisa diterangkan lebih jelas lagi. Hidup kita esok adalah akibat sikap dan pilihan yang kita perbuat hari ini. Hari perhitungan adalah milik Tuhan, bukan kita, karenanya kita pastikan kitapun akan masuk dalam barisan lemenangan.


Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Arbain Nawawi: Minta Tolong dan Perlindungan Kepada Allah

Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata : Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau bersabda : "Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat : Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR. Tirmidzi, ia telah berkata : Hadits ini hasan, pada lafazh lain hasan shahih. Dalam riwayat selain Tirmidzi : “Hendaklah kamu selalu mengingat Allah, pasti kamu mendapati-Nya di hadapanmu. Hendaklah kamu mengingat Allah di waktu lapang (senang), niscaya Allah akan mengingat kamu di waktu sempit (susah). Ketahuilah bahwa apa yang semestinya tidak menimpa kamu, tidak akan menimpamu, dan apa yang semestinya menimpamu tidak akan terhindar darimu. Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”)

[Tirmidzi no. 2516]

Riwayat hidup ‘Abdullah bin ‘Abbas sudah banyak dikenal. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mendo’akannya dengan sabdanya :
“Ya Allah, jadikanlah dia paham tentang agamanya dan ajarkanlah kepadanya penafsiran Al Qur’an”.

Nabi juga mendo’akannya agar diberi hikmah dua kali. Ada riwayat yang sah dari dirinya bahwa dia pernah melihat Jibril dua kali. Ia adalah ulama yang kaya ilmu di kalangan umat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihatnya sebagai seorang anak yang patut menerima pesan beliau.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda kepadanya : “Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu”, maksudnya hendaklah kamu menjadi orang yang taat kepada Tuhanmu, melaksanakan semua perintah-Nya, dan menjauhi semua larangan-Nya.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu”, maksudnya hendaklah beramal karena-Nya dengan penuh ketaatan sehingga Allah tidak memandangmu sebagai orang yang menyalahi perintah-Nya, niscaya kamu akan mendapati Allah menjadi penolongmu di saat situasi sulit, seperti yang pernah terjadi pada kisah tiga orang yang tertimpa hujan lebat lalu mereka berlindung di dalam gua, kemudian pintu gua tertutup batu. Pada saat itu mereka berkata kepada sesamanya : “Ingatlah kebaikan yang pernah kamu lakukan, lalu mohonlah kepada Allah dengan kebaikan itu supaya kamu diselamatkan”. Kemudian masing-masing menyebut kebaikan yang pernah dilakukan, maka batu penutup gua itu kemudian terbuka lalu mereka dapat keluar. Kisah mereka ini popular dan terdapat pada Hadits shahih.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Jika kamu minta, mintalah kepada Allah. Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah”, memberikan petunjuk supaya bertawakkal kepada Allah, tidak bertuhan kepada selain-Nya, tidak menggantungkan nasibnya kepada siapa pun baik sedikit ataupun banyak.

Allah berfirman :
“Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah maka Allah pasti akan memberinya kecukupan”. (QS. Ath Thalaq : 3)

Berapa besar ketergantungan seseorang kepada selain Allah baik dalam hatinya maupun dalam angan-angannya, maka sebesar itu pula ia telah menjauhkan diri dari Allah untuk bergantung kepada sesuatu yang tidak kuasa memberinya manfaat atau kerugian. Begitu juga takut kepada selain Allah.
Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menegaskan dengan sabdanya : “Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu”.
Begitu pula dalam hal kerugian, “niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu”. Inilah yang disebut iman kepada taqdir.
Iman kepada taqdir adalah wajib, baik taqdir yang baik maupun yang buruk. Apabila seorang mukmin telah yakin dengan hal ini, maka apa perlunya dia meminta kepada selain Allah atau memohon pertolongan kepada yang lain. Begitu pula jawaban Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada malaikat Jibril ketika ia bertanya kepada beliau saat berada di langit (ketika mi’raj) : “Apakah engkau membutuhkan pertolongan?” Beliau menjawab : “Kalau kepadamu tidak”.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Segenap pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering”, menguatkan keterangan tersebut diatas, maksudnya tidak berlawanan dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kemudian sabda beliau : “Ketahuilah sesungguhnya kemenangan menyertai kesabaran dan sesungguhnya kesenangan menyertai kesusahan dan kesulitan”, maksudnya beliau mengingatkan kepada manusia di dunia ini, terutama orang-orang shalih bahwa mereka itu selalu dihadapkan kepada ujian dan cobaan sebagaimana firman Allah :
“Sungguh Kami pasti memberi cobaan kepada kamu sekalian dengan sesuatu berupa rasa takut, kelaparan, berkurangnya harta, jiwa dan buah-buahan. Dan gembirakanlah orang-orang yang bersabar, yaitu mereka yang bila ditimpa musibah, mereka berkata : ‘Sungguh kami semua adalah milik Allah dan sungguh hanya kepada-Nyalah kami kembali’. Mereka itulah orang-orang yang mendapatkan limpahan karunia dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang terpimpin”. (QS. 2 : 155-157)

Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu pastilah dipenuhi pahala mereka tanpa batas”. (QS. Az Zumar : 10)

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik Gratis
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Arbain Nawawi: Anjuran Rasa Malu

Dari Abu Mas'ud, ‘Uqbah bin ‘Amr Al Anshari Al Badri radhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : "Sesungguhnya diantara yang didapat manusia dari kalimat kenabian yang pertama ialah : Jika engkau tidak malu, berbuatlah sekehendakmu." (HR. Bukhari)

[Bukhari no. 3483]

Sabdanya “kalimat kenabian yang pertama”, maksudnya ialah bahwa rasa malu selalu terpuji dan dipandang baik, selalu diperintahkan oleh setiap nabi dan tidak pernah dihapuskan dari syari’at para nabi sejak dahulu.

Sabda beliau : “berbuatlah sekehendakmu”, mengandung dua pengertian, yaitu : pertama, berarti ancaman dan peringatan keras, bukan merupakan perintah, sebagaimana sabda beliau : “Lakukanlah sesuka kamu”
Yang juga berarti ancaman, sebab kepada mereka telah diajarkan apa yang harus ditinggalkan. Demikian juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Barang siapa yang menjual khamr maka hendaklah dia memotong-motong daging babi”.

Tidak berarti bahwa beliau membenarkan melakukan hal semacam itu.

Pengertian kedua ialah hendaklah melakukan apa saja yang kamu tidak malu melakukannya, seperti halnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Malu itu sebagian dari Iman”.

Maksud malu di sini adalah malu yang dapat menjauhkan dirinya dari perbuatan keji dan mendorongnya berbuat kebajikan. Demikian juga bila malu dapat mendorong seseorang meninggalkan perbuatan keji kemudian melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka malu semacam ini sederajat dengan iman karena kesamaan pengaruhnya pada seseorang. Wallaahu a’lam.

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik gratis
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Arbain Nawawi: Istiqomah

Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : " Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “.

[Muslim no. 38]

Kalimat “katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu”, maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku satu kalimat yang pendek, padat berisi tentang pengertian Islam yang mudah saya mengerti, sehingga saya tidak lagi perlu penjelasan orang lain untuk menjadi dasar saya beramal. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab : “Katakanlah : ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “. Ini adalah kalimat pendek, padat berisi yang Allah berikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dalam dua kalimat ini telah terpenuhi pengertian iman dan Islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu memperbarui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh dia secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar. Hal ini sejalan dengan firman Allah : “Sesungguhnya mereka yang berkata : Allah adalah Tuhan kami kemudian mereka istiqamah……”.(QS. Fushshilat : 30)
yaitu iman kepada Allah semata-mata kemudian hatinya tetap teguh pada keyakinannya itu dan taat kepada Allah sampai mati.

‘Umar bin khaththab berkata : “Mereka (para sahabat) istiqamah demi Allah dalam menaati Allah dan tidak sedikit pun mereka itu berpaling, sekalipun seperti berpalingnya musang”. Maksudnya, mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagian besar ketaatannya kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan dan mereka terus-menerus berbuat begitu (sampai mati). Demikianlah pendapat sebagian besar para musafir. Inilah makna hadits tersebut, Insya Allah.
Begitu pula firman Allah : “Maka hendaklah kamu beristiqamah seperti yang diperintahkan kepadamu”.(QS. Hud : 112)

Menurut Ibnu ‘Abbas, tidak satu pun ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda :
“Aku menjadi beruban karena turunnya Surat Hud dan sejenisnya”.

Abul Qasim Al Qusyairi berkata : “Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan. Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan gagal”. Ia berkata pula : “Ada yang berpendapat bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebiasaan sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Istiqamahlah kamu sekalian, maka kamu akan selalu diperhitungkan orang’.

Al Washiti berkata : “Istiqamah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini rusaklah kepribadian seseorang”. Wallaahu a’lam.

Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik Gratis
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Kisah Seorang Gembel: Syair Selembar Duit (2)

Syair Selembar Duit

Ini kisah tentang Aku
Tentang Perjalannaku
tentang petualanganku
Perjalanan panjang diriku

Perkenalkan, Namaku Duit
Orang Jawa sering memanggilku yotro/yatra
Orang Sunda biasa menyebutku Acis/Cicis
Orang Sumatra selalu menamaiku piti
Sedang orang barat menjulukiku Money

Aku dilahirkan oleh BI (Bank Indonesia)
di Jakarta
Awalnya aku adalah bayi mungil yang tak berdosa
Begitu lahir, wujudku cantik, bersih, mulus
Namun sering perjalanan waktu
Aku menjadi kotor, kucel, dan bau tengik

Bayangkan, selama dalam perjalanan panjangku,
Aku banyak menemui kesenangan dan ketidaksenangan
nasibku ditentukan oleh siapa yang memegangku
Aku benar-benar dibuat tak berdaya,

kadang aku bernasib baik,
Aku dipegang oleh tangan lentik petugas bank yang cantik
Aku dipegang oleh tangan para pejabat
Aku dipegang oleh artis cantik dan ganteng

Wujudku selalu tampak segar
Dipegang oleh tangan-tangan bersih dann mulus
Aku dimasukkan ke dompetnya yang wangi
Aku dimasukkan ke dalam tasnya yang "mahal" dan bermerk.

namun terkadang aku bernasib buruk,
Aku dipegang oleh tukang daging di pasar
Aku dipegang oleh tukang minyak tanah
Aku dipegang oleh tukang sampah

Wujudku selalu acak-acakan
Kadang wajahku diplester/selotip
kadang tubuhku yang hampir putus disambung dengan lem
Kadang tubuhku sakit karena disteples

badanku bau tengik
Tubuhku bau tak sedap
Asin dan pahit (coba saja jilat)
Kusam dan layu

Siang malam, pagi sore
Aku selalu diburu
Aku selalu dicari
Aku selalu dinanti

Ada yang mendapatkanku dengan cara halal
namun kebanyakan mendapatkanku dengan cara haram
Namun bentukku tak berubah
Aku tetap selembar kertas bergambar pahlawan kadang monyet

Keberadaanku membuat pemiliknya sombong
Siapa yang memegang aku akan selalu tampak pede
kadang pemiliknya memandang sebelah mata kepada yang tidak memegangku
Aku membuat bahagia kepada siapa saja yang memegangku

Namun aku juga bisa bikin pemegangnya sengsara
Aku selalu dijaga siang malam
makan tak enak
tidur tak nyenyak

Kadang keberadaaan diriku membuat pemiliknya lupa diri
kadang lupa ibadah
kadang lupa tetangga
kadang lupa daratan dan lautan

Aku kadang menangis
bila aku hanya disimpan di dalam brangkas bank
Aku kadang sedih
Bila aku hanya disimpan di bawah tempat tidur

Aku sebenarnya marah
Bila aku hanya untuk ditumpuk-tumpuk saja
Aku hanya untuk pamer saja
Aku hanya untuk menyombongkan diri

Aku akan bahagia
Bila aku segera diinfakkan ke masjid
disedekahkan ke fakir miskin
atau disumbangkan ke Panti Asuhan (yatim)

Aku sangat terharu,
Bila aku segera dikirim ke Lokasi Bencana
Diserahkan ke Rumah Zakat
Dan dimafaatkan untuk membantu sesama

Beginilah Ceritaku
Aku sampai sekarang masih jadi buronan
Selalu dikejar siang-malam
Diburu setiap waktu

Aku lelah
aku capai
Aku jadi bahan rebutan
seperti gadis cantik di kampung sebelah

Aku hanya ingin nasibku jelas
Statusku tak ngambang
Apakah aku yang ada didompetmu halal ataukah haram?
Apakah aku yang ada direkeningmu halal atau haram?

Begitu saja koq repot.....!!!


(Sumber: Alamkuburpastiakanmenemuimu.com)


Penting!! Perlu Anda Baca
:
@ Cara Bikin Blog Cantik Gratis
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Cerita Seorang Gembel: Syair Selembar Duit

Syair Selembar Duit

Ini cerita tentang aku
Cerita nyata
Percaya syukur
nggak percaya? Kabur

Begini ceritanya,
simak baik-baik,
baca dengan mata mendelik
pelototin kata demi kata, kalimat demi kalimat

Tutup semua daun pintu,
Tutup semua daun jendela,
Matikan Televisi,
Matikan Radio.

Matikan Ponsel
Bila bandel gak mau mati, celupkan ke dalam segelas air,
Matikan semua barang yang masih hidup di kamar kalian
Jam dinding, arloji, weker, lampu

Sudah mati semua,
Sudah kalian matikan semua?
Teliti kembali
Jangan ada yang sampai ketinggalan.

Begini ceritanya,

(Bersambung) Tunggu kelanjutannya.....
Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Peringatan: Prinsip Hidup Seorang Muslim

Prinsip Hidup Seorang Muslim

Dari kitab Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani menerangkan ada 4 buah hadits yang bisa dijadikan pedoman dan prinsip hidup seorang muslim.

1. Landasilah seluruh aktifitas hidup kita dengan nawaitu lillahi ta'ala.

Imam Abu Dawud mengutip hadits nabi Muhammad SAW yang berbunyi,"Sesungguhnya nilai dari amal itu adalah tergantung niatnya, dan setiap orang pasti mendapatkan (pahala) dari apa yang ia niatkan.

Menurut Imam Abu Dawud, hadits ini hendaklah dijadikan dasar dalam segala aktifitas kita. Dengan pegertian bahwa nilai perbuatan itu adalah bergantung pada niatnya. Bisa saja satu pemberian akan mendapat pahala bila diniatkan karena Allah, tetapi bisa juga pemberian itu mendapatkan siksa jika ia memberikannya dengan tujuan untuk menyuap.

Bisa saja dengan tidur siang seseorang mendapatkan pahala. Karena dengan tidurnya, ia niatkan agar nanti malam kondisi badan lebih segar dan tidak ngantuk untuk mengerjakan sholat sunnah atau mendengarkan pengajian.
Akan tetapi, bisa juga dengan tidurnya, ia mendapatkan siksa. Karena dengan tidurnya, nanti malam ia bisa melaksanakan pencurian dengan tidak mengantuk.

Dengan nawaitu lillahi ta'ala, Insya Allah segala aktifitas kita akan bermakna dan sekaligus mendapatkan pahala dari Allah SWT.

2. Tingkatkanlah prestasi hidup kita

Dalam hal ini, Abu Dawud mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, "Sebaik-baik keislaman seseorang, tinggalkanlah apa-apa yang sekiranya tidak bermanfaat bagi dirinya."

Hadits ini dijadikan oleh Imam Abu Dawud sebagai bahan mawas diri (instropeksi) sekaligus meningkatkan prestasi seseorang, yaitu dengan meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat untuk dirinya, keluarga, atau agama.
Sebagai contoh, begadang semalam suntuk tanpa melakukan hal-hal yang bermanfaat, bahkan hanya untuk melakukan maksiat. Ia tidak memperoleh keuntungan dunia, tidak juga memperoleh keuntungan akhirat.

Padahal waktu yang terbuang percuma bisa mencapai 4 atau 5 jam. Bayangkan andai waktu tersebut dimanfaatkan untuk membaca buku/kitab, menghafal Al-Qur'an, mendengarkan pengajian, niscaya ia akan mendapatkan keuntungan akhirat. Atau Waktu tersebuat ia gunakan untuk kerja atau lembur, tentunya ia akan mendapat uang atau keuntungan dunia.
Oleh karena itu, hadits itu mengingatkan kita agar modal waktu yang kita miliki selama 24 jam setiap harinya, benar-benar digunakan untuk kegiatan yang bermanfaaat.

3. Cintailah orang lain seperti mencintai dirimu sendiri

Imam Abu Dawud mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, "Seorang Mukmin tidak akan menjadi Mukmin yang baik sampai ia suka atau cinta terhadap saudaranya, seperti mencintai dirinya sendiri."

Manusia sebagai makhluk sosial tentu saja tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan dan dukungan orang lain. Orang kaya sekalipun tidak mungkin bisa hidup sendiri. Bahkan, semakin bertambah harta dan kekayaan seseorang, justru bertambah pula kebutuhan akan bantuan dari yang miskin.

4. Tinggalkanlah perkara yang subhat apalagi yang haram.

Setiap manusia tentu saja tidak dapat melepaskan diri dari interaksi sosial, bahkan dalam hubungan bisnis maupun hubungan yang lainnya. Dalam hal ini, Imam Abu dawud mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, "Yang halal telah jelas (halalnya), yang haram pun telah jelas (haramnya), tetapi di antara kedunya ada perkara-perkara yang masih subhat (sama, tidak pasti halal tetapi juga tidak pasti haram). barangsiapa yang menjaga diri dari perkara-perkara subhat, sesungguhnya dia sudah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya."

Barangsiapa yang tergelincir dalam perkara subhat, berarti dia telah jatuh kepada perkara haram, seperti halnya seorang penggembala yang menggembala ternaknya di sekitra tanah perbatasan. Sedikit-sedikit ia akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah, setiap pemilik tanah punya batasannya. Ketahuilah, bahwa batasan (larangan) Allah adalah hal yang diharamkan.

Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila baik, seluruh tubuh akan baik. Apabila rusak, seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah bahwa itu adalah hati manusia.

Hadits ini mengingatkan kita bahwa berhati-hatilah dalam mencari harta. Jangankan yang haram, yang subhat pun lebih baik ditingglkan, untuk lebih menjaga kemurnian agama dan harga dirinya.
Dengan meninggalkan yang haram, berarti tidak akan ada pihak yang dirugikan. Dengan demikian, akan terciptalah keamanan, kedamaian, dan ketentraman hidup, karena satu sama lain tidak akan melanggar ketentuan yang ada, dan akan senantiasa menghargai yang lain yang berbeda keahlian dan kemampuannya.

Jika seseorang sudah tidak berfikir halal atau haram dalam pencarian harta dan jabatan, tentu saja ini akan menjadi bencana dan malapetaka yang besar, yaitu maraknya pencurian, penipuan, pemalsuan, suap-menyuap, sogok-menyogok, dan lainnya.

Penulis sangat prihatin dengan kondisi bangsa Indonesia akhir-akhir ini. Budaya Kolusi, Korupsi dan Nepotisme merajalela di mana-mana dari tingkatan atas sampai bawah. Perilaku suap-menyuap, sogok-menyogok terjadi di mana-mana di setiap lorong, di setiap gang, di setiap jengkal tanah pertiwi ini yang mayoritas beragama Islam.
Padahal semua tahu bahwa yang menyuap dan yang disuap dua-duanya masuk ke dalam neraka.

Penulis bertanya, mau sampai kapan budaya dan perilaku buruk ini akan berakhir?
Sampai kapan, sampai kapan, sampai kapan, Hah? Apakah tidak ada jalan lain yang halal dan diridhoi Allah dalam mencari makan, hah? Apa menunggu kematian datang menjemputmu, atau menunggu kiamat datang. Astagfirullaahal'azhiim. Bertaubatlah sekarang juga sebelum terlambat.


Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog cantik Gratis
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Tentang Sedekah: Menyembunyikan Harta yang Wajib Dizakati

Dunia itu hijau, indah nan manis, itulah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentangnya. Karena hijau, indah dan manisnya, banyak orang yang tertipu dengannya, banyak orang yang melupakan akhirat karenanya. Bahkan banyak orang menjadi kanud (penentang) terhadap pemberi nikmat yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Itulah bahaya dan fitnahnya dunia. Sudah teramat sering terjadi peristiwa berdarah antara kakak dan adik, anak dan kedua orangtuanya, atau antar saudara, hanya gara-gara dipicu oleh perkara dunia.
Sementara, bertumpuk pertimbangan dan alasan manusia kala mereka diajak kepada kebaikan serta melakukan amal shalih. Ucapan “sami’na wa atha’na” (kami mendengar dan taat) menjadi ucapan yang langka dan berat.
Itulah dunia dan fitnahnya. Semua pandangan meliriknya dan seluruh cita-cita hidup tertuju padanya. Tidaklah mengherankan lagi jika perlombaan untuk mengejarnya terus berlangsung. Itulah yang diwanti-wanti oleh nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata beliau: “Bukan kefakiran yang aku khawatirkan menimpa kalian, namun yang mengkhawatirkanku adalah dibentangkannya atas kalian dunia lalu kalian berlomba mengejarnya sebagaimana orang kafir berlomba-lomba mendapatkannya…”
Yang kalah merasa terhina karenanya dan yang menang seolah-olah singa, sang raja hutan yang penuh kuasa. Di sisi lain, rasa takut akan berkurang dan hilangnya harta selalu menyergap setiap saat. Kikir dan bakhil menjadi satu senyawa yang mendarah daging. Alhasil, muncul pada diri manusia sifat-sifat yang berbahaya seperti rakus, tamak, pelit, bakhil, sombong, iri hati, dengki, hasad, dan sebagainya. Dan merupakan sebuah ketetapan bagi anak Adam cinta kepada dunia. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).” (Ali Imran: 14)
As-Sa’di rahimahullahu berkata di dalam tafsirnya: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan bahwa Dia telah menghiasi kepada manusia cinta syahwat duniawiah, dan Dia menghususkan perkara-perkara (di dalam ayat tersebut) ini disebabkan besarnya syahwat kepada dunia dalam (kehidupan) sedangkan selainnya sebagai pengekor semata, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menjadikan segala apa yang ada di atasnya sebagai penghiasnya.” (Al-Kahfi: 7)
Maka tatkala dijadikan semuanya ini sebagai perhiasan bagi mereka dan segala yang memikat, lalu jiwa-jiwa mereka bergantung atasnya dan hati-hati mereka condong kepadanya, mereka terbagi sesuai dengan realita menjadi dua golongan.
Pertama: “Segolongan dari mereka menjadikan dunia ini sebagai tujuan, sehingga segala pemikirannya, rencananya, amalan lahiriah dan batiniah diarahkan kepadanya yang akhirnya dunia menyibukkan dirinya dari tugas dia diciptakan. Hidupnya bagaikan binatang piaraan, yang penting mereka menikmatinya dan terpenuhi segala keinginannya. Tidak peduli dari mana dia mengambilnya serta kemana dikeluarkan dan dipergunakannya. Bagi mereka dunia menjadi bekal menuju negeri kecelakaan, penyesalan, dan azab.
Kedua: “Mereka mengerti tujuan dunia, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai ujian dan cobaan bagi hamba-hamba-Nya agar Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui siapa di antara mereka yang lebih mengutamakan ketaatan dan ridha-Nya daripada kenikmatan dan kelezatan dunia. Mereka menjadikan dunia sebagai wasilah dan jalan untuk berbekal buat akhirat, mereka menikmatinya sebagai bentuk bantuan dalam mengejar ridha-Nya. Badan mereka menyertai dunia akan tetapi hati-hati mereka berpisah darinya. Mereka mengetahui firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Itulah kesenangan dunia.” Mereka menjadikan dunia ini sebagai jembatan menuju akhirat dan perniagaan yang dia harapkan keberuntungan yang besar. Bagi mereka dunia menjadi bekal untuk menghadap Rabb mereka.
Ayat ini menjadi hiburan bagi orang-orang yang faqir yang tidak memiliki kesanggupan mengejar syahwat dunia sebagaimana orang-orang kaya. Sekaligus sebagai peringatan bagi orang-orang yang telah tertipu dengannya dan agar orang-orang yang berakal jernih menjadi zuhud darinya. (Tafsir As-Sa’di 1/123)
Saudaraku… cobalah kita mengingat, ternyata di dalam harta kita terdapat hak-hak orang lain yang kita pergunakan dengan penuh kelaliman.
Manusia adalah makhluk yang tamak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika anak Adam itu diberikan satu lembah emas, dia akan mencari yang kedua dan jika dia diberikan yang kedua niscaya dia akan mencari lembah ketiga dan tidak ada yang menutup mulut anak Adam melainkan tanah dan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menerima taubat siapa saja yang bertaubat.” (HR. Al-Bukhari no. 6072, Muslim no. 1042)
Al-Kirmani mengatakan: “Seolah-olah makna sabda beliau adalah dia tidak akan puas dari dunia sampai dia mati.” (Fathul Bari 18/250)
Al-Imam Nawawi rahimahullahu mengatakan, “Di dalam hadits ini terdapat celaan bagi orang yang rakus terhadap dunia, menumpuk-numpuknya, serta mencintainya. Makna ‘Tidak akan memenuhi tenggorokan anak Adam melainkan tanah’ yaitu terus-menerus sikap rakus terhadap dunia menyertainya sampai dia mati dan tanah kuburan menyumbat mulutnya. Hadits ini juga bercerita tentang mayoritas bani Adam dalam hal kerakusan terhadap dunia.” (Syarah Shahih Muslim 4/2)

Harta benda adalah ujian
Harta benda merupakan bagian dari sederetan bentuk ujian dan cobaan yang tidak sedikit dari umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gagal dalam menghadapinya. Bukankah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengatakan:

“Sesungguhnya bagi setiap umat ada fitnah (ujian) dan fitnah yang akan menimpa umatku adalah fitnah harta benda.” (HR.At-Tirmidzi no. 2507)

“Tidaklah dua ekor serigala dalam keadaan lapar dilepas pada seekor kambing akan lebih merusak dibandingkan dengan kerusakan orang yang rakus terhadap harta dan kedudukan pada agamanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2376 dari sahabat Ka’b bin Malik Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu)
Artinya bahwa rakusnya seseorang terhadap harta benda dan kedudukan sangat besar kerusakannya bagi agamanya, yang diserupakan bagaikan binatang yang tidak berdaya dan lemah yang berada dalam terkaman dua serigala. (Tuhfatul Ahwadzi 6/162)

“Bersegeralah kalian untuk melakukan amal shalih, karena akan terjadi fitnah yang banyak seperti potongan gelap malam. Di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman maka di sore harinya menjadi kafir, dan di pagi hari dia beriman maka di sore harinya dia kafir, dia melelang agamanya dengan secuil harta benda dunia.” (HR. Muslim no. 328 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Ujian dengan sebuah kewajiban
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan berbagai bentuk ujian dan cobaan yang terkait dengan harta benda, akankah hamba-Nya mau bersyukur atau tidak. Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji mereka dengan kekurangan harta benda, kerusakan, hilang, hancur, dan sebagainya. Maukah dia bersabar? Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji mereka dengan limpahan harta benda, maukah mereka mensyukurinya? Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menguji mereka dengan sebuah kewajiban yaitu mengeluarkan zakat, maukah mereka menaatinya? Ataukah mereka mengingkari kewajiban tersebut dengan mengatakan al-huququ katsirah (hak-hak itu banyak). Ucapan ini terkait dengan tiga orang yang diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang telah menimpanya kemudian diuji dengan limpahan harta benda. Yang satu karena buta, yang satunya karena botak, dan yang lain karena berkulit belang. Dan ternyata yang lulus dari ketiga orang yang diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut hanya satu orang saja. (lihat kisahnya dalam riwayat Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim no. 2964 dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Demikianlah tabiat manusia. Kikir, banyak pertimbangan dan alasan, tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala mengajak mereka berbuat sesuatu untuk keselamatan dirinya. Dia menyangka jika ajakan untuk mengeluarkan zakat tersebut akan mengurangi hartanya, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan:

“Tidaklah akan berkurang harta tersebut bila disedekahkan.”

Perintah zakat
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (Al-Baqarah: 43)

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah: 5)

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Kewajiban zakat adalah rukun Islam
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Islam itu dibangun di atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji, dan berpuasa.” (HR. Al-Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
Ibnu Rajab rahimahullahu menerangkan: “Yang dimaksud dengan hadits ini adalah bahwa Islam itu dibangun di atas lima tonggak. Ini tak ubahnya bagaikan tiang dan tonggak pada bangunan.” (Jami’ul Ulum wal Hikam 2/5)
Abu Abbas Al-Qurthubi rahimahullahu menyatakan: “Bahwa lima perkara ini merupakan azas agama Islam, tonggak yang di atasnya dibangun bangunan, dan dengan lima azas ini Islam tegak. Disebutnya lima perkara dengan khusus dan tidak disebutkan jihad dalam hal ini padahal jihad itu satu bentuk pembelaan terhadap agama dan membungkam kejahatan orang-orang kafir, karena lima perkara ini merupakan sebuah kewajiban yang hukumnya selalu wajib sedangkan jihad termasuk dalam fardhu kifayah dan pada kondisi tertentu bisa gugur.” (Fathul Qawi Al-Matin fi Syarh Al-Arba’in wa Tatimmatul Khamsin 1/27)

Hukum tidak membayar zakat
Sebagaimana yang telah lewat bahwa menunaikan zakat termasuk dari salah satu rukun Islam yang lima dan tentunya barangsiapa mengingkari salah satu dari rukun tersebut maka dia kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata: “Telah ijma’ umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kewajiban menunaikan zakat dengan ijma’ yang qath’i (mutlak) dan barangsiapa mengingkarinya setelah mengetahui kewajibannya maka dia telah kafir, keluar dari Islam. Barangsiapa yang tidak mengeluarkannya karena bakhil atau mengurangi (dalam pengeluarannya) maka dia termasuk orang yang zalim dan berhak untuk mendapatkan ancaman dan siksaan.” (Majalis Syahr Ramadhan hal. 182-183)
Beliau juga menjelaskan: “…Barangsiapa yang mengingkari kewajibannya dia kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kecuali jika dia orang yang baru pindah agama atau orang yang tumbuh di tempat yang jauh dari ilmu dan ahli ilmu, yang demikian ini dimaafkan. Dan jika dia terus-menerus mengingkari kewajibannya bersamaan dia mengetahui kewajibannya maka dia telah kafir dan murtad dari agama. Adapun orang yang tidak mau membayar zakat karena bakhil atau mengentengkan kewajibannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Di antara mereka ada yang mengatakan dia kafir ini salah satu riwayat dari Al-Imam Ahmad rahimahullahu.
Ada pula yang mengatakan dia tidak kafir -dan ini pendapat yang shahih- akan tetapi dia telah melakukan dosa besar. Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa dia tidak kafir adalah hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan hukuman bagi orang yang tidak menunaikan zakat emas dan perak kemudian beliau mengatakan:

“Lalu diputuskan urusannya di antara seluruh makhluk apakah jalannya ke surga atau ke neraka.”
Sehingga, jika dia mungkin untuk melihat jalannya menuju surga maka dia bukanlah orang kafir, karena orang kafir tidak mungkin melihat jalan menuju surga.
Tentunya orang yang tidak mengeluarkan zakat karena bakhil atau mengentengkan permasalahannya, dia akan mendapatkan dosa yang besar sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka, harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat, dan kepunyaan Allahlah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran: 180)

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu’.”
Tentunya seorang muslim wajib mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berupa harta dengan menunaikan zakat sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menambah keberkahan pada hartanya dan bisa berkembang. (Fatwa Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, lihat Fatawa Ulama’ Balad Al-Haram, hal. 837-838)

Bila yang tidak menunaikan zakat memiliki kekuatan
Hal ini kembali kepada keputusan sang imam yang akan melihat maslahat di belakangnya. Sebagaimana Abu Bakr radhiyallahu ‘anhu telah memerangi orang-orang yang ingkar membayar zakat. Lihat Iqtidha’ Shiratul Mustaqim (1/278).
Bahkan beliau mengatakan: “Boleh bahkan wajib dengan ijma’ kaum muslimin memerangi mereka dan orang-orang seperti mereka dari setiap kelompok yang menolak satu syariat dari syariat Islam yang nampak dan mutawatir permasalahannya. Seperti sekelompok orang yang tidak melaksanakan shalat, menunaikan zakat yang telah diwajibkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya yaitu delapan orang yang telah disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam kitab-Nya, sekelompok orang yang tidak mau berpuasa pada bulan Ramadhan, atau orang-orang yang tidak menahan diri dari menumpahkan darah kaum muslimin, mengambil harta benda mereka atau orang-orang yang tidak berhukum di antara mereka dengan syariat yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengutus Rasul-Nya dengannya sebagaimana ucapan Abu Bakr Ash-Shiddiq dan seluruh sahabat g tentang orang-orang yang menahan zakat dan sebagaimana pula Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan segenap para sahabat Nabi telah memerangi Khawarij.” (Fatawa Al-Kubra 3/472). Wallahu a’lam.



Penting!! Perlu Anda Baca:
@ Cara Bikin Blog Cantik Gratis
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Warung Blog Cantik: Pentingnya Beriman kepada Hari Akhir



Pada suatu hari setelah memimpin sholat subuh Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam langsung naik ke atas mimbar dan menyampaikan ceramah panjang hingga datangnya waktu zuhur. Sesudah beliau selesai memimpin sholat zuhur, beliau lalu naik kembali ke atas mimbar untuk menyampaikan ceramah hingga datangnya waktu asar. Lalu sesudah memimpin sholat asar beliau langsung kembali ke atas mimbar menyampaikan ceramah hingga magrib. Sesudah mengimami sholat magrib beliau tidak naik lagi ke atas mimbar.

Para sahabat yang hadir menceritakan bahwa pada hari di mana Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mendadak menyampaikan semacam daurah seharian penuh itu beliau panjang lebar menjelaskan mengenai apa-apa yang bakal berlaku atau terjadi hingga datangnya hari Akhir atau hari Kiamat. Begitu pentingnya urusan hari Akhir ini sehingga beliau memerlukan seharian penuh untuk menjelaskan tanda-tanda akhir zaman menjelang datangya hari Kiamat kepada para sahabatnya. Lalu mereka yang hadir berkata: ”Sesudah wafatnya Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam setiap aku bertemu dengan suatu peristiwa yang merupakan tanda akhir zaman maka akupun teringat ceramah panjang nabi hari itu. Persis seperti orang yang bertemu dengan orang yang sudah lama berpisah. Sehingga saat bertemu, segera teringat kembali wajahnya.”

Memang, sudah semestinyalah kita ummat Islam menghayati betapa pentingnya urusan mengimani dan mempersiapkan diri menghadapi hari Akhir. Sebab Allah subhaanahu wa ta’aala sendiri di dalam Al-Qur’an mengkondisikan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam agar tidak menganggap bahwa hari Akhir atau Hari Kiamat atau hari Berbangkit itu masih jauh.

Melalui ayat di atas Allah subhaanahu wa ta’aala mengkondisikan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam untuk menghayati bahwa hari Akhir atau hari Kiamat sudah dekat. Oleh sebab itu Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam juga mengkondisikan para sahabatnya dan kita semua selaku ummatnya untuk menghayati bahwa hari Akhir sudah dekat dan tidak lama lagi akan segera datang.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu berkata: Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: “Aku dan hari kiamat diutus (berdampingan) seperti ini.” Anas berkata:”Dan beliau menghimpun jari tengah dan jari telunjuknya.” (HR Muslim 14/193)

Sehingga pernah diriwayatkan bahwa pada suatu hari seorang sahabat melihat di kejauhan ufuk ada asap yang mengepul. Maka sahabat tersebut langsung keliling ke rumah para sahabat lainnya menggedor pintu rumah mereka seraya berteriak:

“Asap…! Asap…!”

Artinya, pada saat sahabat ini melihat asap tersebut, maka ia teringat penjelasan Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengenai salah satu tanda besar menjelang datangnya hari Kiamat adalah bila sudah terlihat asap mengepul. Jika lima belas abad yang lalu saja sahabat telah sedemikian seriusnya mensikapi tanda-tanda akhir zaman, bagaimana lagi sepatutnya kita yang hidup di zaman ini?

Bahkan sedemikian pentingnya urusan hari Akhir ini sehingga dari enam rukun iman yang kita pelajari sejak masih SD, maka beriman kepada hari Akhir adalah yang paling sering disebut berpasangan dengan beriman kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Di dalam Al-Qur’an maupun Hadits sangat sering kita dapati hal ini.

“Demikianlah diberi pengajaran dengannya orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.”(QS 65:2)

Bahkan dalam satu hadits di bawah ini sampai tiga kali Nabi menyebutkan iman kepada Allah subhaanahu wa ta’aala bersamaan dengan iman kepada hari Akhir.

Bersabda Rasulullah saw: “Barangsiapa beriman kpd Allah dan Hari Akhir hendaklah bicara yang baik atau diam. Dan barangsiapa beriman kpd Allah dan Hari Akhir hendaklah menghormati tetangganya. Dan barangsiapa beriman kpd Allah dan Hari Akhir hendaklah menghormati tamunya.” (HR Bukhari-Muslim)

Ayat dan hadits seperti di atas banyak kita temui di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sehingga kita bisa sampai pada suatu kesimpulan bahwa tingkat pentingnya mengimani hari Akhir setara atau sederajat dengan iman kepada Allah subhaanahu wa ta’aala

"Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah." Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.”(QS Al-Ahzab 63)


Penting!! Perlu Anda Baca:

@ Cara Bikin Blog Cantik dan Murah
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog

Warung Blog Cantik: Pengantar "Menuju Kehidupan Sebenarnya"

Sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata: ”Pada saat manusia menemui kematiannya, maka iapun terbangun dari tidurnya.”

Berarti, kehidupan kita di dunia ini laksana sebuah mimpi. Hal ini sejalan dengan firman Allah:

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)

Dalam kenyataan sehari-hari tidak sedikit manusia yang justru sangat serius dengan kehidupan dunia ini sambil memandang kehidupan akhirat -dengan derita neraka dan nikmat surganya- justru sebagai senda gurau dan main-main. Manusia sedemikian seriusnya ingin meraih kenikmatan dan keberhasilan dunia seolah itu semua merupakan kenikmatan dan keberhasilan final dan hakiki. Mereka berusaha sekuat mungkin menghindar dari kegagalan dan penderitaan dunia seolah itulah kegagalan dan penderitaan yang sejati.

Padahal kehidupan di dunia telah Allah taqdirkan bagi setiap manusia. Ada yang ditaqdirkan menikmati ”mimpi menyenangkan” di dunia. Ia menjadi orang kaya, terpandang, dipuja-puji manusia banyak, serba berkecukupan sehingga hidupnya selalu berlimpah. Sementara ada yang di taqdirkan mengalami ”mimpi buruk” selama hidupnya di dunia. Ia menjadi orang miskin, serba berkekurangan, terpinggirkan, terabaikan bahkan teraniaya.

Sedikit sekali manusia yang menyadari bahwa mimpi manapun yang dialaminya tidaklah menjadi persoalan penting. Kendati, sudah barang tentu, tidak ada manusia yang ingin menjalani kehidupan berupa mimpi buruk menjadi orang miskin, serba berkekurangan, terpinggirkan, terabaikan bahkan teraniaya. Demikian pula sebaliknya. Manusia mana yang menolak ditaqdirkan Allah menjalani kehidupan dalam bentuk mimpi menyenangkan menjadi orang kaya, terpandang, dipuja-puji manusia banyak, serba berkecukupan sehingga hidupnya selalu berlimpah. Tapi seorang mu’min sungguh sadar bahwa isyu utama yang perlu difikirkan adalah bagaimana nasibnya saat Allah mencabut nyawanya. Adapun jenis mimpi apa yang Allah taqdirkan bagi dirinya hanyalah sebuah ujian/testcase untuk melihat jenis respon apa yang bakal ditampilkannya. Persis seperti ucapan Nabi Muhammad saw sebagai berikut:

“Urusan orang beriman itu menakjubkan. Sesungguhnya urusannya semua baik. Dan hal itu tidak dialami seorangpun kecuali orang beriman. Bila ia mendapat karunia, ia bersyukur. Maka bersyukur itu baik baginya. Bila ia mendapat mudharat, ia bersabar. Maka bersabar itu baik baginya.” (Muslim 14/280)

Alangkah bodohnya seseorang yang hidup di dunia dalam mimpi meyenangkan namun ia lalai akan saat kematian. Sehingga saat ia bangun dari mimpinya ia berada dalam kegelisahan dan penyesalan berkepanjangan. Apalagi orang yang hidup di dunia dan menjalani mimpi buruk. Lalu saat ia bangun menjalani hidupnya di akhirat, ternyata keadaannya lebih buruk lagi, penuh penyesalan dan penderitaan abadi. Demikianlah keadaan orang-orang yang tidak beriman akan kehidupan akhirat. Mereka menyangka hidup hanya di dunia semata. Mereka tertipu oleh dunia. Allah gambarkan logika berfikir mereka sebagai berikut:

“Dan mereka berkata, "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS Al-Jatsiyah 23-24)

Sedangkan orang beriman sangat yakin dan selalu mempersiapkan dirinya menghadapi kehidupan sejati, yakni akhirat. Sebab mereka diberitahu Allah bahwa akhirat itulah yang hendaknya didambakan.

“...kalian menghendaki harta benda dunia, sedangkan Allah menghendaki akhirat (untukmu)…” (QS Al-Anfal 67)
Orang beriman sibuk bukan untuk masa tuanya di dunia. Tapi ia sibuk mempersiapkan berbagai investasi berupa ’amal ’ibadah dan ’amal sholeh untuk masa hidupnya yang sejati, yakni akhirat.

“Orang yang paling cerdas ialah barangsiapa yang menghitung-hitung/evaluasi/introspeksi (‘amal-perbuatan) dirinya dan ber’amal untuk kehidupan setelah kematian.”(At-Tirmidzi 8/499 )
Ia sangat terobsesi akan keberhasilannya di akhirat sehingga keberhasilannya di dunia menjadi sesuatu yang ia kejar secukupnya. Ia sangat sibuk menghindari kegagalan di akhirat sehingga berbagai kegagalan di dunia ia hindari sewajarnya. Ingatannya akan akhirat sangat dominan sehingga ingatannya akan dunia menjadi sebatas ”asal tidak lupa” bahwa ia masih hidup di dunia.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi..” (QS Al-Qashash 77)


Penting!! Perlu Anda Baca:

@ Cara Bikin Blog Murah dan Cantik
@ Kumpulan dongeng anak
@ Bukan Berita Biasa
@ Trik dan rumus matematika
@ Catatan dan Ulasan Seputar dakwah
@ Tips dan Trik belajar yang efektif
@ Review dan Ulasan pertandingan Juventus
@ Pasang Iklan gratis
@ Kumpulan widget gratis
@ Seputar hukum dan kisah-kisah sedekah
@ Seputar Koleksi Buku
@ Seputar Resensi Buku
@ Kumpulan tutorial Blog